Di kawasan kompleks yang modern ini ternyata nyelip satu bangunan kecil yang disebut Bale Agoeng. Bangunan sisa kolonial ini memang sengaja disisakan karena merupakan saksi bisu sejarah penggabungan tanah kedua kerajaan menjadi satu kabupaten Kulon Progo. Sampai saat ini belum diketahui siapa perancang Bale Agoeng dan kapan Bale Agoeng ini berdiri di Wates.
Tugu Pagoda dibangun oleh masyarakat Tionghoa pada tahun 1931 dengan maksud berterima kasih kepada penguasa Kabupaten Adikarta karena mereka telah diberi tempat di Wates. Letak Tugu Pagoda di dekat perlintasan adalah karena saat itu kantor bupati Adikarta ada di sebrang tugu pagoda (yang saat ini ditempati oleh Gedung Kaca).Â
Jejak warga tionghoa di Wates tidak begitu banyak yang tertinggal, hanya Tugu Pagoda, bong (makam) yang terletak di selatan SMA 1 Wates dan bong yang terletak di Giripeni.
Pembangunan gedung gereja ini diharapkan dapat melayani warga kristen untuk beribadah di Wates. Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1938 Rebin Hardjosiswoyo diangkat menjadi pendeta pertama GKJ Wates hingga akhirnya beliau pensiun pada tahun 1964.Â
Ketika membuka pintu gereja, coba untuk mendongak ke atas karena akan disuguhi pemandangan berupa atap dengan kuda-kuda berupa besi baja ala kolonial.
Saat itu juga hari minggu jadi tidak ada petugas yang bisa diminta keterangannya mengenai sejarah bangunan gedung media centre.
Sebelum kembali ke gazebo depan rumah dinas bupati, saya dan teman-teman mampir melihat monumen tentara pelajar yang menghadap danrem.Â