2. Kebajikan Sebagai Panduan dalam Pengambilan Keputusan:
Kebajikan memberi panduan dalam pengambilan keputusan kepemimpinan yang tepat. Sebagai contoh, kebajikan sepertiÂ
keadilan memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah adil dan tidak memihak, sementar kebijaksanaan praktis (phronesis) membantu pemimpin menilai situasi dan memilih tindakan yang sesuai. Dengan kebajikan ini, pemimpin dapat menghadapi dilema moral dengan integritas dan mempertimbangkan dampaknya terhadap semua pihak.
3. Kepemimpinan yang Mengarahkan kepada Kebaikan Tertinggi (Eudaimonia):
Kepemimpinan menurut Aristotle bukan hanya soal memimpin secara efektif, tetapi juga mengarahkan orang-orang kepada tujuan tertinggi, yaitu eudaimonia (kesejahteraan atau kebahagiaan sejati). Eudaimonia dicapai ketika seseorang atau masyarakat hidup dalam kebajikan. Oleh karena itu, seorang pemimpin yang berbudi luhur memimpin dengan tujuan untuk membantu orang-orang di bawah kepemimpinannya mencapai kehidupan yang baik dan bermakna.
4. Pemimpin Sebagai Teladan Kebajikan:
Aristotle percaya bahwa pemimpin harus menjadi teladan kebajikan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang mempraktikkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari akan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ini menciptakan budaya kebajikan dalam komunitas atau negara yang dipimpin. Pemimpin yang berbudi luhur mendorong masyarakat untuk berperilaku baik, tidak hanya melalui aturan atau paksaan, tetapi melalui keteladanan moral.
5. Keseimbangan dan Moderasi:
Dalam ajaran Aristotle tentang kebajikan, ia juga menekankan pentingnya keseimbangan atau moderasi (doctrine of the mean). Seorang pemimpin yang baik harus menemukan keseimbangan dalam setiap tindakan, tidak bertindak berlebihan atau terlalu sedikit. Misalnya, keberanian sebagai kebajikan berada di tengah antara pengecut dan nekat. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menilai kapan harus tegas dan kapan harus bertindak dengan penuh pertimbangan. Secara keseluruhan, bagi Aristotle, seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang tidak hanya terampil dalam memerintah, tetapi juga seseorang yang mencontohkan kebajikan moral yang luar biasa. Kepemimpinan tanpa kebajikan adalah cacat dan cenderung mengarah pada tirani atau ketidakadilan, sementara kepemimpinan berbasis kebajikan mempromosikan kebaikan bersama dan kesejahteraan moral masyarakat.
2. Konsep 'Kepemimpinan oleh Teladan
Theoria (teori) vs. Praxeis (praktik) dalam kepemimpinan