Bill Clinton, presiden AS 1993-2001, nampaknya diinspirasi pandangan ini. Setelah dilantik, ia mengadopsi 'the third way'. Jalan ketiga yang menggabungkan platform ekonomi kiri dan kanan.Â
Peran pemerintah yang besar dan boros dikurangi. Ia memperkuat pasar dan perusahaan swasta, seraya tetap memperhatikan kelas menengah, kaum miskin dan kelompok marjinal.
Keluar negeri, Clinton menggunakan kekuatan ekonomi dan militer AS untuk 'membujuk' negara lain membuka pasar.Â
Perundingan persetujuan umum tariff perdagangan (GATT) dirampungkan, sebagai ganti AS memotori pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 1995.
Clinton juga meratifikasi Zona perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA), mendorong Asia Timur menempuh ekonomi terbuka untuk pemulihan krisis 1998, membuka pasar teknologi informasi, memperkuat pasar AS_Cina, mendorong Afrika lebih terbuka dan normalisasi hubungan dengan Vietnam.Â
Rusia dan Eropa Timur yang sebelumnya tertutup, menjalani liberalisasi ekonomi cepat. Awalnya menyakitkan, tetapi kemudian menikmati kemajuan cukup pesat berkat integrasi ekonomi mereka ke pasar global.Â
Hubungan dengan Cina makin stabil dan produktif di periode kedua Clinton (1997-2001). Tahun 1997, Kongres melalui pemilihan suara 259 lawan 173, memperpanjang MFN (Most favoured nation) untuk Cina.Â
Negara-negara yang memperoleh status ini menikmati kemudahan tarif ekspor ke pasar AS. Kunjungan Presiden Jiang Zemin ke AS di tahun yang sama, memperkuat kecenderungan positif pada stabiltas ekonomi dan keamanan global.
Selama era Clinton, ekonomi dunia makin terbuka, makin tergantung satu sama lain. Masyarakat dunia percaya bahwa dunia sedang menuju pada kesatuan global yang makmur berdasarkan ekonomi pasar, demokrasi, penghormatan HAM dan Universalisme budaya.
Bagaimana Konflik?
Realitas dunia berkembang ke arah yang lain. Liberalisasi dan integrasi ekonomi global tidak menghapus konflik. Negara berdagang jalan terus, konflik juga jalan terus.Â