Mohon tunggu...
Nimatul Faizah
Nimatul Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Apa yang saya tuliskan disini merupakan sebuah bentuk pembelajaran bagi diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Menjadi Ayah Rumah Tangga dalam Keluarga

7 Januari 2023   19:37 Diperbarui: 14 Oktober 2023   00:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatanikatan perkawinan,darah,atau adopsi yang merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri dan pemelihara kebudayaan bersama (Khairuddin, 1997 ) . Selain itu Keluarga juga dianggap sebagai masyarakat kecil yang terdiri dari sub sistem yang terstruktur, yakni anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. setiap bagian tersebut memiliki hubungan antara satu dan lainnya yang menyatu dalam keluarga. Setiap bagian dari keluarga bersifat fungsional terhadap yang lainnya.

Di dalam kehidupan keluarga tradisional, laki-laki sebagai ayah Dan perempuan sebagai ibu memiliki peranan atau tugasnya sendiri-sendiri. Tugas-tugas domestik (di dalam rumah) seperti mengasuh dan Mendidik anak, mencuci, memasak, selama ini dianggap merupakan tugas seorang ibu. Sedangkan tugas di ranah publik (di luar rumah) seperti menjadi kepala keluarga dan bekerja untuk mendapatkan nafkah menjadi tanggung jawab seorang ayah. Pembagian peranan atau tugas tersebut sering kali diyakini oleh masyarakat luas sebagai kodrat.

Dalam Undang-undang Perkawinan tahun 1974 yang terdapat pada pasal 34 yang mengatur tentang kedudukan dan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam rumah Tangga, yakni

1.Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu Keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2.Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

3.Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan (MPR dan DPR 1974:1).

Dalam pasal-pasal tersebut tersirat bahwa laki-laki sebagai suami bertanggung jawab untuk mencari nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah tangga atau keluarganya. Untuk tujuan tersebut biasanya laki-laki harus bekerja di luar rumah seperti bidang publik atau ekstern, yang pada kenyataannya mempunyai konsekuensi tidak perlu mengurusi bidang domestik atau intern rumah tangga. Sebaliknya istri dinyatakan wajib untuk mengatur urusan rumah tangga atau bidang domestik dengan sebaik-baiknya. 

Sebetulnya Undang-undang perkawinan tahun 1974 pasal 34 tersebut berkaitan dengan pasal 31 yang menyatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Sebagai konsekuensi semua itu, Perempuan seringkali dibatasi ntuk berkiprah di luar rumah tangga, atau di ranah publik. Bahkan apabila laki-laki dan perempuan tidak melakukan kewajiban yang sesuai dengan peran dan kewajibannya yang tertulis dalam Undang-undang, maka kepada mereka dapat dikenakan sangsi hukum, karena bisa digugat di Pengadilan Negara (ayat 3).

Di dalam pernikahan memang terdapat banyak tugas dan kewajiban yang besar bagi kedua belah pihak baik di pihak istri maupun pihak suami. termasuk tanggung jawab ekonomi. nafkah merupakan salah satu hak istri yang wajib dipenuhi oleh seorang suami Terhadap istrinya, jenis daei nafkah ini bermacam-macam, bisa berupa makanan, tempat Tinggal, pelajaran (perhatian), pengobatan, dan juga pakaian meskipun wanita kaya. 

Namun, ada saat ini di dalam kehidupan Masyarakat Jawa modern perkawinan sepasang suami istri harus saling Menghormati dan saling berbagi peran dan jangan sampai salah satu pihak mendominasi atau Menuruti kemauannya dan ingin menang sendiri. Suami dan istri harusnya dapat bekerja sama dalam membuat Keputusan dalam keluarga akan tetapi dalan realitasnya para suami cenderung jarang memikirkan pengeluaran Keseharian, seperti uang belanja, biaya sekolah karena itu dianggap sebagai pekerjaan seorang istri. (Hardjodisastro & Hardjodisastro, 2010).

Namun pada saat ini banyak terjadi fenomena mengenai pertukaran peran antara suami dan istri yang ditandai dengan sebagian besar tugas rumah tangga atau domestik yang biasanya dikerjakan oleh para istri kini bergeser menjadi pekerjaan suami. Sebenarnya, tidak ada perbedaan antara suami dan istri dalam hal saling membantu mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Pekerjaan yang dinilai layak bagi suami juga layak untuk istri. Demikian pula sebaliknya, perempuan tidak diposisikan hanya pada pekerjaan domestik di rumah tangga. pekerjaan domestik harusnya menjadi tanggung jawab bersama. Istri juga boleh aktif pada peran-peran publik.

Tidak ada halangan bagi istri berkarier di luar rumah. Dalam sebuah keluarga peran ayah adalah sebagai pemimpin, Pelindung bagi keluarganya dan sebagai pencari nafkah untuk keluarganya. Tak jarang dengan adanya hal ini timbul disfungsi keluarga.

Dalam kenyataannya, disfungsi peran masing masing keluarga masih kerap menjadi masalah dalam keluarga, terutama bagi orang Jawa yang masih bersifat tradisional yang memandang bahwasanya laki-laki atau seorang ayah adalah yang paling wajib bekerja. 

Disfungsi keluarga adalah anggota keluarga yang tidak menjalankan fungsi sesuai dengan peran masing-masing, sebagai Sebuah sistem, keluarga dapat terpecah apabila salah satu atau lebih Anggota keluarga tidak menjalankan tugas dan fungsinya dalam Keluarga hingga menyebabkan terjadinya disfungsi keluarga. Kata Fungsi berarti kedudukan atau tugas, sedangkan disfungsi berarti Diartikan sebagai tidak dapat berfungsi dengan normal sebagaimana Mestinya.

Dalam faktanya, keluarga sekarang ini pada umumnya memiliki karakteristik Modern yang di dalamnya pasti ada pembagian peran dan tugas antara suami Dan istri. pada keluarga tradisional khususnya, orang-orang masih mempunyai anggapan bahwa suami tugasnya bekerja dan mencari nafkah untuk keluarganya.

Sedangkan tugas istri hanya sebagai ibu rumah tangga, tinggal di rumah dan Hanya mengurusi yang berkaitan dengan pekerjaan rumah atau domestik saja. Namun seiring berjalannya waktu, tentunya ssetiap orang akan mengalami perubahanperubahan yang mana perubahan keluarga dengan berbagai aspek serta konsekuensinya tidak mungkin lagi dihindari. Sebab, tidak jarang keluarga berubah sejalan Dengan perubahan zaman.

Seiring berjalannya zaman yang semakin modern, ibu tidak lagi harus menjadi sekedar ibu rumah tangga saja tetapi juga dapat ikut serta mencari nafkah dengan bekerja di luar Rumah. Bahkan saat ini juga terjadi beberapa kasus yang lebih jauh dimana Pihak perempuan sebagai ibu tidak lagi berada di rumah dan Menghabiskan waktu mencari nafkah di luar rumah. Sedangkan, laki-laki Sebagai ayah menghabiskan waktunya di rumah untuk mengambil peran Rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, hingga mengasuh (dagun,1990). 

Salah satu perubahan tersebut adalah tentang pertukaran peran suami istri dalam beberapa Keluarga yang ada di sekitar kampung saya, yang mana adanya konsepsi perkawinan yang tradisional tidak berlaku pembagian tugas Dan peran suami istri. Konsep ini lebih mudah dilakukan karena segala urusan Rumah tangga dan pengasuhan anak menjadi tanggung jawab istri, sedangkan tugas suami yaitu mencari nafkah. Namun tuntutan perkembangan kini telah Semakin mengaburkan pembagian tugas tradisional tersebut.

Seperti perubahan yang terjadi di sekitar kita bahwa ada perubahan peran yang tidak sesuai dengan pembagian peran yang dilakukan oleh masyarakat umumnya di lingkup keluarga inti nya, yang mana muncul sebuah fenomena mengenai pertukaran peran antara suami dan istri yang ditandai dengan sebagian besar tugas rumah tangga yang biasanya identik dikerjakan oleh para istri kini bergeser menjadi pekerjaan suami. 

Begitu sebaliknya, istri yang seharusnya mengurus pekerjaan rumah tangga, namun dia harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya sehingga saya sering menjumpai ibu bekerja sedangkan ayah menjaga anak sering kali juga mengantar dan menjemput anaknya sekolah dan melakukan pekerjaan rumah.

Faktor yang menyebabkan pertukaran peran di dalam keluarga yang saya ketahui dan jumpai di kampung saya adalah karena faktor tuntutan ekonomi. Alasan kebutuhan ekonomi akhirnya dapat menyebabkan pertukaran peran dalam keluarga, pekerjaan suami yang tidak tetap, terkena PHK ( pemutusan hubungan kerja) saat pandemi covid-19 ,pendidikan yang rendah sulit dalam mencari pekerjaan, sehingga membuat akhirnya istri yang harus bekerja sebagai tulang punggung keluarga. Selain itu, punya riwayat sakit yang mengharuskan ia tidak boleh terlalu kelelahan, juga membuat seorang istri harus bertukar peran untuk mencari nafkah.

Dampak dari munculnya sebutan figur ayah rumah tangga akhirnya menimbulkan reaksi berupa gunjingan dari masyarakat sekitar kampung saya tersebut yang masih sangat kuat memegang konsepsi keluarga tradisional bahwa suami tugasnya mencari nafkah, sedangkan istri tugasnya menjaga anak dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci piring dan mencuci baju. Selain itu, juga dapat menimbulkan konflik-konflik peranan, dalam keluarga-keluarga di mana pola-pola peranan tradisional masih membekas kuat, konflik dapat timbul apabila si istri mencoba untuk memegang peranan yang tidak konsisten dengannya

Banyak Suami-suami yang berkeberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka dalam bidang-bidang yang dianggap merupakan hak mereka sendiri. Konflik-konflik ini sering terjadi salah satunya berasal dari istri-istri yang bekerja dan berpenghasilan. Masalah-masal yang berhubungan dengan peranan ini mungkin tergantung terutama pada sikap sang suami.

Jika dia dapat menerima pekerjaan istrinya dengan pengertian, masalah- masalah penyesuaian dapat diperkecil. Jika dia tetap berkeberatan terhadap peranan ini, masalah-masalah akan bertambah besar sebab, sang suami dapat saja percaya bahwa urusan dapur merupakan hak si istri dan tidak akan meluas menjadi keputusan-keputusan pokok. Apabila peranan-peranan tersebut bertentangan terus menerus, maka disorganisasi keluarga dapat terjadi.

Berdasarkan paradigma budaya Jawa Tradisional, kekuasaan seorang istri pada Masyarakat Jawa tradisional hanya sebatas dalam hal-hal domestik saja seperti membersihkan rumah, memasak dan Mencuci. Sementara seringkali suami diharuskan bekerja untuk mencari nafkah. 

Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari adanya pembagian peran dan fungsi suami istri tak lain adalah manifestasi dari Penafsiran atas ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat di Indonesia, yakni sebuah nilai yang menempatkan laki-laki sebagai jenis kelamin yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan rekannya dari jenis lain, yaitu Perempuan. Pandangan demikian, juga tidak dapat dilepaskan dari adanya pola budaya patriarki yang ada dalam masyarakat.

Budaya Patriakri yang langgeng berkembang di tatanan masyarakat Indonesia membuat laki laki menempati hierarki teratas, dan menjadikan perempuan menjadi strata nomor dua. 

Potret dari budaya patriarki ini sangat tidak menguntungkan bagi posisi perempuan. Khususnya dalam konteks kebudayaan jawa yang mana masyarakatnya beranggapan bahwa perempuan yang baik adalah perempuan yang tunduk dan patuh terhadap peran-peran yang telah dikonstruksi oleh mayoritas masyarakat yang mana perempuan sebagai istri harus menunaikan kewajibannya sebagai perawat rumah tangga, mendidik anak dengan naluri keibuan yang dimilikinya, juga mengatur uang dengan sebaik-baiknya sehingga streotipe tentang perempuan yakni sebagai orang yang lemah, banyak bergantung kepada suami,dan hanya mampu mengerjakan pekerjaan domestik saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun