Tujuan pembelajaran sosial emosional adalah memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri). Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri).  Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan relasi).  Membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Tindak lanjut yang  membantu anak kita mengelola apa yang ada dalam diri mereka dan meningkatkan pembelajaran dengan melatih perhatian untuk mengembangkan well-being.
Mengembangkan well-being guru dan siswa.
Peran guru dalam menumbuhkan wellbeing bisa dilakukan melalui proses coaching yang merupakan sebuah percakapan, dialog saat seorang coach dan seseorang berinteraksi dalam sebuah komunikasi yang dinamis untuk mencapai tujuan, meningkatkan kinerja dan menuntun sesorang mencapai keberhasilannya dengan komunikasi memberdayakan. Komunikasi memberdayakan mencakup komunikasi asertif, pendengar aktif, bertanya efektif dan melakuka umpan balik positif.
Pengembangan coaching TIRTA berarti air (Sansekerta).  Murid diibaratkan air tugas guru adalah  memastikan air mengalir tanpa sumbatan dan coaching merupakan alat untuk menyingkirkan sumbatan sehingga dapat mencapai  manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Â
Sebagai Sang Penuntun harus mampu menumbuhkan kesadaran penuh yang dilandasi perhatian yang berkualitas, keterbukaan, rasa ingin tahu, apresiasi, refleksi, kepedulian agar dapat mengelola kompetensi sosial dan emosional dirinya dan dapat menerapkan pembelajaran kompetensi sosial dan emosional maupun pembelajaran diferensiasi bagi murid di kelas, sekolah, dan komunitasnya untuk terwujudnya kesejahteraan psikologi (well-being).
Menyadari dan memahami bahwa pemikiran filosofis pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan perkembangan pendidikan Abad ke-21 dapat menguatkan paradigma berpikir Among, prinsip coaching, kompetensi inti coaching, alur percakapan TIRTA dan supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching sehingga mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang melaksanakan praktik pembelajaran yang berpihak pada murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H