Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah di Masa Pandemic Covid-19, Why Not?

20 Juni 2020   19:17 Diperbarui: 21 Juni 2020   06:43 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture from: https://www.instagram.com/p/B-OTPwwpI2O/?igshid=za4ck0ubqmp9

Tidak dipungkiri, wabah Covid-19 telah memberi dampak merata pada seluruh urusan kehidupan manusia. Tidak hanya masalah ekonomi dan pendidikan yang dinilai paling berdampak, masalah sosial budaya dan keagamaan juga tidak kalah merepotkan. Tak terkecuali untuk urusan ‘pernikahan’.

Dalam Islam, pernikahan merupakan sebuah ibadah yang dianjurkan. Bagi muslim laki-laki dan perempuan yang sudah siap menjalani kehidupan bersama, dalam rangka mencari ridhlo Allah dan menjauhi perbuatan zina, maka diwajibkan keduanya untuk mengikatkan janji suci mereka melalui akad pernikahan.  

Meninjau sedikit tentang arti kata ‘pernikahan’ itu sendiri dan hukumnya, menurut asal katanya, pernikahan berasal dari kata dasar  ‘nikah’ yang diambil dari bahasa Arab ‘Nikkah’ yang artinya perjanjian perkawinan.

Kata nikah dalam bahasa arab juga memiliki arti lain yaitu persetubuhan. Sedangkan menurut istilah, definisi nikah menurut imam syafi’I, adalah akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan lafaz nikah, tazwij, atau lafaz yang maknanya sepadan.

Kemudian definisi nikah dilansir dari Dalamislam.com, pernikahan merupakan anjuran Allah SWT bagi manusia untuk mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan menurut kaidah norma agama. Sedangkan  hukum pernikahan dari sumber yang sama, Dalamislam.com, menyebutkan bahwa berdasarkan syariat islam dan tuntunan cara pernikahan yang benar, hukum pernikahan digolongkan menjadi lima kategori, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.

Hukum menikah menjadi wajib apabila seseorang telah mampu membangun rumah tangga dan bersamaan dengan itu, ia tidak dapat menahan dirinya dari perbuatan yang mendekati zina. Hukum menjadi sunnah apabila seseorang telah mampu membangun rumah tangga, namun tidak ada kekhawatiran baginya untuk melakukan hal yang menjerumuskannya ke lembah perzinahan. Meskipun demikian, agama islam sangat menganjurkan umatnya untuk segera menikah bila telah mampu memikul tanggung jawab pernikahan dan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Menikah menjadi haram apabila kedua calon mempelai belum memiliki kemampuan untuk menanggung jawabi kehidupan berumah tangga dan apabila dilaksanakan dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. 

Selanjutnya, hukum menikah makruh apabila kedua mempelai telah memiliki kemampuan menikah, namun ia masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina. Meskipun seseorang memiliki keinginan menikah, akan tetapi ia tidak memiliki tekad untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami atau istri, maka hukum nikah menjadi makruh.

Sedangkan hukum mubah menikah, yaitu apabila kedua mempelai telah mampu dan mau melakukan pernikahan, tetapi jika tidak melakukannya tidak dikhawatirkan akan berbuat zina dan apabila melakukannya tidak ada kekhawatiran menelantarkan istrinya. Hukum-hukum pernikahan diatas adalah berdasarkan keadaan dan kemampuan seseorang untuk melangsungkan pernikahan.

Tentu saja, sebelum seseorang memutuskan untuk menikah,dia harus mengetahui hukum pernikahan mana yang lebih condong pada kondisinya tersebut. Hendaknya, apabila ia telah merasa siap menjalani kehidupan rumah tangga dan mengkhawatirkan dirinya terjerumus dalam perbuatan yang mendekati zina, maka lebih baik mengambil keputusan untuk menikah.

Karena menurut hukum islam, menikah adalah sebuah ibadah sunnah muakkad, yaitu ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan dan Allah telah menyiapkan pahala yang berlipat ganda bagi yang melaksanakannya. Dan yang terpenting yang perlu diperhatikan dalam niat melaksanakan ibadah pernikahan adalah bagaimana seseorang harus yakin kepada Allah. Menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah SWT dan mempercayai dengan sepenuh hati akan ridhlo-Nya, maka kebahagiaan seseorang pasti akan terjamin dunia akhirat.

Lalu, bagaimana dengan melaksanakan pernikahan di masa pandemic covid-19 ini? Bagaimana hukumnya? Apakah seseorang boleh menundanya karena alasan tertentu, baik alasan pandemic atau alasan lainnya? Bagaimana sebaiknya kita bersikap sebagai seorang muslim sejati terkait hal ini?

Menikah di masa Pandemic, bagaimana hukumnya?

Masa pandemic Covid-19 memperkenalkan kita akan istilah Social Distancing atau pembatasan sosial. Istilah ini menjadi marak digalakkan karena diyakini menjadi suatu langkah terbaik untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang menyebar sangat cepat dari satu orang ke orang lain disekitarnya.

Pembatasan sosial berarti menjaga jarak dengan orang lain atau mengurangi kontak fisik untuk mencegah kemungkinan penularan virus, yang memang selama ini menjadi kemungkinan terbesar covid-19 dapat menyebar begitu luas seluruh dunia (pandemic Covid-19). Dengan adanya kebijakan Sosial Distancing inilah semua urusan kita sehari-hari menjadi terganggu. Kehidupan kita yang memang tidak lepas dari hubungan dengan manusia lain harus sementara terbatasi demi kebaikan bersama menjauhi paparan virus yang mengancam kehidupan manusia.

Sejak awal kemunculannya di Indonesia pada sekitar bulan Meret 2020, kewaspadaan pemerintah akan penyebaran Covid-19 dari daerah episentrum ke daerah lainnya telah ditingkatkan. Dan yang menjadi inti perhatiannya adalah pada pengaplikasian kebijakan social distancing ini. Semua kegiatan yang berpotensi mengundang keramaian harus di minimalkan.

Kegiatan sehari-hari yang menuntut pertemuan dan kontak langsung dengan orang lain hendaknya ditiadakan terlebih dahulu atau diberi alternative lain di dalam pelaksanaannya, sampai waktu yang belum dapat ditentukan dan akan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang memungkinkan. Sebagai contoh, meniadakan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan kegiatan belajar mengajar secara daring.

Tentu saja disetiap urusan akan berbeda-beda cara penanganannya. Dalam rangka menyesuaikan kebijakan sosial distancing, urusan pernikahan juga akan dikendalikan dengan cara yang berbeda.

Sampai hari ini, dari awal kemunculan pandemic, dipertengahan kewaspadaan pandemic, hingga saat ini kebijakan baru “New Normal” telah dihadirkan , kebijakan tata pelaksanaan pernikahan juga telah selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada. Berikut dilansir dari beberapa sumber tentang kebijakan tata pelaksanaan pernikahan selama pandemic Covid-19 yang terus diperbarui dari hari ke hari menyesuaikan situasi dan kondisi pandemic;

Dari Liputan6.com, Jum’at (3/04/2020), Dirjen Bimas Islam, Kamaruddin Amin menegaskan bahwa pelayanan akad nikah selama waspada Covid-19 hanya akan dilaksanakan di KUA. Artinya pelayanan di luar KUA ditiadakan. Lebih lanjut dikabarkan bahwa selama periode bulan April 2020, pelaksanaan akad nikah hanya dilayani bagi calon pengantin yang sudah mendaftarkan diri sebelum 1 April 2020. Sedangkan untuk pendaftaran baru, akad nikah tidak dapat dilayani, maka hendaknya masyarakat dapat bekerjasama dan memahami situasi darurat yang ada. Selama periode darurat awal Covid-19 ini, Kementrian Agama (Kemenag) sedang menerapkan sistem Kerja dari Rumah untuk pegawainya hingga 21 April 2020. Namun setiap KUA wajib memberitahu nomor kontak petugasnya sehingga masyarakat tetap dapat mengakses informasi.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa pendaftaran layanan pencatatan nikah selama periode kerja dari rumah hingga 21 April tersebut, tetap dibuka. Hanya saja mekanisme pendaftarannya tidak dengan tatap muka di KUA, namun dapat dilakukan secara online melalui web simkah.kemenag.go.id. (Detiknews.com, Jumat, 03 April 2020)

Dari kompas.com, Jum’at (24/4/2020). Setelah sempat menghentikan pelayanan akad nikah selama 1 hingga 21 April 2020 akibat  wabah Covid-19, KUA kembali membuka pelayanan akad nikah. Namun layanan ini  hanya diperuntukkan bagi calon pengantin yang mendaftar sampai 23 April 2020. Pendaftaran setelah tanggal 23 April, akan ditunda lagi pelaksanaan akadnya sampai  29 Mei 2020.

Dibukanya kembali layanan akad nikah oleh KUA tertuang dalam Surat Edaran Nomor P-004/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang pengendalian Pelaksanaan Pelayanan Nikah di Masa Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Covid-19. Ditjen Bimas Islam, Kamaruddin mengingatkan bahwa pelaksanaan akad nikah di KUA harus selalu menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COvid-19. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka KUA wajib menolak memberikan layanan. Namun demikian, apabila terdapat hal mendesak yang mengharuskan untuk disegerakannya akad nikah, maka KUA dapat memberikan layanan akad.

Tentang Layanan Nikah New Normal sebagaimana dilansir dari Setkab.go.id, Jum’at (13/06/2020), Kemenag melalui Dirjen Bimas telah mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pelayanan nikah. 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor P-006/DJ.III/Hk.00.7/06/2020 tentang Pelayanan Nikah menuju Masyarakat Produktif Aman Covid yang diterbitkan tanggal 10 Juni 2020. Yang isinya menyebutkan bahwa masyarakat diperkenankan melaksanakan akad nikah di luar KUA dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mewaspadai penyebaran Covid-19; KUA kecamatan wajib mengatur hal-hal yang berhubungan dengan petugas, pihak Catin, waktu dan tempat agar pelaksanaan akad nikah dapat berjalan dengan sebaik-baiknya; serta penghulu wajib menolak pelayanan nikah disertai alasan penolakannya secara tertulis yang diketahui aparat keamanan apabila hal-hal protokol kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam surat edaran tidak dipenuhi.

Marilah kita juga melihat jumlah pasangan yang melangsungkan pernikahan selama pandemic menurut catatan dari beberapa sumber;

Harianjogja.com, Rabu (10/06/2020), Kemenag Kulonprogo mencatat sebanyak 404 pasangan telah melangsungkan pernikahan selama pandemic COvid-19.

Jawapos.com, Selasa (16/06/2020), Kemenag Aceh Barat mencatat sebanyak 73 pasangan menikah di bulan April, dan 5 pasangan di bulan Mei.

Gatra.com, Senin (08/06/2020), Jumlah pernikahan yang dilayani KUA kecamatan Siak, Riau sebanyak 10 pasangan yang dijadwalkan menikah hingga 21 Juni 2020.

Dari paparan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pelayanan pernikahan dari KUA tetap dibuka selama Pandemi Covid-19, baik itu untuk pendaftarannya maupun pelayanan akad nikahnya. Masyarakat tetap dapat melakukan pendaftaran pencatatan pernikahan meskipun tidak dengan tatap muka, namun dapat melalui online. Dan untuk pelayanan akad nikahnya, akan terus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dirasa memungkinankan untuk dilaksanakan.

Terkait dengan telah dikeluarkan kebijakan Normal baru atau menerapkan pola hidup baru berdampingan dengan pandemic Covid-19, kebijakan pelayanan pernikahan juga telah dinormalkan kembali, hanya saja tetap memperhatikan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19. 

Dengan ini kita juga dapat menyatakan bahwa hukum melaksanakan pernikahan adalah tetap sunnah muakkad atau sunnah yang diutamakan. Walau bagaimanapun keadaannya, pernikahan harus tetap dilaksanakan meskipun agak sedikit menunda waktu bebarapa hari. Dan perlu ditegaskan kembali, bahwa apabila ada hal yang mendesak sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menunda akad pernikahan, maka KUA dapat juga tetap memberikan pelayanan.

Begitu pula setelah mengetahui jumlah pasangan yang tetap melangsungkan pernikahan di masa pandemic ini dari beberapa daerah , sebagaimana sumber diatas, kita dapat menyimpulkan juga bahwa melangsungkan pernikahan selama pandemic yang sesuai dengan ketentuan aturan agama dan sah menurut Negara, mengapa tidak untuk tetap dilaksanakan.

Apakah seseorang boleh menunda pernikahan karena alasan tertentu, baik alasan pandemic atau alasan lainnya? Bagaimana sebaiknya kita bersikap sebagai seorang muslim sejati terkait hal ini?

Menjawab pertanyaan ini, marilah kita sekali lagi melihat hukum melaksanakan pernikahan. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa terdapat lima hukum melaksanakan pernikahan yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan seseorang untuk melangsungkan pernikahan.

Apabila seseorang merasa dapat menunda keinginan menikahnya selama pandemic ini, hingga berakhirnya pandemic, dengan menjamin tidak ada kekhawatiran bagi seseorang tersebut untuk mendekati perbuatan zina, maka sah-sah saja menundanya. Namun apabila sebaliknya, terdapat kekhawatiran akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang melanggar hukum islam, maka hendaknya pernikahan tetap dilaksanakan.

Setiap calon pengantin pasti mempunyai alasan tertentu bila ingin menunda pernikahannya. Begitu pula bila ingin tetap meneruskannya. Namun sebagai muslim sejati, kita harus selalu memperhitungkan faktor maslahat (kebaikan) dan mafsadah (keburukan) yang akan menimpa dirinya. Hendaknya alasan yang dimiliki untuk menunda bukanlah terkait hal yang remeh, yang hanya mengutamakan faktor gengsi atau perhatian orang lain semata. Namun yang seharusnya adalah selalu mengharapkan ridlo Allah untuk kebaikan dan kebahagiaan hidupnya.  

--

Sejatinya prosesi pernikahan itu simple menurut islam. Demi kebaikan keduanya, agama dan Negara telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi niat suci untuk menjalin hubungan yang sesuai dengan norma-norma islam dan sosial yang berlaku. Namun tidak jarang, calon mempelai sendirilah yang memiliki pertimbangan sendiri yan terkadang mempersulit proses pernikahan yang mudah dan merumitkan niat suci tersebut.

Kesimpulannya, mengapa tidak, kita tetap melaksanakan pernikahan dimasa pandemic Covid-19 ini. Hendaknya kita dapat membuat kebijakan terbaik untuk diri sendiri dan tetap mematuhi aturan agama dalam rangka meniatkan diri untuk beribadah kepada Allah melalui pernikahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun