Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: Rakun dan Tupai Tersesat

15 Januari 2021   15:13 Diperbarui: 15 Januari 2021   15:49 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rakun (www.pestworld.org)

Tupai (www.cdns.klimg.com/merdeka.com)
Tupai (www.cdns.klimg.com/merdeka.com)

Pada suatu sore musim panas, di halaman luas mall Ottawa, terlihat seekor Tupai yang sedang kebingungan. Penampilannya yang terlihat cukup bersih dan rapi, membuat Rakun yang sedang sibuk mencari makanan tidak jauh dari lokasi Tupai, terbawa penasaran ingin bertanya.

"Hey Tunis, kenapa kamu terlihat bingung?" tanya Rakun dengan nada gentlenya.

".....????....." Merasa bukan dirinya yang disapa, Tupai hanya menoleh dan tidak menjawab sepatah katapun.

"Eh, cantik-cantik sombong amat." Lanjut Rakun yang tak menyerah mencari tahu tentang kebingungan Tupai. Rakun pun segera turun dari tong sampah yang selalu menjadi tempat langganannya untuk mencari makanan, dan segera berjalan mendekati Tupai.

"Hey kamu, kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" Tanya Rakun lagi masih semangat.

"Namaku bukan Tunis!" Jawab Tupai dengan nada super cuek. Merasa tak kenal dengan Rakun, Tupaipun berlalu meninggalkan Rakun.

"Hey, ya ampun kamu cuek amat. Iya, namamu siapa? Namaku Rakun. Aku bukan Rakun jahat yang berniat memangsamu. Aku sejak tadi sudah melihatmu seperti sedang kebingungan mencari sesuatu. Aku berniat membantumu bila perlu." Cerocos Rakun sambil mengikuti langkah cepat Tupai dari belakang.

"Aku tidak butuh. Sana pergi, jangan ikuti aku." Tupai yang merasa risih dengan gelagat Rakun semakin menambah kecepatannya. Namun Rakun masih belum menyerah.

"Aku bukan asli penduduk sini. Tapi sudah lumayan lama tinggal disini. Mungkinkah kamu juga tersesat sepertiku?" Tanya Rakun lagi berupaya mendapat perhatian Tupai.

Mendengar pernyataan terakhir Rakun, Tupai yang merasa tertarik, langsung menghentikan langkahnya.

"Kenapa kamu tersesat?" tanya Tupai penasaran.

Merasa tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapat perhatian Tupai, Rakun kemudian bercerita panjang-lebar tentang kisahnya hingga tersesat di tempat itu.
Tupai yang telah bersedia mendengarkan cerita Rakun, dia akhirnya menyatakan pendapat pertamanya.

 "Kamu payah sekali sampai tidak ingat kenapa bisa tertinggal majikanmu di sini."

"Kan aku sudah bilang kalau aku saat itu sedang tidur. Ketika terbangun, aku sudah sendirian di sini. Aku tidak tahu ada dimana dan harus kemana mencari majikanku. Aku gagal menemukannya sampai sekarang" Rakun mencoba menjelaskan lagi.

"Jadi sampai sekarang kamu masih sendirian dan belum menemukan majikan baru?" Tanya Tupai lagi.

"Belum. Tapi aku nggak sendirian kok. Kan aku disini bersamamu." Rakun menjadi sibuk merayu.

"Yeeee..!"

"Senyum dong. Masih jutek aja." Rakun masih mencoba mengeluarkan jurus rayuan supaya Tupai tidak lagi meninggalkannya.

"Sudah ya. Aku mau melanjutkan pencarianku. Majikanku juga pasti sedang kebingungan mencariku." Tupai yang ingin terlihat jual mahal langsung saja berlalu.

"Hey, aku bisa membantumu."

Tupai menghentikan langkahnya lagi, tapi belum ingin mengajukan pertanyaan apapun.

“Aku bisa membawamu kembali ke rumah majikanmu.” Lanjut rayuan Rakun meyakinkan.

“Kamu kenapa sih masih saja mengikutiku? Tolong jangan makan aku. Aku ingin pulang.”

“Percayalah aku tidak akan memakanmu. Aku hanya ingin menolongmu. Sebutkan saja alamatmu, aku mungkin tahu.”

Dengan raut muka ragu-ragu tapi mau, Tupai segera meng-iyakannya. Mereka kemudian berangkat  ke alamat yang disebutkan Tupai dengan berjalan beriringan.

“Kamu tahu darimana alamat tinggal majikanku? Kamu seperti tidak asing dengan alamat itu.” Tupai menjadi pihak yang berganti penasaran tentang si Rakun. 

“Iya, aku tahu. Ayo jalan saja.” Jawab Rakun percaya diri.


Sesampainya di gang jalan menuju rumah si Tupai, Tupai menghentikan langkahnya.  Ia curiga dan semakin penasaran mengapa si Rakun bisa tahu alamat rumahnya. Bahkan dia yang sebetulnya memiliki maksud tersembunyi kepada Rakun belum menyebutkan secara spesifik alamat rumah yang dimaksud.

“Siapa kamu sebenarnya?” Tanya Tupai tanpa basa basi.


“Apa maksudmu?” Rakun juga ikut berhenti dan menjawab pertanyaan Tupai enteng.

“Darimana kau tahu jalan menuju rumah majikanku?” Tupai bertanya dengan nada menggertak.

“Iya Maaf. Aku memang tahu alamat rumahmu.” Lanjut Rakun.

“Ya, jelaskan kenapa bisa?” Tanya Tupai semakin curiga dan panasaran.

“Aku dulu pernah tinggal dirumah majikanmu.”

“Apa? Lalu maksudmu kau ingin pulang bersamaku? Dan ngomong-ngomong bagaimana kau tahu aku tinggal ditempat majikanmu dulu?”

“Aku kenal kalung yang kau pakai itu. Dulu aku juga pernah memakainya” Rakun berbicara dengan mengarahkan pandangannya ke kalung yang menempel di leher Tupai.

Tupai melongo dan melanjutkan,“Kalau begitu kau jangan ikut denganku. Kembalilah. Sampai disni saja kau mengantarku.”

“Loh, memangnya kenapa? Mungkinkah ada hal yang kau sembunyikan dariku?” tanya Rakun meminta klarifikasi.

“Sebentar, mungkinkah kau tahu sesuatu tentang majikanku.”Tupai langsung menimpali.

Rakun dan Tupai mulai menguak sebuah rahasia yang tersimpan dibenak masing-masing sejak pertemuan mereka.

“Ya, aku dulu sengaja pergi dari rumah itu setelah tahu aku akan mati.” Jujur Rakun.

“Apa?” Tupai terlihat shok.

“Maaf, tadi aku telah berbohong soal kebenaran kisahku. Tapi kenapa kamu terlihat shok begitu?”Jujur Rakun lagi. Melihat ekspresi wajah Tupai yang bingung, curiga, penasaran, bercampur menjadi satu, Rakun jadi bertanya-tanya. 

“Aku minta maaf. Sebetulnya aku sengaja diminta oleh majikanku untuk membawa seekor Rakun kesini. Dan hari ini kau adalah satu-satunya Rakun yang kutemui. Tapi percayalah, aku tidak tahu kalau Rakun itu akan dibunuh majikanku.” Tupai juga ikut jujur.

“Lalu, kenapa akhirnya kau mengatakannya padaku?” Tanya Tupai.

“Karena kukira kau akan dijadikan hewan kesayangannya sama sepertiku. Pergilah sekarang juga. Dan berjanjilah satu hal, kau tidak akan lagi mudah percaya pada orang lain, apalagi mudah tergoda dengan kecantikan fisik. Kalau kau tidak beruntung, kau bisa bernasib sial.”

“Baiklah. Terimkasih kawan. Ternyata kau tidak hanya cantik dan pintar akting, tapi kau juga baik. Jelas saja kau berpeluang jadi artis”

TAMAT


Fabel pertama dalam sejarah kepenulisanku,
Tidak lupa kusampaikan terimakasih untuk kolegaku yang telah memberikan masukan atas cerita ini.
Jepara, 15 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun