Mohon tunggu...
Nida Basyariyyah
Nida Basyariyyah Mohon Tunggu... Guru TK -

Seorang penulis pemula yang ingin membentangkan sayapnya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Secret of Cassandra

9 Maret 2019   05:39 Diperbarui: 9 Maret 2019   05:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Part-1


"Loe pilih mana? Duit atau rokok yang ada di kantong Loe?" ancam Ryo pada seorang siswa yang sedang berjalan menuju kelas.

"Saya enggak ngerokok, Yo." Siswa tersebut ketakutan.

"Halah, enggak usah pura-pura deh. Ton, Ben, periksa kantong dan tasnya! Emang Loe kira mata gue buta? Sebelum masuk gerbang Loe mampir ke warung Bang Bejo, kan?" Ryo memaksa. Dua teman yang namanya disebutkan menggeledah kantong celana dan baju seragam siswa tersebut.

"Nih, Yo. Ada lima batang, Men!" seru Toni yang menemukan di kantong celana kanan siswa tersebut.

"Udah, masuk sana! Awas kalo Loe laporin gue!" Ryo melepas siswa tersebut dan mengancamnya.

Suasana pagi hari di sekolah mulai ramai dengan kedatangan para siswa dan siswi serta guru. Mario Cassanov adalah seorang siswa SMU Teladan di Jakarta Pusat. Ia sebenarnya memiliki otak yang cerdas dan fisik yang mendekati sempurna. Tubuhnya atletis dengan otot mengencang pada beberapa titik di tubuhnya. Wajahnya sangat tampan seperti seorang model remaja masa kini. Hidung mancung dan bibir tipis kemerahan yang dimilikinya membuat semua kaum hawa terpesona. Akan tetapi, kesempurnaan itu hanya secara fisik belaka. Karena hati dan perilakunya sangat jauh dari fisiknya.

Sifat angkuh dan sombongnya membuat ia menjadi ketua geng ribut, bersama dengan dua teman satu kelasnya. Ia berbuat sesuka hati dan tidak kenal ampun pada siapapun. Namun, tak ada satu pun guru yang menghukumnya. Karena menurut para guru, Ryo anak yang baik. Ia tidak pernah sekalipun membolos dan selalu mendapat nilai yang memuaskan. Para guru lebih mengelu-elukannya ketimbang menerima laporan kenakalan yang dibuat Ryo.

Sehingga membuat seluruh siswa dan siswi yang diganggunya merasa jera untuk melaporkannya. Memang kenakalan Ryo dan gengnya tidak sampai melukai mereka. Hanya bentuk usil dan ketidaksukaan Ryo terhadap beberapa siswa tertentu. Ia pun terkenal dingin dan ketus terhadap lawan jenis. Maka para siswi bersiap patah hati jika mengharapkan Ryo memiliki perasaan pada mereka.

"Pagi, Ryo!" sapa seorang siswi dengan pakaian sedikit mengetat di bagian tertentu.

"Benerin tuh pakaian Loe, biar otak cowo gak pada ngeres!" Bukan menjawab dengan ramah, Ryo menceramahi siswi tersebut yang segera menutupi dengan jaket yang dibawanya.

"Loe kenapa sih, Yo? Dingin banget sama cewe. Cindy kan cantik dan seksi, kenapa gak Loe embat aja? Kan lumayan, ya kan, Ben?" komentar Toni saat melihat ulah Ryo.

"Gue gak napsu sama cewe kayak gitu. Lagian kita nih masih sekolah, belajar yang bener!" Toni dan Beni segera menutup telinga saat Ryo memulai ceramahnya.

"Yo, mending Loe ceramahin diri sendiri deh!" goda Toni dengan usil.

Ryo segera menarik kedua temannya ke kelas dan melanjutkan ceramah tentang pentingnya belajar di usia mereka. Bel tanda masuk berbunyi, seluruh siswa dan siswi berlarian memasuki kelas. Mereka tak ingin terlambat sedetik pun. Bagi yang terlambat dengan terpaksa mendapat hukuman jalan jongkok dimulai dari gerbang sampai kelas dengan diawasi oleh satpam sekolah. Hingga akhirnya sekolah menjadi sepi dengan dimulainya jam pelajaran.

"Yo, ntar kita jadi nongkrong di belakang, kan?" Ryo tak menjawab pertanyaan Beni yang memasang wajah penuh harap.

"Ben, sampe kiamat Loe gak bakal dijawab sama Ryo. Loe kayak gak kenal dia aja. Ini jam pelajaran, kita harus belajar!" sahut Toni yang memeragakan kata-kata Ryo.

Tanpa banyak kata, Ryo menepuk kepala kedua temannya dengan buku dan melanjutkan menyimak penjelasan guru di depan kelas. Ryo duduk di bangku paling belakang sedangkan kedua temannya di depan mejanya. Sehingga memudahkan baginya untuk mengingatkan mereka dengan pukulan.

Ryo memiliki tubuh yang tinggi, sekitar 170 sentimeter, sehingga ia lebih memilih duduk di belakang. Agar teman-teman yang lain dapat melihat papan tulis dan guru dengan jelas, alasannya saat ditanya. Meskipun ia sering mengganggu teman-temannya di sekolah, pantang bagi Ryo untuk tidak menyimak pelajaran. Prinsipnya, "Nakal boleh tapi jangan jadi orang bodoh."

Bel tanda istirahat berbunyi setelah pelajaran pertama dan kedua usai. Ryo segera memasukkan buku dan alat tulisnya serta merapikan meja. Toni dan Beni pun mengikuti aksi sang ketua geng.

"Loe pada bukannya dengerin guru jelasin malah pada ngobrol aja. Emangnya udah pada pinter?" omel Ryo pada kedua temannya saat berjalan menuju tempat mereka biasa menghabiskan waktu istirahat.

Baik Toni maupun Beni tidak ada yang berani bersuara. Karena mereka menyadari kesalahan masing-masing dan membenarkan perkataan Ryo. Seharusnya pada jam belajar mereka tidak berbicara.

"Yo, ini rokoknya gimana? Buat gue aja, ya?" usul Beni.

"Jangan! Kita jual lagi ke Bang Bejo. Trus uangnya kirim ke Rohis buat disedekahin. Kalo buat Loe nanti diisep, yang ada bikin batuk. Sama aja gue nyakitin Loe," terang Ryo. Kedua temannya mengangguk setuju.

"Yo, Loe kenapa sih kagak jadi orang bener aja? Kenapa mesti jadi ketua geng dan malakin rokok orang terus?" Beni mulai protes dan bertanya-tanya.

"Ryo tuh absurd. Gak jelas. Aneh. Labil," sahut Toni menyebutkan sifat-sifat Ryo.

Saat mereka berdua asyik membicarakan dirinya, perhatian Ryo teralihkan dengan sebuah suara tangis perempuan. Ia pun berdiri dan mencoba mencari sumber suara tersebut dengan berkeliling.

"Loe ngapain, Yo? Mau latihan thawaf? Emang Loe mau umroh?" Beni yang hobi bertanya mulai terusik dengan sikap Ryo yang tiba-tiba.

"Loe pada denger suara, enggak?" tanya Ryo.

"Suara paan, Yo?" Toni mengerutkan dahinya dan mencoba untuk mendengarkan.

"Kuping Loe bermasalah kali, Yo. Loe sakit ya? Butuh bantuan dokter?" Toni menyikut perut Beni yang selalu bertanya.

"Ah, elah. Iya apa ya. Gue denger jelas banget tadi ada suara cewe nangis. Emang Loe pada gak denger?" Keduanya menggeleng dengan mantap.

Ryo pun bertanya-tanya. Namun, ia tidak memikirkan lebih jauh. Karena Toni tiba-tiba menyerahkan gawainya pada Ryo.

"Paan nih?" tanya Ryo terkejut dengan tingkah aneh Toni.

"Baca! Pesan dari Mega, cewe yang udah lama naksir Loe."

Ryo pun membacanya.

"Ton, tolong sampein ke Ryo, dong. Gue naksir berat nih sama doi. Minta nomor hp-nya deh. Nanti gue hubungin Ryo. Salamin ya buat Ayang Ryo. -Mega Cuantieks-"

Ryo segera menyerahkan gawai Toni dan tidak berkata apa-apa. Hatinya sudah membeku sejak dua tahun lalu. Saat ia kehilangan cinta pertamanya. Penyebab kepindahan Ryo ke Jakarta pun karena perempuan yang selalu mewarnai hari-harinya saat itu.

"Cerita ke kita, Yo. Apa alasan Loe selalu nolak perhatian dari semua cewe?" selidik Beni yang kali ini memasang wajah serius.

Mendengar pertanyaan Beni yang berbeda dari biasanya membuat Ryo menarik napas. Ia bimbang, apakah pantas jika menceritakan masalah hati pada kedua orang yang selama satu tahun ini setia padanya? Pandangan penuh harap terpancar jelas dari wajah kedua temannya. Ia pun menghela napas, berusaha menjelaskan meskipun berat.

"Gue kapok sama cewe," jawab Ryo singkat. Membuat kedua temannya terkejut dan saling berpandangan.

                               -bersambung-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun