Mohon tunggu...
Nicola Cornelius A Simarmata
Nicola Cornelius A Simarmata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Mencoba menuangkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dekonstruksi Stereotip: Menyingkap Peran Literasi Media Digital Pada Optimalisasi Pemberdayaan Perempuan dalam Politik

12 Agustus 2024   21:53 Diperbarui: 13 Agustus 2024   11:23 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anda bisa berpendapat bahwa kita sekarang bergabung dalam perubahan yang paling provokatif dan mendebarkan dalam sepanjang perjalan sejarah manusia bersamaan dengan revolusi teknologi. Kita ada di sini sekarang. Wanita ada di dunia dan kami tak akan diintimidasi." -Merryl Streep

Tulisan ini saya buka dengan bahasan pernyataan Merryl Streep bahwa perubahan masif pada ranah kehidupan sosial politik warga saat ini juga merujuk pada pembahasan kesetaraan gender antar Laki-laki dan Perempuan. 

Kompleksitas mengenai kesetaraan yang dimaksud juga menjurus pada dunia perpolitikan. Perpolitikan merujuk pada segala aktivitas, proses, dan keputusan yang terkait dengan pengelolaan negara, pemerintahan, dan pembuatan kebijakan. Salah satunya mencakup pada peran serta partisipasi warga negara dalam proses politik.

Partisipasi politik adalah hak dan tanggung jawab warga negara dalam sistem demokrasi, dan hal ini penting dalam memastikan perwakilan yang baik dalam pemerintahan. 

Peran penting perempuan dalam politik sangat beragam dan vital dalam memastikan representasi yang adil dan inklusif di arena politik. Representasi yang adil dan inklusif di arena politik saat ini dihadapkan pada bias stereotip gender antara gender Laki-laki dan Perempuan.

Tantangan dari adanya stereotip gender seringkali menghambat partisipasi politik perempuan berjalan dengan baik. Seperti Stereotip Peran Tradisional yang memberikan pemaknaan bahwa perempuan sering kali dikaitkan dengan peran tradisional, seperti sebagai ibu atau istri, yang dapat mengarah pada persepsi bahwa mereka kurang kompeten dalam politik, penghakiman berdasarkan penampilan, agresivitas yang memberi pandangan bahwa perempuan yang tampil tegas atau agresif dalam politik sering dihadapkan pada stigma negatif., akses, kurangnya keterwakilan, dan rentan pada pelecehan.

Hal ini membawa pada bagian dekonstruksi gender melalui keterbukaan peran Literasi Media Digital pada pengoptimalan pemberdayaan partisipasi politik perempuan. 

Dikutip dari buku Peran Literasi Digital di Masa Pandemik (2021) karya Devri Suherdi, literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya. 

Secara fungsi dan peranan, literasi media digital adalah alat penting dalam mendobrak dan mengatasi stereotip gender di media sosial serta memungkinkan pemberdayaan perempuan dalam politik.

Dekonstruksi Gender

Perempuan membawa perspektif yang beragam dalam proses pengambilan keputusan politik. Mereka dapat membawa isu-isu yang mungkin diabaikan oleh pria, seperti isu-isu perempuan, kesejahteraan keluarga, dan perawatan lingkungan. 

Partisipasi perempuan dalam politik penting untuk menciptakan pengambilan keputusan yang lebih berimbang, mencerminkan keragaman populasi dan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan relevan bagi semua, walaupun terdapat stereotip mengenai kemampuan perempuan, stereotype dibuat berdasarkan budaya dan kondisi masyarakat tertentu, ia dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman (Budianta, 1998:6)

Stereotype perempuan dengan segala feminitasnya dan penggunaan perasaan ketimbang rasio menjadi salah satu paling diunggulkan untuk mematahkan semangat perempuan dalam ilmu pengetahuan. Ilmu eksakta yang mementingkan rasionalitas dijauhkan dari perempuan. 

Perempuan dipaksa untuk lebih tertarik pada ilmu sosial dan urusan domestik. Semua ini tidak terlepas dari konstruksi kerja berdasarkan jenis kelamin (sex based division of labor) (Saguni, 2014, hlm. 196). 

Dekonstruksi sosial dan reorientasi diperlukan untuk merubah pemahaman hubungan gender seperti yang selama ini disosialisasikan. Orientasi baru dalam pemahaman hubungan gender yang harus disosialisasikan secara luas adalah hubungan gender yang seimbang dan harmonis.

Rentan Pada Kejahatan Digital Dan Kurangnya Akses 

Menurut riset yang dilakukan oleh firma kemanan digital, Norton, 76% dari 1.000 responden wanita yang berusia dibawah 30 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online (Aprillia, 2017). 

Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terkungkung pada batasan seksual dan psikis, tapi juga penyempitan makna oleh opini publik, sehingga kebebasan untuk menyatakan jati diri terbungkam. 

Dalam hal penggunaan media sosial Instagram penyematan feminitas sebagai sifat perempuan yang seolah kodrati, kerap berujung pada dikotomi "baik" dan "tidak baik". Media sosial yang ada pada saat ini tentu saja mempengaruhi kehidupan kaum perempuan, sebagaimana diketahui ternyata penggunaan media sosial didominasi kaum perempuan. 

Hasilnya menegaskan bahwa ada masalah dengan digital literasi media dan kesenjangan digital gender terkait dengan kesenjangan kemampuan di Indonesia. Beberapa wanita Indonesia juga demikian pengguna internet aktif namun literasi media digital mereka masih rendah.

Beberapa kendala yang dihadapi perempuan Indonesia dalam menggunakan media digital ditemukan antaa lain rendahnya latar belakang pendidikan, kurangnya kemampuan, kurangnya fasilitas, kurangnya lokakarya/pelatihan TIK untuk perempuan, dan juga pengaruh budaya patriarki.

Yang Dimaksud Pada Literasi Media Digital Dan Pengoptimalan Pada Gerakan Politik

Menurut hasil riset Google, perempuan masih mengalami kesenjangan akses digital. Literasi digital menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan teknologi digital bagi perempuan. 

Menurut riset yang dilakukan Google pada tahun 2019 pada beberapa negara termasuk Indonesia, dengan tajuk Toward Gender Equity Online, menunjukan akses internet sudah makin terjangkau tetapi kesenjangan akses digital antara laki-laki dan perempuan cukup timpang. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut dibutuhkan literasi digital

Penelitian yang ada menyoroti rendahnya minat perempuan terhadap pendidikan formal politik dibandingkan dengan laki-laki. Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa isu politik perempuan kepentingannya secara kualitatif berbeda dengan kepentingan laki-laki. Ada beberapa hambatan terhadap keterlibatan dan kemajuan perempuan di bidang formal politik yang 'representatif'.  

Menurut UN Women (2023) pula, partisipasi perempuan dalam kepemimpinan, politik dan ranah publik penting untuk mencapai Sustainable Development Goals pada tahun 2030. Namun, data global menunjukkan perempuan tidak terepresentasi di semua lini dan pencapaian paritas gender masih sangat jauh.

Media baru dapat digunakan dengan berbagai cara baik, Alat-alat media baru memberikan kesegeraan dalam mengambil tindakan yang seringkali berguna bagi perempuan memungkinkan perempuan untuk bertindak ketika marah atau tertarik pada suatu masalah. Alat media baru sangat penting dalam membantu organisasi membangun jaringan dukungan mereka dan basis kekuatan

Contohnya ada pada penelitian di Selandia Baru, penggunaan media untuk aktivisme online pada Wanita. Pada Jurnal Gender Representations and Digital Media yang dipublikasikan pada The 6th International Conference Edu World 2014 "Education Facing Contemporary WorldIssues", 7th - 9th November 2014, berdasarkan 40 wawancara dengan perempuan segala usia yang peduli dengan isu-isu politik perempuan di Negara Selandia Baru, saya mengidentifikasi kesenjangan generasi dalam cara perempuan-perempuan ini berpartisipasi dalam kegiatan feminis dan saya berpendapat bahwa aktivisme online adalah bentuk partisipasi utama bagi banyak perempuan muda. 

Dari konklusi tersebut aktivisme online hanya dapat dilihat oleh mereka yang menggunakannya, bentuk partisipasi ini menyembunyikan banyak aktivitas perempuan muda dari masyarakat luas dan dari perempuan generasi tua yang aktif secara politik. Hal ini menyimpulkan bahwa kerja politik online menawarkan banyak peluang bagi partisipasi feminis secara tidak langsung.

Literasi Media Digital Memungkinkan Perempuan untuk Membawa Perspektif yang Beragam dan Inklusif dalam Politik

Penelitian yang telah dilakukan pada Jurnal "Invisible feminists? Social media and young women's political participation" menunjukkan bahwa literasi media digital memiliki dampak positif pada pengetahuan perempuan tentang isu-isu politik. 

Sebuah studi yang dilakukan oleh Julia Schuster  di Universitas Vienna tahun 2013 menemukan bahwa perempuan yang memiliki tingkat literasi media digital yang lebih tinggi cenderung lebih terinformasi tentang isu-isu politik kunci. 

Dalam studi ini, Julia mengukur literasi media digital dengan mengamati kemampuan perempuan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi sumber berita yang dapat dipercaya di platform media sosial serta kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi politik online. 

Hasilnya menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki literasi media digital yang lebih baik memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang isu-isu politik dan cenderung lebih aktif dalam berbicara tentangnya, bahkan memunculkan gerakang-gerakan feminis tidak terduga.

Bisa kita lihat secara dampak, jika tidak dioptimalkan dengan baik, Literasi media digital tidak akan berdampak dengan baik apalagi jika masih terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. 

Dalam upaya untuk mendukung pemberdayaan perempuan dalam politik, penting untuk mengatasi setiap komponen stereotip ini dan membuktikan bahwa perempuan memiliki potensi, kompetensi, dan kapasitas yang sama dalam arena politik seperti pria.

Kesimpulan

Dalam tulisan ini, kita telah menggali peran penting literasi media digital dalam mendukung pemberdayaan perempuan dalam politik, khususnya dalam konteks mengatasi stereotip gender di media sosial. 

Tesis utama kita adalah bahwa literasi media digital memainkan peran yang krusial dalam mendekonstruksi stereotip gender dan memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam politik.

Kita telah menjelaskan bagaimana literasi media digital membantu perempuan memahami isu-isu politik dan mengatasi stereotip gender dengan menguraikan stereotip tersebut menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Selain itu, kita juga telah membahas bagaimana literasi media digital memungkinkan perempuan untuk mengedukasi audiens tentang isu-isu gender dan politik serta membawa perspektif yang beragam dan inklusif dalam politik.

Penting untuk diingat bahwa literasi media digital adalah alat penting yang memungkinkan perempuan untuk mengatasi tantangan yang mereduksi peran dan kontribusi mereka dalam politik. 

Berdasarkan bukti dan data yang telah kita tinjau, serta contoh konkret dari tokoh publik dan kelompok perempuan yang telah berhasil melakukannya, kita dapat menyimpulkan bahwa literasi media digital adalah kunci dalam membentuk partisipasi politik perempuan yang inklusif, memerangi stereotip gender, dan mendorong perubahan positif dalam politik.

Dengan demikian, tulisan ini menegaskan pentingnya terus mendukung pendidikan literasi media digital, terutama di kalangan perempuan, agar mereka dapat mengambil peran aktif dalam politik, mengatasi stereotip gender, dan berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan setara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun