Mohon tunggu...
niken nawang sari
niken nawang sari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Ibu Rumah Tangga yang suka jalan-jalan ke bangunan kolonial, suka menulis hal berbau sejarah, dan suka di demo 2 ekor kucing. Blog pribadi www.nickenblackcat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menemukan Kepingan Sejarah di Kota Wates

16 Juli 2018   00:43 Diperbarui: 16 Juli 2018   12:17 3268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Nyi Ageng Serang (Detik.com)

Bale Agoeng. copyright : Komunitas Sesaba Adikarta
Bale Agoeng. copyright : Komunitas Sesaba Adikarta
Setelah puas memandangi bangunan Dinkes, perjalanan dilanjutkan menyusuri alun-alun ke arah timur hingga sampai di kompleks perkantoran pemerintah kabupaten Kulon Progo. 

Di kawasan kompleks yang modern ini ternyata nyelip satu bangunan kecil yang disebut Bale Agoeng. Bangunan sisa kolonial ini memang sengaja disisakan karena merupakan saksi bisu sejarah penggabungan tanah kedua kerajaan menjadi satu kabupaten Kulon Progo. Sampai saat ini belum diketahui siapa perancang Bale Agoeng dan kapan Bale Agoeng ini berdiri di Wates.

Tugu Pagoda dibuat sebagai ucapan terimakasih etnis Tionghoa kepada penguasa Adikarta saat itu. pic : Watespahpoh
Tugu Pagoda dibuat sebagai ucapan terimakasih etnis Tionghoa kepada penguasa Adikarta saat itu. pic : Watespahpoh
Kemudian saya diajak ke timur hingga mendekati perlintasan kereta api untuk melihat tugu Pagoda. Nah herannya selama ini saya tidak pernah memperhatikan adanya tugu pagoda di dekat perlintasan kereta api padahal tugu ini warnanya cukup mencolok dengan lingkungan sekitarnya.

Tugu Pagoda dibangun oleh masyarakat Tionghoa pada tahun 1931 dengan maksud berterima kasih kepada penguasa Kabupaten Adikarta karena mereka telah diberi tempat di Wates. Letak Tugu Pagoda di dekat perlintasan adalah karena saat itu kantor bupati Adikarta ada di sebrang tugu pagoda (yang saat ini ditempati oleh Gedung Kaca). 

Jejak warga tionghoa di Wates tidak begitu banyak yang tertinggal, hanya Tugu Pagoda, bong (makam) yang terletak di selatan SMA 1 Wates dan bong yang terletak di Giripeni.

bagian dalam Gereja Kristen Jawa Wates. pic : Komunitas Sesaba Adikarta
bagian dalam Gereja Kristen Jawa Wates. pic : Komunitas Sesaba Adikarta
Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju GKJ Wates yang ada di sebelah utara kompleks kantor bupati. Gedung GKJ Wates ini diresmikan pada tanggal 7 November 1930 oleh Ds.Pos setelah mendapatkan bantuan dari jemaat kristen Belanda langsung dari Belanda. 

Pembangunan gedung gereja ini diharapkan dapat melayani warga kristen untuk beribadah di Wates. Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1938 Rebin Hardjosiswoyo diangkat menjadi pendeta pertama GKJ Wates hingga akhirnya beliau pensiun pada tahun 1964. 

Ketika membuka pintu gereja, coba untuk mendongak ke atas karena akan disuguhi pemandangan berupa atap dengan kuda-kuda berupa besi baja ala kolonial.

gedung media center. sumber : wikimapia.org
gedung media center. sumber : wikimapia.org
Tujuan terakhir adalah gedung media center yang ada di sisi timur alun-alun Wates. Tidak banyak informasi yang saya dapatkan mengenai gedung ini, hanya dari bangunannya masih terlihat bahwa gedung ini adalah peninggalan kolonial.

Saat itu juga hari minggu jadi tidak ada petugas yang bisa diminta keterangannya mengenai sejarah bangunan gedung media centre.

Sebelum kembali ke gazebo depan rumah dinas bupati, saya dan teman-teman mampir melihat monumen tentara pelajar yang menghadap danrem. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun