Candi Borobudur, warisan leluhur yang dikenal mendunia, bukan hanya sebuah death monument atau background foto yang dipajang di media sosial. Candi Borobudur adalah mahakarya leluhur yang menyimpan berbagai ilmu pengetahuan dan nilai-nilai luhur.Â
Candi yang dibangun oleh Dinasti Syailendra 13 abad silam ini memiliki 1460 panel relief cerita dan 1212 panel relief dekoratif. Selain itu terdapat 226 relief alat musik, yang dipahat dalam 40 panel dan menampilkan 40 jenis alat musik.Â
Sejauh ini tidak ada situs lain yang menampilkan relief alat musik sebanyak di Borobudur, jadi bisa dikatakan Borobudur saat itu menjadi titik temu lintas bangsa dan budaya, bahkan sangat mungkin Borobudur pusat musik dunia.
Borobudur Memanggil
Dalam perjalanannya, Sound of Borobudur telah berhasil merekonstruksi 18 instrumen dawai kayu, 5 instrumen berbahan gerabah dan 1 buah instrument idiophone berbahan besi. Dengan modal awal beberapa alat musik tersebut, pembuatan video klip Sound of Borobudur dilakukan dan dijadikan alat "panggil" Borobudur ke penjuru dunia.Â
Tak disangka ternyata 11 negara menjawab panggilan itu dengan mengirimkan berbagai dokumen baik audio maupun video bermain alat musik. Kesebelas negara tersebut diantaranya, Taiwan, Spanyol, Amerika Serikat, Filipina, Laos, Myanmar, Jepang dan China.
Konferensi Internasional Sound of Borobudur
Dalam sambutannya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan bahwa Borobudur memiliki 1460 relief yang sarat akan makna.Â
Dalam relief tersebut digambarkan bahwa masyarakat Jawa Kuno sudah mengenal berbagai macam seni pertunjukkan  termasuk musik yang digunakan pada kegiatan ritual upacara, budaya, komunikasi dan bahkan media diplomasi.
"Ini adalah saat yang tepat untuk menggali sumber pengetahuan dari Candi Borobudur yang menggaungkan nilai-nilai universal yang terdapat pada reliefnya. Ternyata nilai toleransi, menghargai keberagaman, persahabatan antar bangsa telah dijunjung leluhur kita. Kita perlu belajar dari sini," tegas Sandiaga Uno dalam pidato sambutannya.
Sementara itu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang hadir secara daring berharap bahwa pentas seni yang berisi kolaborasi para musisi untuk membunyikan kembali alat musik yang terpahat dalam relief candi Borobudur segera terwujud.
Ganjar Pranowo juga menambahkan bahwa pentas seni tersebut dapat menjadi cerita yang menarik, yang dapat disebarkan lewat media sehingga menjadi konsumsi publik. Nah dari konsumsi publik inilah kemudian dapat menegaskan bahwa sejarah bermusik juga berawal dari Borobudur. Bahkan beliau juga menyatakan dukungannya agar Borobudur menjadi pusat kesenian dunia dan tidak menutup kemungkinan tarian-tarian yang terpahat di relief candi bisa dipentaskan kembali sehingga menambah daya tarik kawasan Borobudur.
Selain itu menurut pengampu utama Yayasan Padma Sada Svargantara, Purwa Tjaraka, sudah waktunya peradaban mengenai Borobudur ini diperkenalkan sebagai aset bangsa yang membanggakan sekaligus memberi pelajaran bahwa bangsa kita dulu pernah berkumpul, bersatu, bermain musik bersama dengan penuh toleransi.
"Musik tidak memilah-milah suku atau agama. Semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang terus bersatu dengan jiwa dan raga," ujar Purwa Tjaraka dalam sambutannya secara daring. Purwa Tjaraka juga berharap bahwa Sound of Borobudur dapat menjadi identitas Borobudur dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Merangkai Kembali Hubungan Antar Bangsa Melalui Musik
Pada sesi pertama menghadirkan narasumber Profesor Emerita Margaret Kartomi AM,FAHA, Dr.Phil, Guru Besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University Australia. Â
Dalam pemaparannya, beberapa alat musik yang ditemukan di relief candi Borobudur ini telah menyebar ke nusantara bahkan dunia. Seperti pada relief yang menunjukkan alat musik tiup (terompet) dari kerang, saat penelitian beliau masih menemukan terompet tersebut digunakan oleh suku Laut di Kepulauan Riau. Kemudian alat musik yang berupa bel besar, ternyata ditemukan juga di India dengan sebutan Ghanta. Â
Pembicara kedua adalah musisi terkenal Indonesia, Addie MS yang membicarakan tentang bagaimana musik dapat dibawa ke posisi strategis sebagai pemersatu dan antologi perbedaan sebagai kekayaan yang membentuk harmoni. Menurut Addie MS, relief yang terpahat di candi Borobudur merupakan bukti otentik yang menunjukkan bahwa bangsa kita sudah berinteraksi dengan bangsa lain lewat instrument musik.
Selanjutnya pembicara ketiga pada sesi pertama diisi oleh Tantowi Yahya. Beliau saat ini menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Selandia Baru, Samoa, Tonga, Cook Islands dan Nieu serta Dubes Keliling untuk Wilayah  Pasifik.Â
Dalam pemaparannya secara daring, Tantowi mengingatkan kembali bahwa Indonesia merupakan bagian dari wilayah Pasifik. Hal ini berarti Indonesia dan negara-negara lain di wilayah Pasifik memiliki beberapa kebiasaan (habbit) dan budaya (Culture) yang hampir sama. Bahkan sampai warna musik yang dihasilkan juga hampir sama. Musik sudah menjadi diplomasi budaya dan alat komunikasi antar bangsa.
Membangun Sound Destination
Borobudur dapat dijadikan sound destination berupa wisata edukasi dan wisata musikal. Untuk itu Prof Baiquni mengajak masyarakat sekitar untuk turut serta mensukseskan sound destination dan melestarikan musik leluhur.
Pembicara selanjutnya adalah Direktur Industri Kreatif, Musik, Film dan Animasi Kemenparekraf RI, Dr Muhammad Amin S.Sn MsN MA. Moe Chiba selaku perwakilan UNESCO dan Sulaeman Schendek perwakilan Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) Singapore.
Candi Borobudur yang sudah sejak lama masuk ke dalam situs warisan dunia UNESCO. Menikmati Wonderful Indonesia rasanya kurang lengkap tanpa daftar Candi Borobudur di dalamnya.
Untuk saat ini Borobudur merupakan salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) dari Kemenparekraf yang diarahkan untuk menjadi destinasi wisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Pelestarian candi Borobudur dan pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi prioritas utama dalam pengembangan Destinasi Super Prioritas (DSP) .
Perlu Kolaborasi Berbagai Pihak
Untuk mewujudkan cita-cita luhur, membunyikan kembali Borobudur seperti 13 abad yang lalu tentu diperlukan kolaborasi berbagai pihak. Serta untuk mewujudkan Destinasi Super Prioritas (DSP) Kemenparekraf juga tidak bekerja sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H