Menjadi seorang sarjana adalah salah satu pencapaian penting dalam kehidupan banyak orang, menandakan selesainya pendidikan tinggi dan penguasaan pengetahuan serta keterampilan di bidang tertentu. Namun, tantangan yang sering kali dihadapi oleh para sarjana adalah bagaimana memanfaatkan pengetahuan teoretis yang mereka peroleh selama studi dalam kehidupan praktis. Ini bukan sekadar soal menerapkan teori, tetapi juga soal memahami kapan dan bagaimana nilai-nilai serta prinsip-prinsip teoretis dapat diterapkan dengan cara yang efektif dan bermakna.
  Dalam konteks ini, kemampuan practical value rationality atau rasionalitas nilai praktis menjadi keterampilan yang sangat penting. Practical value rationality adalah kemampuan seseorang untuk bertindak berdasarkan nilai-nilai yang diyakini, sambil tetap mempertimbangkan aspek-aspek praktis dari tindakan tersebut. Practical value rationality dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan nilai-nilai etika, moral, dan sosial dalam pengambilan keputusan. Seorang individu yang memiliki kemampuan ini tidak hanya berorientasi pada tujuan semata, tetapi juga mempertimbangkan dampak tindakannya terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.Â
  Lantas, mengapa kemampuan ini penting bagi seorang sarjana? Bagaimana cara mengembangkannya? Dan apa implikasinya bagi kehidupan profesional dan pribadi? Artikel ini akan mengupas tuntas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mengapa Practical Value Rationality Penting Bagi Sarjana?
- Keterkaitan Teori dan Praktik
 Practical value rationality penting bagi sarjana karena kemampuan ini menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Pendidikan sarjana berfokus pada penguasaan teori dan konsep-konsep akademik. Namun, di dunia nyata, teori saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks. Misalnya, seorang sarjana ekonomi dapat memahami berbagai model ekonomi teoritis, tetapi ketika dihadapkan pada situasi nyata seperti resesi ekonomi atau ketidakstabilan pasar, mereka memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan teori tersebut dengan konteks yang ada.
  Practical value rationality memungkinkan sarjana untuk menerjemahkan konsep-konsep teoretis ini ke dalam tindakan nyata yang relevan, berdasarkan nilai-nilai yang diyakini dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Tanpa kemampuan ini, lulusan sarjana mungkin terjebak dalam rigiditas teoritis yang membuat mereka kurang fleksibel dalam menghadapi tantangan dunia nyata.
- Pengambilan Keputusan yang Berbasis Nilai
 Dalam dunia profesional maupun kehidupan sehari-hari, keputusan yang diambil oleh sarjana tidak hanya didasarkan pada pertimbangan logis dan efisiensi. Keputusan tersebut sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mereka pegang. Misalnya, dalam bisnis, pengambilan keputusan yang baik tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak sosial dan etika. Seorang sarjana hukum mungkin dihadapkan pada situasi di mana hukum yang berlaku bisa saja bertentangan dengan nilai-nilai keadilan. Dalam situasi ini, kemampuan untuk menyeimbangkan antara rasionalitas praktis dan prinsip-prinsip nilai menjadi sangat penting
- Fleksibilitas dalam Dunia yang Kompleks
 Dunia modern ditandai dengan perubahan yang cepat dan ketidakpastian. Sarjana yang hanya bergantung pada teori cenderung mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada situasi yang tidak sesuai dengan apa yang dipelajari selama kuliah. Practical value rationality memberikan kerangka berpikir yang lebih fleksibel, memungkinkan sarjana untuk menyesuaikan tindakannya sesuai dengan situasi yang dihadapi, tanpa harus mengabaikan nilai-nilai fundamental yang mereka pegang.
- Kepemimpinan yang Efektif
 Kemampuan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan menginspirasi orang lain adalah kunci keberhasilan seorang pemimpin. Sarjana yang memiliki practical value rationality lebih mampu menjadi pemimpin yang visioner dan inspiratif.
- Kontribusi yang Bermakna
 Dengan mengaplikasikan nilai-nilai yang diyakini, sarjana dapat memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat dan lingkungan.
Mengapa Sarjana Sering Kekurangan Practical Value Rationality?
- Pendidikan yang Terlalu Teoretis
Banyak sistem pendidikan tinggi di seluruh dunia cenderung menitikberatkan pengajaran teori di atas pengembangan keterampilan praktis. Siswa diajari untuk memahami berbagai konsep, teori, dan model yang relevan dengan bidang studi mereka. Namun, mereka sering kali tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk menerapkan pengetahuan ini dalam situasi praktis. Kurikulum yang lebih mengutamakan hafalan dan analisis teoretis cenderung mengabaikan pengembangan keterampilan pengambilan keputusan yang berbasis nilai dan situasional.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa teknik mungkin menguasai berbagai prinsip fisika dan matematika yang relevan dengan bidangnya. Namun, tanpa pelatihan yang melibatkan simulasi atau proyek lapangan yang realistis, mahasiswa tersebut mungkin akan kesulitan menerapkan pengetahuannya ketika menghadapi tantangan teknis nyata di dunia kerja.
Â
- Kurangnya Penekanan pada Etika dan Nilai dalam Pendidikan
Dalam beberapa disiplin ilmu, pendidikan yang terlalu fokus pada efisiensi dan hasil dapat mengesampingkan diskusi tentang nilai-nilai etika dan moral yang mendasari pengambilan keputusan. Misalnya, dalam ilmu ekonomi atau manajemen, fokus utama mungkin adalah pada optimalisasi keuntungan dan efisiensi, tanpa mempertimbangkan implikasi sosial atau etis dari keputusan tersebut. Akibatnya, lulusan dari program-program tersebut mungkin sangat kompeten secara teknis, tetapi kurang memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan aspek moral dan nilai dalam pengambilan keputusan.
Â
Bagaimana Sarjana Dapat Mengembangkan Practical Value Rationality?
- Mengintegrasikan Pembelajaran Berbasis Kasus ke dalam Kurikulum
Salah satu cara paling efektif untuk mengembangkan practical value rationality adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis kasus ke dalam kurikulum. Pembelajaran berbasis kasus memungkinkan mahasiswa untuk menghadapi skenario nyata atau simulasi dari situasi dunia nyata, di mana mereka harus membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang mereka pelajari. Misalnya, dalam program studi bisnis, mahasiswa dapat diberikan studi kasus perusahaan yang menghadapi dilema etis, sehingga mereka harus mempertimbangkan baik nilai-nilai etis maupun faktor-faktor bisnis dalam membuat keputusan.
 Dengan menghadirkan situasi yang menuntut mahasiswa untuk mempertimbangkan nilai-nilai dan praktik yang relevan secara bersamaan, pendidikan tinggi dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir yang lebih kompleks dan holistik.
Â
- Pendidikan Etika yang Kontekstual dan Interdisipliner
Salah satu cara lain untuk membantu mahasiswa mengembangkan practical value rationality adalah dengan menyediakan pendidikan etika yang kontekstual. Daripada mengajarkan etika sebagai disiplin yang terpisah dari bidang studi utama, pendekatan yang lebih efektif adalah mengintegrasikan pembahasan tentang nilai-nilai dan etika ke dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, dalam program studi teknik, diskusi tentang nilai-nilai etis dalam desain dan keamanan publik harus menjadi bagian integral dari kurikulum, bukan hanya sebagai mata kuliah opsional.
 Pendekatan interdisipliner juga penting, di mana mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dapat belajar dari sudut pandang yang berbeda mengenai cara menghadapi masalah-masalah praktis yang melibatkan nilai-nilai moral dan etika. Dengan demikian, mereka mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang bagaimana nilai-nilai tersebut beroperasi di dunia nyata.
Â
- Magang dan Pengalaman LapanganÂ
Pengalaman lapangan melalui magang atau proyek kolaboratif dengan industri dapat memberikan mahasiswa kesempatan untuk melihat bagaimana teori diterapkan dalam situasi nyata. Magang memungkinkan mahasiswa untuk memahami tantangan praktis dan moral yang mungkin tidak terlihat dalam lingkungan akademis. Melalui pengalaman ini, mahasiswa dapat mengasah kemampuan practical value rationality mereka dengan melihat bagaimana nilai-nilai teoretis diterapkan dalam konteks praktis dan bagaimana menyeimbangkan efisiensi dengan nilai-nilai etis.
Â
- Pengembangan Soft Skills
Selain kemampuan intelektual, sarjana juga perlu mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan kerjasama tim. Keterampilan ini sangat penting dalam penerapan practical value rationality karena sering kali pengambilan keputusan berbasis nilai melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, sarjana dapat menjelaskan nilai-nilai yang mereka pegang sambil tetap memperhatikan kepentingan orang lain, sehingga menghasilkan keputusan yang lebih inklusif dan berimbang.
Implikasi bagi Kehidupan Profesional dan Pribadi
- Karir yang Bermakna:Â Sarjana yang memiliki practical value rationality cenderung memilih karir yang sesuai dengan nilai-nilai mereka dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat.
- Hubungan Interpersonal yang Lebih Baik: Kemampuan untuk memahami dan menghargai perspektif orang lain akan membantu membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna.
- Kesejahteraan Pribadi:Â Dengan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, seseorang akan merasa lebih puas dan bahagia.
Contoh 1 : Seorang sarjana ekonomi bekerja di sebuah perusahaan, dan dia menggunakan pengetahuan akademisnya untuk menganalisis tren pasar. Namun, dia tidak hanya berhenti di sana. Sebagai seorang sarjana, dia juga mengembangkan solusi untuk meningkatkan efisiensi operasi perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang telah dipelajarinya, sambil tetap mempertimbangkan dampaknya pada kesejahteraan sosial.
Contoh 2 : Seorang sarjana hukum menolak tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi di sebuah perusahaan besar karena perusahaan tersebut terlibat dalam praktik bisnis yang dianggapnya tidak etis, meskipun dari segi ekonomi keputusan ini kurang rasional. Keputusan tersebut diambil karena ia lebih mementingkan nilai-nilai keadilan dan integritas pribadi daripada keuntungan material yang bisa ia dapatkan. Â
  Dalam kedua contoh ini, menjadi sarjana tidak hanya soal kemampuan intelektual, tetapi juga tentang bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk membuat keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi maupun sosial.
Â
Kesimpulan
  Menurut saya menjadi sarjana tidak hanya berarti memiliki pengetahuan teoritis yang mendalam di bidang tertentu, tetapi juga kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi praktis yang kompleks. Practical value rationality merupakan keterampilan penting yang harus dikembangkan oleh setiap sarjana untuk mampu menavigasi tantangan dunia nyata, membuat keputusan yang seimbang antara nilai dan efisiensi, serta bertindak secara etis dalam berbagai situasi.
Namun, banyak lulusan sarjana masih kekurangan kemampuan ini karena sistem pendidikan yang terlalu fokus pada teori dan kurang memperhatikan pengembangan keterampilan praktis. Oleh karena itu, pendidikan tinggi perlu berfokus pada pengembangan practical value rationality melalui pendekatan berbasis kasus, pendidikan etika yang kontekstual, pengalaman lapangan, serta pengembangan soft skills. Dengan demikian, lulusan sarjana akan lebih siap menghadapi tantangan dunia nyata dan memberikan kontribusi yang berarti dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Weber, M. (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Free Press.
Habermas, J. (1984). The Theory of Communicative Action, Volume 1: Reason and the Rationalization of Society. Beacon Press.
Etzioni, A. (1968). "The Active Society: A Theory of Societal and Political Processes". Free Press.
Simon, H. A. (1957). Models of Man: Social and Rational. Wiley.
Turner, J. H. (2003). The Structure of Sociological Theory. Wadsworth Publishing.
Dewey, J. (1938). Logic: The Theory of Inquiry. Henry Holt and Company.
Bourdieu, P. (1990). The Logic of Practice. Stanford University Press.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI