"Sudah jam sembilan, Monita", kata ibunya dari balik kamar.
"Ya Bu, 5 menit lagi" jawab Monita sambal merapikan make up-nya. Ia memilih memakai jeans dan kaos klub AC Milan.
Di luar, tetangga mulai berangkat. Ada yang berpakaian sekenanya. Tetapi banyak yang dandan.
Mungkin masih banyak yang percaya bahwa  ini pesta, pesta demokrasi. Jadi harus tampil cantik dan lebih ganteng.
Yang pasti hari ini  pilkada. Tiga pasangan bersaing berebut kursi bupati.  Ia pemilih ke- 20. Mungkin tak lama lagi Namanya akan dipanggil. Dia harus ada di TPS.
Sebagian tetangganya ada yang tak mau ikut memilih.
"Percuma, kita hanya diingat wakti coblos" kata pak Hasan, saat ia bertanya kenapa memutuskan jadi golput.
Monita gagal mengubah pandangan Pak Hasan. Hasan kecewa dengan  Rahardi, Bupati sebelumnya.Berjanji mengangkat anak sulung jadi PNS.
Pak Hasan  menjadi relawan. Disingkirkan tetangga karena beda pilihan. Setelah terpilih, nomor Pak Rahardi tak bisa bisa dihubungi.
Monita akan mencoblos. Meski ia tahu  hukum besi oligarki. Para penguasa hanya ingat rakyat waktu pemilu. Selesai pemilu, yang diingat cuma oligarki, segelintir konco yang ikut berkuasa.
Rakyat adalah selembar kuitansi lama, diselipkan saja di antara tumpukan dokumen berdebu. Nanti pemilu berikut baru dikeluarkan lagi