Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemilih ke-20

9 Desember 2020   08:58 Diperbarui: 9 Desember 2020   10:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sudah jam sembilan, Monita", kata ibunya dari balik kamar.

"Ya Bu, 5 menit lagi" jawab Monita sambal merapikan make up-nya. Ia memilih memakai jeans dan kaos klub AC Milan.

Di luar, tetangga mulai berangkat. Ada yang berpakaian sekenanya. Tetapi banyak yang dandan.

Mungkin masih banyak yang percaya bahwa  ini pesta, pesta demokrasi. Jadi harus tampil cantik dan lebih ganteng.

Yang pasti hari ini  pilkada. Tiga pasangan bersaing berebut kursi bupati.  Ia pemilih ke- 20. Mungkin tak lama lagi Namanya akan dipanggil. Dia harus ada di TPS.

Sebagian tetangganya ada yang tak mau ikut memilih.

"Percuma, kita hanya diingat wakti coblos" kata pak Hasan, saat ia bertanya kenapa memutuskan jadi golput.

Monita gagal mengubah pandangan Pak Hasan. Hasan kecewa dengan  Rahardi, Bupati sebelumnya.Berjanji mengangkat anak sulung jadi PNS.

Pak Hasan  menjadi relawan. Disingkirkan tetangga karena beda pilihan. Setelah terpilih, nomor Pak Rahardi tak bisa bisa dihubungi.

Monita akan mencoblos. Meski ia tahu  hukum besi oligarki. Para penguasa hanya ingat rakyat waktu pemilu. Selesai pemilu, yang diingat cuma oligarki, segelintir konco yang ikut berkuasa.

Rakyat adalah selembar kuitansi lama, diselipkan saja di antara tumpukan dokumen berdebu. Nanti pemilu berikut baru dikeluarkan lagi

Tetapi ia tetap mencoblos. Dan sudah  punya pilihan. Pasangan No. 3. Pria ganteng, usia 46 yang berjanji sambil menangis saat kampanya di TV lokal. Janji kasih  bantuan 1 juta  tiap keluarga selama wabah corona belum berhenti. Yang paling penting, janji melindungi perempuan dan anak-anak. membela korban KDRT dengan biaya daerah. Mewajibkan  setiap dinas punya 50 % program sensitif jender.

"Jangan lupa masker" kata ibunya saat ia mengeluarkan motor. Ibunya tidak ikut memilih.

"Ibu berdoa saja untuk siapa yang terpilih" katanya waktu Pak Rinto, ketua kpps menawarkan untuk coblos di rumah.

**************************

TPS tidak terlalu ramai waktu ia tiba. Orang-orang takut pada Corona. Habis coblos terus pulang.

Lima menit kemudian Namanya dipanggil. Bilik suara nomor 4. Terbuat dari tripleks tipis. "Di mana anggaran besar untuk pemilu" batinnya.

Pelan-pelan dibukanya surat suara. Laki-laki itu masih ganteng. Mata yang tajam, yang meluluhkan hati setiap gadis di kampusnya.  Yogya, 20 tahun lalu.

Bibir itu laki-laki. Ada rasa  hangat yang masih tersisa di bibir Monita, di lehernya.

Seperti baru kemarin. Parangtritis. Kantin kampus. Kaliurang. Kost No. 16 di Gang Flamboyan. Gardena. Malioboro. Rencana-rencana masa depan.

"Ibu tidak apa-apa" suara pria di belakangnya. Sudah lebih dari 6 menit ia terpaku di depan surat suara.

Diambilnya paku. "aku tak boleh dendam, ini kewajiban warga negara yang baik. Apalagi ia memihak perempuan" batin Monita. Dipejamkan matanya lalu ditentukannya pilihan. Laki-laki itu.

Pukul 13.30. Penghitungan suara telah dimulai. Saksi-saksi yang tertidur, bangun. Mata mereka tertuju pada surat suara yang diangkat tinggi.

Monita sudah pulang. Dipandangnya jari kelingking. Masih ada jejak tinta. Terang sekali. Seperti jejak-jejak dari Yogya.

****************

Pukul 13.59. "Tidak Sah" kata petugas KPPS sambil mengangkat selembar surat suara.

Surat suara itu tak dicoblos. Pada wajah pasangan nomor tiga,: TELOR (Tegar dan Lotar) ada tulisan, "Tegar, kembalikan liontin Ibuku yang kau gadaikan dulu,  untuk bayar utang di warung".

Yogya, 9 Desember.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun