Mengapa Sarjana Sering Kekurangan Practical Value Rationality?
- Pendidikan yang Terlalu Teoretis
Banyak sistem pendidikan tinggi di seluruh dunia cenderung menitikberatkan pengajaran teori di atas pengembangan keterampilan praktis. Siswa diajari untuk memahami berbagai konsep, teori, dan model yang relevan dengan bidang studi mereka. Namun, mereka sering kali tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk menerapkan pengetahuan ini dalam situasi praktis. Kurikulum yang lebih mengutamakan hafalan dan analisis teoretis cenderung mengabaikan pengembangan keterampilan pengambilan keputusan yang berbasis nilai dan situasional.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa teknik mungkin menguasai berbagai prinsip fisika dan matematika yang relevan dengan bidangnya. Namun, tanpa pelatihan yang melibatkan simulasi atau proyek lapangan yang realistis, mahasiswa tersebut mungkin akan kesulitan menerapkan pengetahuannya ketika menghadapi tantangan teknis nyata di dunia kerja.
Â
- Kurangnya Penekanan pada Etika dan Nilai dalam Pendidikan
Dalam beberapa disiplin ilmu, pendidikan yang terlalu fokus pada efisiensi dan hasil dapat mengesampingkan diskusi tentang nilai-nilai etika dan moral yang mendasari pengambilan keputusan. Misalnya, dalam ilmu ekonomi atau manajemen, fokus utama mungkin adalah pada optimalisasi keuntungan dan efisiensi, tanpa mempertimbangkan implikasi sosial atau etis dari keputusan tersebut. Akibatnya, lulusan dari program-program tersebut mungkin sangat kompeten secara teknis, tetapi kurang memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan aspek moral dan nilai dalam pengambilan keputusan.
Â
Bagaimana Sarjana Dapat Mengembangkan Practical Value Rationality?
- Mengintegrasikan Pembelajaran Berbasis Kasus ke dalam Kurikulum
Salah satu cara paling efektif untuk mengembangkan practical value rationality adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis kasus ke dalam kurikulum. Pembelajaran berbasis kasus memungkinkan mahasiswa untuk menghadapi skenario nyata atau simulasi dari situasi dunia nyata, di mana mereka harus membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang mereka pelajari. Misalnya, dalam program studi bisnis, mahasiswa dapat diberikan studi kasus perusahaan yang menghadapi dilema etis, sehingga mereka harus mempertimbangkan baik nilai-nilai etis maupun faktor-faktor bisnis dalam membuat keputusan.
 Dengan menghadirkan situasi yang menuntut mahasiswa untuk mempertimbangkan nilai-nilai dan praktik yang relevan secara bersamaan, pendidikan tinggi dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir yang lebih kompleks dan holistik.
Â
- Pendidikan Etika yang Kontekstual dan Interdisipliner
Salah satu cara lain untuk membantu mahasiswa mengembangkan practical value rationality adalah dengan menyediakan pendidikan etika yang kontekstual. Daripada mengajarkan etika sebagai disiplin yang terpisah dari bidang studi utama, pendekatan yang lebih efektif adalah mengintegrasikan pembahasan tentang nilai-nilai dan etika ke dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, dalam program studi teknik, diskusi tentang nilai-nilai etis dalam desain dan keamanan publik harus menjadi bagian integral dari kurikulum, bukan hanya sebagai mata kuliah opsional.