Mohon tunggu...
nicoganteng
nicoganteng Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suarakan di Indonesia Tidak Ada Teroris, Menunjukan Dirinya Masuk Kelompok Radikal dan Mendukung Teroris

4 Juni 2018   18:17 Diperbarui: 4 Juni 2018   18:40 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Perilaku terorisme bermula kepada pemikiran-pemikiran yang ekstrim dan radikal. Tokoh atau anggota masyarakat kelompok radikal merasa pola pikir dan perilaku biasa saya, namun sesungguhnya mudah terlihat oleh masyarakat normal.

Bukan ancaman, tetapi serangan teroris.

Tidak kurang dari puluhan aksi terorisme telah terjadi di Indonesia hanya dalam kurun waktu 2017-2018. Serangan kelompok teroris terjadi dibeberapa lokasi baik berupa bom bunuh diri maupun aksi penyerangan frontal dengan senjata api/tajam yang memakan banyak korban jiwa dan luka-luka. Berikut aksi terorisme di Indonesia Mei 2017 - Mei 2018 :

Mei 2017. Dua ledakan bom terminal Bus Kampung Melayu, Jakarta Timur, 5 Tewas dan 10 luka.

25 juni 2017.

Serangan teroris di mapolda Sumut, 1 orang Polisi meninggal

30 Juni 2017.

Serangan terhadap polisi di masjid Falatehan Jaksel, 2 anggota Brimob terluka.

8 Mei 2018 :

- Serangan Napter di Mako Brimob

- Ledakan di depan gerbang Mapolrestabes Surabaya, pelaku merupakan seorang pria dan wanita boncengan.

13 Mei 2018:

- Bom meledak di lantai lima blok B nomor 2 Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, 3 tewas, 3 luka.

 - Ledakan di depan gerbang Mapolrestabes Surabaya, pelaku   merupakan seorang pria dan wanita boncengan

- Ledakan terjadi di  depan Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Utara No.1, Baratajaya, Gubeng

- Ledakan terjadi di  depan Gereja GKI Diponegoro Surabaya,

- Ledakan terjadi di  depan Gereja GPPS Sawahan di Jalan Arjuno.

Sebagian besar korban jiwa dan luka adalah orang tak berdosa di luar pelaku. Pasca aksi terorisme yang banyak membunuh dan melukai masyarakat tersebut, beramai-ramai tokoh menyampaikan kutukan terhadap aksi terorisme. Tapi, apakah cukup dengan simbolis pernyataan? dan apalah arti hanya dengan kata mengutuk tanpa upaya dan tindakan (real action).

Melakukan evaluasi terhadap kendala dalam mengatasi aksi terorisme selama ini  dan mensahkan UU Anti Terorisme merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi rakyat. Pemerintah ingin mengoptimalkan seluruh kekuatan nasional. TNI sebagai instrumen sebagai kekuatan inti bersama elemen lainnya dikerahkan membasmi terorisme dan sel-sel yang telah menjalar di masyarakat.

Sel-sel tersebut bisa sebagai tokoh masyarakat, politik ataupun anggota masyarakat biasa yang merasa normal tapi sesungguhnya telah terkontaminasi faham /ideologi radikal (agama). Dr. K.H.Sahid Aqil Siraj (2006) mengatakan Islam radikal adalah orang yang berfikirankaku dan sempit dalam memahami Islam, serta bersikap exlusif terhadap agama lain. Kelompok inilah suatu saat berpotensi sebagai pelaku maupun otak aksi terorisme di masa yanga akan datang

Bagaimana mengenali individu faham Radikal?

Orang yang terkontaminasi Radikalisme memposisikan dirinya masyarakat normal (baik) tapi sesungguhnya melihat jelas dia sosok yang ganjil (aneh). Oleh Prof Daermith (Jerman) menganalogikan seorang penghuni rumah sakit jiwa tidak pernah mengakui dia aneh, tapi orang yang berkunjung semua tahu bahwa dia orang gila. Demikian hal dengan seorang anggota ideologi radikal ditengah komunitas sosial.

Rizieq Shihab (RS) megatakan bahwa teroris di Indonesia tidak ada, yang ada hanya rekayasa Polisi atau Brimob. Demikian juga Himma Dewiyana Lubis (warga Sumut) mengatakan bom di Gereja Surabaya hanya pengalihan issu.

Bagaimana HR mengatakan demikian? Coba kita cermati aksi peledakan bom yang dilakukan Puji Kuswati saat melakukan aksi bom diri ke Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, Surabaya, Minggu (13/5/2018) tetap luar biasa dan super nekad. Sebab dia membawa serta dua putrinya, Fadhila Sari, (12) dan Famela Rizqita (9). Itu sudah membuktikan aksi teroris yang terlebih dahulu terjerumus paham radikalisme.

Dari asfek filosofi berfikir, ujaran yang dilontarkan oleh HR dan pihak lain bahwa teroris di Indonesia tidak ada sesungguhnya mencerminkan 3 hal (point), pertama gambaran alam fikir bahwa aksi pembunuhan /pengeboman bukan sesuatu yang luar biasa jahat, kedua adalah menggambarkan mereka telah masuk faham/ideologi radikal dan ketiga mendukung dan melindungi pelaku aksi terorisme.

Atas panggilan moril akademis, saya harus menyampaikan bahwa kondisi sekarang adalah darurat teroris dimana masyarakat Indonesia tidak lagi dihadapkan pada ancaman tetapi tengah mengalami serangan terorisme. Hak untuk hidup dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 harus ditegakkan.

---- 000000 ----

 

By: Baron Sugeng N H, Peneliti Sosbud

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun