Keluarga besar bersatu padu untuk menenangkan mereka sekeluarga. Kami tahu, musuh terbesar covid 19 adalah imunitas yang tinggi dan hati yang gembira.Â
Terjadilah kehebohan di perumahan beliau. Warga perumahan mulai "menghindar" dan menatap dalam pandangan 'takut tertular". Permintaan warga untuk rapid test dipenuhi oleh pemerintah kabupaten setempat.Â
Hasli rapid test melegakan, karena sulurh warga perumahan hasilnya negatif. Keluarga pasien menjalani karantina mandiri di rumah. Warga melakukan penerapan secara nyata sikap kegotongroyongan.Â
Setiap pagi selalu ada kiriman segala sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka. Pagar gerbang rumah mereka menjadi tempat untuk menggantungkan bantuan dari warga sekitar. Macam-macam bentuknya, sayur, lauk, bahan-bahan makanan sampai susu.Â
Perhatian yang memberikan rasa damai bagi keluarga pasien. Bukan karena banyak dan jenis hantaran yang tertata di pagar rumah namun karena RASA PEDULI dan PERHATIAN mereka. Penghargaan yang mampu membahagiakan dan memberi rasa tenang bagi keluarga pasien.
Selama menjalani perawatan, kami bergantian video call dengan si sakit. Sering-sering memberi hiburan dalam kesendirian beliau di rumah sakit. Om ku masih tanpa gejala. Beliau sangat sehat, tidak batuk apalagi sesak nafas. Di rumah sakit hanya tidur, nonton TV, makan, dan jalan-jalan di kamarnya.Â
"Paling ya keluar ke beranda." kata Beliau. Kamar pasien isolasilumayan mewan. Ber AC, kamar mandi di dalam, bed yang nyaman dan  memang ada semacam teras kecil yang tidak terhubung dengan tempat lainnya.Â
Hanya pasien dalam kamar tersebut yang bisa keluar ke situ. Om ku tetap sehat, tanpa gejala apapun sampai hari ke 10 -an. Sementara teman-teman kantornya yang kemarin positif sudah keluar dari rumah sakit karena hasil swap berikutnya sudah keluar dan negatif. Â
Merasa kasihan dan bingung menunggu hasil swab kedua yang belum turun, aku mencoba menghubungi seorang teman kuliah. Kebetulan dia duduk di DPR RI dapil Kota Penari. Kuceritakan semuanya. Dari awal sampai kondisi terkini.
'Kalau tidak ada gejalan kan lebih baik isolasi mandiri di rumah." Kataku padanya. Rasa sendirian dan tertekan bisa menjadi awal sakit bagi om ku. Adik tingkatku itu segera menjalankan tugasnya menghubungi beberapa pihat yang bisa memberi penjelasan valid tentang keadaan di sana. Termasuk mencari tahu lamanya SWAP turun. Sehari kemudian aku sudah diberitahu hasilnya.Â
Intinya, Om ku boleh melakukan isolasi mandiri di rumah asal mendapat ijin dokter yang merawat. Jadilah demikian. Secara personal om ku menyampaikan keluhannya dan dokter yang merawat mengijinkan pulang esok harinya. akhirnya setelah melakukan pemeriksaan di rumah sakit, om ku pulang dengan membawa surat ijin isolasi mandiri di rumah.Â