Mohon tunggu...
Nimatul Faizah
Nimatul Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Apa yang saya tuliskan disini merupakan sebuah bentuk pembelajaran bagi diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Menjadi Ayah Rumah Tangga dalam Keluarga

7 Januari 2023   19:37 Diperbarui: 14 Oktober 2023   00:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak Suami-suami yang berkeberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka dalam bidang-bidang yang dianggap merupakan hak mereka sendiri. Konflik-konflik ini sering terjadi salah satunya berasal dari istri-istri yang bekerja dan berpenghasilan. Masalah-masal yang berhubungan dengan peranan ini mungkin tergantung terutama pada sikap sang suami.

Jika dia dapat menerima pekerjaan istrinya dengan pengertian, masalah- masalah penyesuaian dapat diperkecil. Jika dia tetap berkeberatan terhadap peranan ini, masalah-masalah akan bertambah besar sebab, sang suami dapat saja percaya bahwa urusan dapur merupakan hak si istri dan tidak akan meluas menjadi keputusan-keputusan pokok. Apabila peranan-peranan tersebut bertentangan terus menerus, maka disorganisasi keluarga dapat terjadi.

Berdasarkan paradigma budaya Jawa Tradisional, kekuasaan seorang istri pada Masyarakat Jawa tradisional hanya sebatas dalam hal-hal domestik saja seperti membersihkan rumah, memasak dan Mencuci. Sementara seringkali suami diharuskan bekerja untuk mencari nafkah. 

Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari adanya pembagian peran dan fungsi suami istri tak lain adalah manifestasi dari Penafsiran atas ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat di Indonesia, yakni sebuah nilai yang menempatkan laki-laki sebagai jenis kelamin yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan rekannya dari jenis lain, yaitu Perempuan. Pandangan demikian, juga tidak dapat dilepaskan dari adanya pola budaya patriarki yang ada dalam masyarakat.

Budaya Patriakri yang langgeng berkembang di tatanan masyarakat Indonesia membuat laki laki menempati hierarki teratas, dan menjadikan perempuan menjadi strata nomor dua. 

Potret dari budaya patriarki ini sangat tidak menguntungkan bagi posisi perempuan. Khususnya dalam konteks kebudayaan jawa yang mana masyarakatnya beranggapan bahwa perempuan yang baik adalah perempuan yang tunduk dan patuh terhadap peran-peran yang telah dikonstruksi oleh mayoritas masyarakat yang mana perempuan sebagai istri harus menunaikan kewajibannya sebagai perawat rumah tangga, mendidik anak dengan naluri keibuan yang dimilikinya, juga mengatur uang dengan sebaik-baiknya sehingga streotipe tentang perempuan yakni sebagai orang yang lemah, banyak bergantung kepada suami,dan hanya mampu mengerjakan pekerjaan domestik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun