"Iya. Lumayan sih. Dibilang jauh nggak juga. Dibilang dekat buktinya masih makan waktu lebih dari 3 jam kalau dari sini," sahut Bu Berlian.
"Kenal sama bapak di mana Bu? Teman kerja ya?" tanyaku kembali asal-asalan.
Maklum aku baru saja menguap. Tanda-tanda kantuk mulai menyerang. Jadi aku harus sering bertanya agar tak tertidur.
"Teman kuliah. Satu angkatan. Tapi beda jurusan," jawab Bu Berlian lengkap.
Aku mengangguk paham sembari tersenyum.
"Saya tadi mengira kalau nggak teman kerja ya di ta'arufkan  gitu," kataku terus berusaha untuk berbicara.
Bu Berlian tersenyum lebar.
"Gitu ya? Tapi bukan nih. Teman kuliah kok,"
Aku menguap untuk kedua kalinya. Celaka ini kalau terus-terusan begini.
"Bu, maaf nih bertanya, dulu bagaimana ibu bisa yakin Pak Mahfud itu jodohnya ibu?" tanyaku sekenanya. Aku harus terus bicara agar tak menguap kembali.
"Semoga beliau tak tersinggung," pekikku dalam hati. Aku sudah nggak ngerti musti bertanya apalagi. Yang terlintas ya cuma itu. Akhirnya aku ucapkan saja daripada mikir lagi.