Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mereka-reka Dejavu

26 Desember 2020   18:26 Diperbarui: 26 Desember 2020   18:30 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Stock.adobe.com By yournameonstones)

1Pov: Amor

Pukul 13.00, ini memang waktunya kembali ke depan layar. Waktu istirahat siang sudah selesai. Bagi Amor, ketepatan waktu itu penting. Setidaknya dia sedang mencoba menerapkan kedisiplinan dalam satu hal ini. Yang lainnya, nanti disesuaikan lagi.

‘Klunting’…Terdengar nada notifikasi dari gawainya. Tapi dia tidak segera mengecek. Deadline laporan lebih penting mendapat perhatiannya kali ini. Dia lebih harap-harap cemas kalau laporan  itu tidak selesai sore ini, dia harus meneruskannya besok. Weekend apa boleh buat. Toh sepertinya itu bukan notifikasi pesan WhatsApp. Dia hafal betul itu.

“Gimana? Mau lembur malam ini atau besok?” Tanya koleganya menunggu keputusan Amor.

Memang di dalam tim kerjanya, Amor termasuk senior. Catatan kepegawaian lebih dulu ada namanya daripada koleganya yang lain. Sehingga, untuk urusan kejar proyek, hampir semua keputusan Amor lebih dipertimbangkan. Namun bukan berarti dia berusia tua. Dia bahkan masih kacau dalam hubungan asmara.

“Kita maksimalkan saja sampai setelah Isya, gimana?” Balas Amor terlihat lelah.

“Oke Boss. Anytime.”

2Pov: Zaya

Semua sudah siap. Everything has been inside the suitcase. Baju, make-up, dompet, kaos kaki, masker, hp, buku diary; oke lengkap.

Masih seperti mimpi Zaya sebentar lagi akan meninggalkan kota kelahirannya untuk mengejar cita-citanya melanjutkan S2. Meski tidak perlu mengadakan visa perjalanan, tapi dia cukup bangga sekaligus mellow. Harus bangga karena akhirnya bisa lolos beasiswa S2. Mellow karena dia akan meninggalkan keluarga tercinta dalam jarak yang meresahkan. Bagi anak rumahan seperti dirinya, jarak adalah lawan. Katanya hobi traveling, tapi rumah harus kembali menjadi tempat tidurnya setelah seminggu kedepan. Terserah dia.

“Kirim? Enggak!”
“Kirim? Enggak!”

Zaya menghela nafas bingung. Ragu dengan apa yang akan dilakukannya.

“Loh, katanya mau tidur?” Sapa Ibunya dari balik tirai pintu kamarnya. Mengagetkannya.

“Iya bu. Sebentar lagi.” Sedikit mundur, ia membetulkan posisi duduknya.

Sent. OMG!

3Pov: Amor

Besok harinya….

Alizaya Inggit. Amor tidak salah lagi membaca nama alamat email yang masuk ke inboxnya. Dia sungguh mengenali nama itu.

“Zaya? Apa yang dikirimkannya.” Gumam Amor dalam hati. Bertanya-tanya.

Tidak menunda waktu, ia langsung membuka pesan inbox emailnya yang ternyata sudah masuk sejak hari kemarin. Tentu saja ia sangat penasaran dengan isi pesan itu. Mengingat Zaya adalah teman sepermainannya. Seharusnya, Zaya bisa mengirimkan pesan itu dari WhatsApp, bila memang penting. Koq tumben sekali memakai pesan email? Meski bukan teman akrab, tapi mereka belum lama bertemu untuk sekedar makan malam bersama. Amor memang tipe laki-laki yang mudah berteman dengan siapa saja. Terutama welcome sekali dengan wanita. Mungkin presentase teman wanitanya lebih banyak.

--Dear Amor

Pertemuan kita sama sekali bukan mauku. Aku tidak pernah memilih untuk ditemukan denganmu; diberi rasa untuk mencintaimu, diberi harapan untuk mendapatkanmu, namun ternyata semua itu harus diakhiri dengan pahit dipihakku. Tahukah kamu kalau aku tidak siap untuk itu?

Aku masih ingat betul siang itu, suatu forum kecil yang tanpa rencana mempertemukan kita. Kita bersama-sama dengan yang lain bertemu untuk mendengarkan beberapa instruksi, lalu kita saling berkenalan, hingga sampai pada diskusi kelompok, dan dilanjutkan membuat beberapa perjanjian untuk tugas yang harus kita emban bersama setelah hari itu. Ya, itulah pertemuan pertama kita. Pertemuan istimewa kalau boleh ku bilang, karena kamu telah berhasil menghapus kedudukan cinta pahitku sebelumnya dan menggantikannya dengan posisimu disana.

Aku merasa aneh saat pertama kali melihatmu. Dari sekian banyak lelaki yang masuk di dalam ruangan itu, aku merasa hanya kamu yang pernah kukenal sebelumnya. Aku merasa tidak asing dengan wajahmu. Seperti kita pernah bertemu sebelumnya, yang entah dimana dan kapan. Dirimu seperti sosok yang amat dekat denganku. Tapi akupun heran, bagaimana bisa? Dan maukah kau tau apa yang aku rasakan tentang itu? Aku telah berpikir bahwa kamu mungkin jodohku. Sorry, aku tahu ini 'Dejavu'.

Waktu itu kamu duduk tepat dihadapanku. Waktu yang tidak lama itu telah membuatku agak sedikit gugup. Aku memang begitu bila berdekatan dengan seseorang yang aku sukai. Namun aku sudah pintar menutupi perasaanku, jadi tidak akan ketahuan oleh siapapun. Aku masih bisa bertingkah biasa saja seakan tiada terjadi apa-apa. Aku cukup pintar bersikap tenang dan menjadi diriku sendiri yang sebenarnya didepan semua orang. Tidak apa-apa untuk sebuah kesan pertama. Semua orang berhak tahu kan tentang siapa diri kita sebenarnya?

Ngomong-ngomong, haruskah aku menceritakan semua kisah kita dari awal sampai detik ini? Pentingkah itu?

Amor, Mengapa aku harus mencintaimu? Dan kenapa itu harus aku lakukan seorang diri tanpa balasmu? Kamu telah pernah memberiku harapan dan kepercayaan tentang adanya kita suatu hari nanti. Dan pula, kamu telah memotong harapan dan kepercayaan itu sekaligus tanpa sisa. Tidakkah kamu melihat ketulusan yang pernah aku lakukan untukmu yang juga tidak jarang aku tunjukkan padamu?

Aku sadar mungkin aku terlalu percaya diri dengan rasa ini. Harapku terlalu besar padamu tentang harapan sebuah kata KITA. Seharusnya aku tersadar dari awal bahwa aku telah salah mencintaimu. Seharusnya aku sadar kalau aku telah mencintaimu seorang diri yang pasti akan menyakitiku pada akhirnya nanti. Benarkah kamu tak pernah menganggapku ada? Aku sadar akulah yang salah bila Sakit ini akhirnya harus kurasa. Pemberian harapan yang aku maksud diatas ternyata pengharapan diriku sendiri yang kuciptakan sendiri dari cintaku yang begitu besar terhadapmu.

Harus ku akui, kamu tidak salah sama sekali. Kamu tidak pernah memberiku kata atau sinyal harapan apapun. Ketika aku merasa kita begitu dekat, itu hanyalah kesempatan biasa dari seorang teman. Ketika kamu mengajakku ke suatu tempat,hanya kita berdua, itu bukanlah cinta, namun hanya sebuah kesempatan yang engkau ambil karena kau membutuhkannya. Ketika suatu waktu kita menikmati perjalanan berdua, itu hanyalah pilihan yang tidak bisa kamu tolak ketika kamu telah mempertimbangkan tiada salahnya pergi denganku, sebagai seorang teman saja. Ketika suatu waktu kau bersikap baik dan lembut padaku, itu hanyalah bagian dari sikap baik yang kamu miliki dan ternyata kamu tunjukkan ke semua orang.

Aku memang telah terlalu jauh terbawa perasaan kepadamu. Hingga ketika kamu bersikap tidak baik padaku, aku akan sangat tersakiti olehnya. Pastinya kamu masih ingat saat itu, ketika semua orang tahu kalau aku menangis tanpa sebab yang jelas. Iya, kini aku jawab jujur bahwa ITU SEMUA GARA-GARA KAMU. Hatiku sangat terpukul ketika aku tahu ternyata aku bukanlah apa-apa bagimu. Kamu tidak menganggapku ada. Aku bukanlah siapa-siapa. Aku baru tahu kalau kemungkinan KITA tidak pernah ada. Kebaikanmu selama ini, tidak lebih, hanyalah kebaikan biasa. Lalu ketika hari itu datang, saat menyakitkan itu datang, akhirnya aku diberi tahu oleh Allah yang sebenarnya bahwa aku sedang mencintaimu seorang diri. Dan taukah kamu betapa sakitnya itu. Aku hanyalah wanita biasa yang sedang memiliki rasa cinta, hingga bila kenyataan membuktikan cinta yang menyedihkan ini, maka air matalah yang bisa mewakilinya.

Amor, kamu masih ada disini sampai detik ini. Tidak, aku tidak merindukanmu sama sekali. Akan tetapi aku mengharapkanmu untuk menjadi Mr Rightku. Aku memintamu untuk menjadi diaku. Aku memilihmu, Amor. Bolehkah aku mengatakan ini dengan jujur sekarang?

Cinta memang tidak bisa direncanakan. Dia tiba-tiba saja datang tanpa permisi. Melabuhkan rasanya pada hati yang tak pernah disangka. Aku tidak pernah meminta Allah untuk melabuhkan rasaku padamu. Aku juga tak pernah memilih untuk mengakhiri rasa ini sebelum aku sempat mengutarakannya padamu. Dan aku juga tak pernah menyangka bahwa rasa kita ternyata tak pernah bertemu sampai hari ini.

Jika memang takdir Allah memisahkan kita, tidak pernah menakdirkan kita untuk bersama sebagaimana harapanku, maka aku harus apa? Aku lemah dengan cinta ini. Aku hanya seoarang wanita yang mengikuti takdirnya untuk hanya bisa menyimpan rasa sampai kesempatan itu benar-benar ada atau bahkan hilang selamanya. Aku menaruh harapan yang besar tentang kisah masa depan kita. Aku belum bisa membiarkannya pudar begitu saja. Dan apakah setelah kenyataan yang aku temukan kemaren itu benar-benar akan menjadi akhir dari segalanya? Aku bahkan sekarang sangat merindukanmu. Setelah beberapa hari aku menghapus nomormu, aku selalu merindukan sosokmu. Lebih baik aku tidak melihat statusmu meskipun aku merindukanmu, karna semua itu hanya akan menciptakan luka bagiku, luka akan kenyataan bahwa aku tidak pernah menjadi siapa-siapa dimatamu.

Baiklah, bila takdir ini baik untuk kita, maka dengan sekuat hati aku akan menerimanya. Allah bahkan lebih tahu apa yang paling baik untuk kita hambanya. Mungkin pertemuan kita hanyalah sebuah pembelajaran berharga bagiku bahwa aku harus menjadi seorang wanita kuat dan penyabar ketika nanti dikirimkan laki-laki sholeh dampaan hati pengganti posisimu. Aku positif thinking bahwa inilah proses pembelajaran yang harus aku lalui. Aku akan berusaha baik-baik saja karena aku sudah berdoa untuk penggantimu yang 100% lebih baik.

Terimakasih untuk segala harapan dan waktu berharga yang pernah kamu berikan kepadaku. Aku sangat menghargainya. Kamu adalah laki-laki kriteriaku dengan segala kebaikan, kesholehan, dan sikap anehmu itu. Selamat tinggal dan sampai jumpa bila Allah masih memberi kita kesempatan untuk bertemu.

Aku tidak tahu kapan kamu membuka pesan ini. Bila ini sudah hari Sabtu malam, maka aku sudah berada jauh darimu. Aku sedang dalam perjalanan ke Universitas dambaanku yang pernah kuceritakan dulu. Maaf aku tidak menghubungimu dengan Pesan WA. Aku pikir email lebih baik.  

Salam yang paling hangat dariku,

--Zaya

HP yang sedari tadi tergeletak tak berguna karena tak sempat disentuh Amor setengah harian ini, buru-buru diambilnya. Apalagi yang bisa dilakukannya saat ini kalau bukan untuk menghubungi Zaya.

“Zaya, please kamu salah paham.” Gumam Amor dengan paniknya karena nomor Zaya sama sekali tak bisa dihubungi.

Bodohnya dia harus mendapati pernyataan cinta lebih dulu dari wanita yang selama ini juga sedang dia pikirkan. Ya, dia masih berpikir untuk menjatuhkan pilihan pada wanita yang akan dipilihnya. Setidaknya Zara adalah salah satu wanita yang berada dalam daftar pilihannya. Kini dia harus apa?

4Pov:Zaya

“Kamu jadi nulis cerpen dengan judul ‘Mereka-reka Dejavu’?” Tanya bestie Zaya yang beberapa detik lalu selesai membacakan karya cerpennya.

“Jadi dong. Ini sudah selesai. Siap Publish.” Jawab Zaya yang dari tadi tidak  fokus mendengarkan karangan fiksi sahabatnya itu. "Lha kamu kapan publish? Menurutku cepenmu tadi lebih cocok jadi Novel tahu. Kepanjangan itu alurnya” terang Zaya melanjutkan.

“Iyakah? Ah biarin. Daripada kamu yang bucin terus bikin cerpen romance”

TAMAT

Jepara, 26 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun