Politik dalam suatu negara adalah bagian penting pemecah dinamika persoalan bangsa baik langsung maupun tidak. Jika saja politik didinamisir positif dalam kehidupan bernegara bukan tidak mungkin suatu negara akan semakin maju dan berkembang sejalan dengan dinamika hidup bermasyarakat di suatu negara.
Hal terungkap jelas kurang bisa diterima kelompok tertentu yang lagi menikmati pesta pora dalam masa transisi Pilpres dan Pileg April mendatang tapi inilah statement pribadi kesimpulan sementara menyimak fenomena politik bernegara belakangan ini menjelang Pemilu serentak April mendatang.
Politik dan dampaknya saat ini dalam wacana kehidupan bernegara jika diperhatikan sudah seharusnya diwacanakan serius seluruh elemen atau komponen bangsa demi menjamin kedamaian dan kestabilan kondisi bangsa menjelang Pemilu serentak.
Saat ini negara bangsa seakan bagai gerimis mengundang karena yang terlihat jelas maju pesat pembangunan bersama yang terlihat beberapa waktu kemarin kini mulai terlihat cukup mendapat tekanan dan tahanan serta hambatan.
Hal terungkap mungkin kini jadi kenyataan dalam kehidupan bernegara yang tak terelakkan disaat sekarang. Bisa kita hanya menyikapi dan menghikmati semua kenyataan belakangan ini dengan beberapa lirik lagu penuh makna seperti lirik lagu gerimis mengundang :
bukan sekejap denganmu, bukan mainan hasratku
kau pun tahu niatku tulus dan suci
senang benar kau ucapkan, kau anggap itu suratan
sikit pun riak wajahmu tiada terkilau
hanya aku separuh nyawa, menahan semua di dada
sedangkan kau bersahaja, berlalu tanpa kata
terasa diri amat terhina kau lakukan
terasa diri amat terhina kau lakukan
sia-sia ku korban selama ini
jika kasihku, jika hatiku kau guris ho ho ho
dalam tak sadar ku menangis
(SLAM)
Syair lagu gerimis mengundang inilah yang menjadi bayang-bayang kehidupan politik dalam negeri negara maka sebagai warga bangsa yang  merasa menyesal terlahir dan hidup di negeri ini mengapa demikian? Pertanyaan dimaksud terjawab dikarenakan :
Ikhlasnya hati
Sering kali disalah erti
Tulusnya budi
Tidak pernah engkau hargai
Berlalu pergi dengan
Kelukaan ini
Kumengalah ku bersabar
Bertentang mata seolah-olah tiada apa
Berpaling muka ada saja yang tidak kena
Mencari sebab serta alasan yang kukuh
Supaya tercapai hajatmu
Manis dibibir memutar kata
Malah kau tuduh akulah segala penyebabnya
Siapa terlna pastinya terpukau
Pujukmu, rayumu, suaramu
Yang menagih simpati dan harapan
Engkau pastinya tersenyum
Dengan pengunduran diriki
Tetapi bagi ku pula
Suatu ketenangan
Andai kita terus bersama
Belum tentu kita bahagia
Selagi...
(EXIST)
Mengapa lirik lagu dimaksud yang sengaja dikedepankan karena bangsa dan negara ini cukup dipenuhi dengan individu yang lebih banyak manis di bibirnya memutar kata seperti apa ungkapan syair lagu di atas. Memang luar biasa tantangan yang harus dilalui  pemerintah bangsa dan negara saat ini dalam mengamankan amanat suci para pendahulu yang mengiginkan negara tumbuh dan berkembang menjadi negara yang besar karena keharmonisan dalam menjaga keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan bernegara.
Kita semua akan begitu bertanya dan saling menyalahkan mengapa semua ini terjadi seperti Lirik lagu yang cukup menyayat hati kita bersama menyikapi kehidupan politik akhir-akhir ini yakni :
Kudengar suara jerit tangismu
sesepi gunung
Kulihat bening bola matamu
sesejuk gunung
Oh oh engkau anakku
yang menanggungkan noda
sedang engkau terlahir
mestinya sebening kaca
Apa yang dapat kubanggakan
Kata maafku pun belum kau mengerti
Dosa siapa, ini dosa siapa
salah siapa, ini salah siapa
Mestinya aku tak bertanya lagi
Kudengar ceria suara tawamu
menikam jantung
Kulihat rona segar di pipimu
segelap mendung
Oh oh engkau anakku
yang segera tumbuh dewasa
dengan selaksa beban
mestinya sesuci bulan
Apa yang dapat kudambakan
Kata sesalku pun belum kau mengerti
Dosa siapa, ini dosa siapa
Salah siapa, ini salah siapa
Jawabnya ada di relung hati ini
(EBIET G. ADE)
Demikian  mungkin lirik sebuah lagu yang kiranya relevan dijadikan bahan  renungan sederhana bersama guna menyikapi persoalan politik berbangsa saat ini. Bayang politik bernegara kita saat bagai buah simalakama adanya. Tapi sebagai warga negara yang arif harus bijak dalam menyikapi guliran kehidupan perpolitikan kehidupan bernegara saat ini.
Kondisi negara saat ini bisa jadi kalangan elit bangsa yang benar mengedepankan semangat murni kebangsaaan di bawah Panji Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 akan merasa lelah dan bingung hingga muncul lirik baru yang bisa mewakili ungkapan kondisi perpoltikan negara belakangan ini yang begitu memprihatinkan :
Di dalam tidur di dalam doa
Di dalam mimpi kita bersama kita bersatu bergandeng tangan
Di alam nyata apa yang terjadi
Buah semangka berdaun sirih
Aku begini engkau begitu sama saja
Ibu Bapa ku, Ayah bunda ku entah kemana
Ingin bertanya aku tak tahu pada siapa
Air mata ku dan air matamu apalah gunanya
Engkau begitu aku begini sama saja
Di dalam tidur di dalam mimpi kita berjanji
Membuka pintu buka jendela bersama-sama
Tapi lihatlah apa yang terjadi
Kita selalu berbeda rasa
Aku begini engkau begitu sama saja
(BROERY PESULIMA)
Sangat disesali kalau dalam syair lagu begitu lawas saja tergambar bagaimana kehidupan bagsa masa lalu yang begitu mengagungkan dan patut dipertahankan dalam lirik lagu  :
ribuan pulau tergabung menjadi satu
sebagai Bhinneka Tunggal Ika
Nusantara oh Nusantara
berlimbah limbah kekayaan Nusantara
tiada dua dimana jua
Nusantara oh Nusantara
siapa tak kenal Nusantara
siapa tak suka Nusantara
siapa tak sayang Nusantara
ohh
alam yang indah serta udara yang cerah
menjadi kebanggaan semua
Nusantara oh Nusantara
andaikan bunga terhempar sekitar kita
seakan ada didalam surga
Nusantara oh Nusantara
siapa tak kenal Nusantara
siapa tak suka Nusantara
(KOESPLUS)
Lantas bagaimana dengan kehidupan politik bangsa saat ini? Yang seakan bagai ada semacam semangat ingin menenggelamkan secara sengaja oleh kelompok tertentu minus semangat mulia patriotisme memajukan bangsa dan negara. Â Padahal sebagaimana diketahui banyak negara lain di luar sana sementara berlomba menggapai prestasi kerja dan terus bekerja dan berprestasi untuk maksud dan tujuan mulia memajukan bangsa dan negara mereka, melalui lompatan-lompatan akurat, cepat meninggalkan era demi era secara produktif bertanggungjawab. Akan tetapi kenyataan sementara terlihat di negara kita bagai ada nuasa bejat sekelompok elit yang sementara memikirkan bagaimana strategi akurat memporak-porandakan bangunan kebangsaan yang telah terbangun 74 tahun lamanya.
Sebenarnya mengungkap bagaimana kehidupan politik belakangan ini menjelang Pemilu serentak Pileg dan Pilpres April mendatang. Teramat miris dan memiluhkan bagi siapa saja yang bervisi misi mulia melihat persoalan bangsa dan negara tapi tidak demikian dengan yang sebaliknya, Â bisa jadi meraka bahkan akan terbahak-bahak dan menikmati pesta pora menyambut kehancuran bangsa dan negara kelak. Â Â
Akhirnya sebagai komponen bangsa peduli akan persoalan bangsa belakangan ini. Kutitip lirik lagu pengunci perenungan bersama menjelang pesta Pemilu Serentak April mendatang, agar kita semua kelak tepat dalam menetapkan siapa Capres dan Caleg terpilih untuk mengawal kedamaian dan keselamatan hidup bangsa ke depan dalam lirik lagu :
Haruskah hidupku terus begini
Dengan derita yang tiada akhir
Ke manakah jalan yang harus kutempuh
Agar kubahagia
Oh Tuhan, berikan petunjuk-Mu
Untuk kujadikan pegangan hidupku
Katakan salahku dan apa dosaku
Sampai kubegini
Aku tak sanggup lagi
Menerima derita ini
Aku tak sanggup lagi
Menerima semuanya
Oh Tuhan, berikan petunjuk-Mu
Untuk kujadikan pegangan hidupku
Katakan salahku...Â
(D'Lloyd)
By. Putera Timur Nusantara Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H