Mohon tunggu...
Nico Andrianto
Nico Andrianto Mohon Tunggu... -

Bersyukur dalam kejayaan, bersabar dalam cobaan......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Puzzle 14: Tahafutul Falsafah al Libraliyah(51)

6 Januari 2016   13:12 Diperbarui: 6 Januari 2016   14:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Seven Social Sins:

  1. Politics without principles
  2. Wealth without work
  3. Pleasure without conscience
  4. Knowledge without character
  5. Commerce without morality
  6. Science without humanity
  7. Worship without sacrifice.

Status Facebook Lawe yang mengutip kata-kata Mahatma Gandhi ini segera mendapatkan likes dari puluhan kawan-kawannya. Facebook tak selalu berkaitan dengan hal-hal ringan, misalnya tentang perasaan galau, senang, sedih, kesal atau perjumpaan dengan tempat-tempat baru. Kadangkala ungkapan di sosial media itu terkait hal-hal yang bersifat filosofis. Saat perasaan manusia sedang dipenuhi inspirasi kebenaran, maka status-status FB ini bisa muncul di dunia maya:

Cankaya Hayrunnisa, Minggu, 09:22; Di dunia virtual reality seperti dalam soccer management, batas realitas dan fiksi meluruh pudar. Semua sudah diatur oleh Sang Programmer, seperti kehidupan manusia itu sendiri yang terbatasi oleh kata “takdir”.

(dalam waktu satu jam, 40 orang memberikan tanda like dan 37 komentar mendukung status Cankaya itu)

Irma Ayesha, Senin, 08:35; Hidup ibarat menyusun huruf per huruf, lalu menjadi kata, membentuk kalimat, untuk melahirkan arti demi menyampaikan pikiran ataupun gagasan. Dalam proses itu, terkadang kita bisa salah mengetikkan sesuatu huruf, namun kita masih bisa memperbaikinya agar menjadi lebih sempurna.

(dalam waktu tiga jam, 34 orang memberikan tanda like atas status Irma itu)

RanggaLawe, Kamis, 22:28; Orang hidup itu seperti terus dikejar-kejar deadline. Dalam banyak pekerjaan, manusia terus-menerus menyiapkan sesuatu sampai terjadi event-nya. Banyak yang berhasil, tak sedikit pula yang gagal. Sehingga, waktu bagi manusia pedang sangat tajam bermata dua, termasuk melibas siapa saja yang tidak mampu memanfaatkan waktunya dengan baik. (lagi dikejar-kejar deadline assignment kampus)

(dalam waktu kurang dari dua jam, 23 orang memberikan tanda like atas status Lawe tersebut)

Shinta Chaniago, Rabu, 08:50; Melihat dunia dari perspektif seorang fotografer majalah atau kameramen televise, mirip kehidupan itu sendiri. Kita tidak mungkin melihat sesuatu diluar bidikan kamera, atau peristiwa dibalik layar televisi. Segala interpretasi atas peristiwa tergantung gambar atau film bidikan mereka yang akan dikomentari oleh masyarakat. Yang tidak ter-cover akan luput dari mendapatkan komentar. Tak mengherankan, jurnalis teve atau fotografer koran koran bisa mempengaruhi banyak orang karena angle atau framing yang ia ambil.

(dalam waktu kurang dari dua jam, 31 orang memberikan tanda like dan 36 komentar terekam atas status Lawe tersebut)

Sulaeman Pattipi, Selasa, 05:05; Kalau kita diberikan sedikit kekuasaan seperti seorang tukang cukur atau juru foto istana, maka kita bisa mengatur-atur arah muka, gesture, dan bahkan senyuman artifisial seorang presiden yang gambarnya akan dipandang seluruh rakyatnya, ataupun memegang-megang kepala seorang kepala negara yang akan dipotong rambutnya. J

(dalam waktu kurang dari dua jam, 70 orang memberikan tanda like atas status Sulaeman Pattipi itu)

Ahmad Gassing, Jumat, 09:43; Hidup itu persis permainan lego yang menawarkan banyak kemungkinan bentuk akhir, tergantung imajinasi yang sedang memainkannya.

(dalam waktu kurang dari dua jam, 42 orang memberikan tanda like atas status Ahmad Gassing itu)

Ahmad Gassing, Jumat, 11:52; Hukum hidup adalah dinamis. Tak peduli dia maju, mundur, naik, turun. Hidup selalu bergerak. Waktu akan membawa kita pada fluktuasi nasib, atau sirkulasi takdir.

(dalam waktu kurang dari lima jam, 65 orang memberikan tanda like atas status Ahmad Gassing itu)

Zahid Nasution, Selasa, 06:40; Hidup di Jakarta itu seperti mempertahankan posisi motor kita sehingga memungkinkan untuk terus melaju, agar sampai kantor tepat waktu. Tantangannya adalah lalu lintas yang ramai, perlintasan kereta api yang mengganggu atau para pengguna jalan lainnya yang tidak tertib.

(dalam waktu kurang dari tiga jam, 37 orang memberikan tanda like atas status Zahid Nasution itu)

Gusti Zulfansyah, Sabtu, 03:37; Hidup ibarat berada di dalam sebuah lift. Saat pintu terbuka di berbagai tingkat, kadangkala kita bertemu pusat perbelanjaan, bertemu ruang hunian, atau bertemu jalan raya, juga berbagai manusia yang berbeda-beda.

(dalam waktu dua setengah jam, 40 orang memberikan tanda like atas status Gusti Zulfansyah itu)

Ahmad Gassing, Selasa, 11:36; Selalu ada jarak yang membentang antara kebenaran yang disampaikan dengan bagaimana mencapai kebenaran tersebut. Itulah realitas kehidupan manusia.

(dalam waktu dua belas jam, 24 orang memberikan tanda like atas status Ahmad Gassing itu)

Dadang Suhendar, Minggu, 11:58; Kalau saya renungkan, kehidupan manusia itu persis pertunjukan film kartun di TV ABC-2 Australia. Masing-masing pengisi suara memberikan sumbangan terbaiknya. Mereka mengesampingkan perasaan malu pada awalnya, kemudian berubah menjadi semacam kebutuhan batin. Mereka rubah suara menjadi lucu, melengking, atau tertawa terbahak-bahak untuk menghibur penonton-penonton kecil, anak-anak dibawah tiga tahun yang polos. (Sedang menemani anak menonton teve)

(dalam waktu 16 jam, 39 orang memberikan tanda like atas status Dadang Suhendar itu)

Sadrach Hadikuncoro, Kamis, 02:37; Manusia hanyalah materi, sekumpulan partikel dalam siklus nitrogen yang akan hancur dalam batas kematian. Konsep kehidupan setelah kematian itu sangat membingungkan, sebagaimana konsep surga dan neraka sebagai balasan atas kelakuan manusia di dunia.

(dua orang memberikan tanda like pada status Sadrach itu dalam waktu tiga setengah jam sejak diposting, sementara 56 pendapat tak setuju dan mengecam membanjiri fasilitas komentar yang ada di bawah status itu)

RanggaLawe, Jumat, 11:23; Beberapa konsep budaya tidak membatasi konsepnya hanya di alam kehidupan, namun menerobos ke alam setelah kematian. Beberapa tokoh besar menyiapkan makamnya sebelum ia benar-benar meninggal dunia. Gagasan itu bisa dianggap sangat “maju”, namun bisa pula sebaliknya, dianggap sangat “manja”. Bagaimanapun gagasan itu sesuatu yang menarik, ditengah dominasi peradaban yang materialistik dan berorientasi dunia sentris.

(dalam waktu kurang dari dua jam, 57 orang memberikan tanda like atas status Lawe tersebut)

#

Tuhan memberikan penjelasan rinci tentang perkembangan embrio manusia dalam rahim seorang ibu dalam Al Quran surat al-Mu'minun ayat 12-14:

''Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Lalu, segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus daging. Kemudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."

Manusia lahir dari setitik cairan hina (air mani) yang menyembur dan setelah melewati perjuangan hebat dalam sebuah persaingan yang ketat, sperma itu kemudian bersemayam di tempat yang kokoh (rahim ibu kita) dalam ovum. Penciptaan manusia adalah sebuah keajaiban yang tak kalah rumitnya dengan penciptaan langit, seperti ungkapan Sang Pencipta:

Kalianlah yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit yang Allah bangun? Dia meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya. (QS 79: 27-28).

Prosesi ritual kelahiran dalam tradisi islam mengekspresikan rasa komunalitas yang sangat kuat (52). Anak manusia lahir dalam keadaan telanjang, lemah, dan pasrah. Sejak saat itu, secara fisik manusia terus-menerus berperang dengan virus dan penyakit, dimana sel pertahanan bernama antibody bekerja siang dan malam tanpa henti untuk mempertahankan kehidupannya. Setiap hari, dengan bernafas manusia membakar kalori menghasilkan karbon dan jutaan selnya mati.

Setidaknya secara fisik tulang belulang manusia akan terus ada dan bahkan menjadi fosil di dalam tanah. Jiwa manusia akan kekal di alam lain untuk mengikuti penghakiman atas apa yang telah dilakukan diatas dunia. Sehingga mengapa dikatakan hidup di dunia ini hanyalah sementara layaknya “mampir ngombe”, berhenti sejenak untuk meminum air di oase dalam perjalanan yang sangat panjang.

Sejak lahir, bayi manusia telah bisa mendengar lalu disusul dengan kemampuan melihat beberapa minggu kemudian. Dalam prosesi kelahiran, seorang bayi muslim akan diperdengarkan suara adzan di telinga kanannya, dan iqomah di telinga kirinya. Sejak itu anak manusia akan mendengar dan melihat beraneka ilmu pengetahuan, ideologi, dan adat kebiasaan yang akan membentuk identitas dirinya. Manusia diberikan perangkat akal dan perasaan untuk mencari kebenaran tertinggi, cahaya diatas cahaya (nur alannur). Tuhan memberikan kitab-kitab suci pada setiap periode kepada manusia sebagai tuntunan hidup di dunia.

Manusia lahir tanpa bisa memilih dilahirkan oleh siapa, memiliki warna kulit, suku atau bangsa apa. Manusia lahir seperti sebuah lembaran kertas putih bersih yang siap ditulis dengan konsep A, B, C, sampai Z ..... apapun juga. Tentu terdapat kode-kode genetis terkait ciri-ciri fisik, sifat ataupun penyakit bawaan si bayi yang diturunkan oleh orangtuanya. Kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai kehidupannya kedepan, apakah menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Islam.

Di antara semua karunia intelektual manusia, kemampuan bahasa manusialah yang paling ditekankan Al Qur’an. Manusia dianugerahi kemampuan berbahasa, dengan menggetarkan rongga mulutnya atau menggunakan lidahnya membentuk kata-kata dan arti tertentu yang dimengerti oleh sesama mereka. Jelaslah kemampuan bahasa adalah peranti intelektual yang amat canggih. Dengan kemampuan ini, lebih daripada kemampuan lain, manusia tumbuh, berkembang dan belajar secara individual maupun kolektif. Kemampuan bahasa menjadi alat untuk belajar dan mengajari orang lain yang tak sempat bertatap muka lewat tulisan, bahkan orang-orang yang secara ruang dan waktu berada sangat jauh. Di seluruh dunia, manusia mengenal ribuan bahasa, banyak diantaranya telah punah seiring hilangnya para penuturnya.

Malaikat-malaikat mengakui ketidakmampuan mereka untuk menjawab tantangan Allah. Mereka tidak memiliki kelebihan berupa akal untuk menciptakan simbol dan konsep bagi diri mereka. Malaikat mengatakan bahwa untuk menciptakan semua itu dibutuhkan pengetahuan dan kearifan yang berada di luar batas kesanggupan mereka. Otak manusia itu persis titik-titik bintang di pekat luasnya jagat raya yang saling terhubung melalui sinyal-sinyal listrik. Manusia dikaruniai dengan sebuah ‘sifat kumulatif’ yang amat maju, yang membedakannya dengan semua makhluk bumi lainnya.

"Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka." (Al Qur'an, 96:15-16)

Ayat-ayat Al Qur’an dengan lugas menyindir manusia yang setelah diberi kemampuan berfikir berani menentang Penciptanya.

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang hendak Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al Insaan 76:1-2)

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata. Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya ia berkata:”Siapakah yang dapat mengidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah:”Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk”. (QS Yaasiin [36]: 77-79).

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (QS. Al Infithaar, 82:6-8)

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertobat”. (QS. Al Ahqaf: 35)

“Tidakkah manusia melihat bagaimana Kami menciptakannya dari setetes mani, namun menjadi penentang yang nyata! (QS: Yaasiin, 36:77)

#

Manusia hidup selalui berhadapan dengan realitas, yang menyedot perhatian, perasaan, rasionalitas sekaligus menguras energinya. Manusia harus memilih berbagai keputusan berdasarkan nilai-nilai yang dipunyainya. Ungtunglah Tuhan menciptakan rasa mengantuk dan aktivitas tidur untuk menghapus sementara beban fikiran seorang manusia. Bagi mereka tidur sekian detik akan menghapus beban kehidupan, setidaknya untuk sementara. Orang yang melakukan kesalahan fatal, misalnya korupsi atau membunuh akan kesulitan tidar dan selalui dihantui dengan masalah itu.

Manusia modern hidup di jaman banjir informasi, setiap hari digempur dengan citra, promo, informasi di depan mata kita. Melalui layar laptop, iPhone, Hand phone, atau Black Berry. Di jaman ini manusia bisa mencari berita yang dibutuhkan. Manusia menangkap realitas, mengenali, berfikir, dan merespon, dan menaggapinya sesuai rekaman pengalaman yang pernah dimiliki. Manusia mengenali gerakan kompleks makhuk hidup, sebuah kecerdasan. Bagaimanapun, sampai sejauh ini Google Translate belum bisa melakukan tugas sekompleks otak manusia.

Dalam keadaan tertentu, beberapa hal menyelinap dalam benak manusia tanpa bisa difilter. Atribut manusia sebagai khalifah diatas bumi kadang terintrusi oleh hal-hal negatif dari dunia maya, tanpa dapat dikendalikan. Mungkin hal ini pas dengan konsep setan dalam agama-agama samawi yang dikenal manusia. Ia semacam virus yang mampu merusakkan kemurnian otak dan hati manusia. Sehingga kadangkala manusia “Meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan” demi sekedar bisa mempertahankan kehidupan yang sangat keras.

Tuhan seringkali memiliki rasa humor yang sangat tinggi seperti ditangkap oleh kalangan sufi. Tuhan bercakap-cakap dengan manusia melalui kejadian sehari-hari yang menimpa manusia. Tuhan mengabulkan doa hambanya. Seperti Nabi yang berkhalwat di gua Hira’, merenung bak gunung, bergerak layaknya ombak, “manusia harus menyerahkan diri seluruhnya, karena Tuhan menolak yang setengah-setengah (53)”. Melalui takdir-takdir manusia berkomunikasi dengan si pembuat takdir. Berbuat baik hanya untuk mengharap ridho Allah SWT, bukan yang lain. Komunikasi batin antara kita dan Sang Pencipta adalah kenikmatan yang luar biasa. Para sufi menggali unsur esoterik agama sebagai sebuah hubungan yang mesra dengan Allah SWT. “Mana yang lebih islami, Barat atau islam”, Kalau di Barat dikatakan, “body and soul”, di Timur dikatakan, “jiwa dan raga”.

Manusia harus mensyukuri karunia Illahi, sebab manusia akan merasakan nikmat ketika satu-persatu dicabut nikmat itu. Jika lidah yang mulai tak bisa mengecap nikmatnya rasa makanan, rambut yang mulai memutih, tubuh yang mulai renta, maka manusia baru merasakan nikmat yang telah diberikan Yang Kuasa. Orang menghadiri majelis ilmu seperti tawon yang mengerubungi nectar bunga untuk mengambil madunya. Para pencari ilmu beterbangan menuju kelas atau theatre untuk mendengarkan sang dosen menyebarkan pengetahuan. Para siswa berusaha diam menyerap ilmu yang bermunculan melalui slide-demi slide, atau suara penjelasan sang dosen, presentasi kelompok atau melalui diskusi yang gaduh yang membuka wawasan.

Segala permasalahan pasti ada pemecahannya, karena Tuhan menciptakan masalah dengan segala kemungkinan penyelesaiannya. Para penemu hukum fisika/ilmu alam hanyalah menemukan yang sebenarnya telah ada sejak dahulu. Sang penemu seperti Newton hanya merumuskannya fakta ilmiah dalam rumusan yang sederhana yang bisa dibaca dan dimengerti oleh orang lain termasuk untuk dikoreksi dan diperbaiki. Orang yang berilmu pengetahuan akan berzikir memuji Sang Pencipta atas limpahan nikmat.

#

Beberapa pertanyaan pandangan dunia sering mengganggu tidur Zahid Nasution. Pertanyaan tentang mengapa manusia ada diatas bumi ini, untuk apa ada dan mau kemana. Pertanyaan serupa dirasakan oleh para filosof sejak jaman dahulu kala. Perdebatan melalui tulisan dan buku antara Ibnu Rusyd dan Al Ghazali berlangsung begitu sengitnya. Lontaran-lontaran gagasan mereka tentang makna hidup dan asal-usul kebenaran bahkan menyeret pemikiran filosof-filosof yang lebih klasik. Islam yang sejak kelahirannya terus meluas wilayah kekuasaannya bersentuhan dengan berbagai peradaban dan pemikiran seperti Yunani, India, Persia dan China, sebagai puncak-puncak peradaban, baik fisik maupun pemikiran.

Pemikiran Plotinus mengatakan segala sesuatu di jagad raya ini saling terhubung sebagaimana sebuah organisme tunggal dengan pusat pada satu yang mistis. Darinya semua berasal dan kepadanya semua akan kembali. Perdebatan epistemologis para filosof muslim abad pertengahan, meliputi; Apa sifat Tuhan, Jika Tuhan abadi, apakah ciptaannya juga kekal, Hubungan takdir dengan kehendak bebas manusia, Apakah kebangkitan di akhirat hanya meliputi jiwa atau tubuh juga, apakah al Qur’an itu kekal, bagaimana manusia mengetahui kebenaran, apakah akal saja cukup atau harus pakai wahyu, dan seterusnya.

Perdebatan ontologis berabad-abad lamanya juga terjadi diantara para pengikut Al Ghazali dan Ibn Rusyd. Tentang apakah alam ini seawal Tuhan, apa ciptaan Tuhan semata. Dalam bukunya Tahafut al Falasifah sang hujatul Islam mengkritik pendirian Ibn Rusyd yang dikatakan terlalu terpengaruh oleh Aristoteles dan Plato. Menurut Al Ghazali, muslim telah memiliki dasar akidah yang kuat berupa tauhid, sehingga tidak perlu filsafat yang banyak merusak pemahaman itu. Banyak pengamat menuduh Al Ghazali sebagai penyebab mundurnya sains muslim karena penolakannya terhadap filsafat Yunani itu.

Perdebatan yang dilakukan oleh Al Ghazali dan Ibn Rusyd tentang penciptaan alam semesta. Apakah ia azali apa fana. Tuhan yang bagaimana dalam konsep islam. Relativitas seperti pada kejadia Isra’ Mi’raj, dimana Nabi melakukan perjalanan melintasi jagad raya hanya dalam hitungan detik. Beberapa tahun kemudian Ibn Rusyd menulis Tahafut al Tahafut sebagai jawaban atas pandangan al Ghazali itu.

Berlawanan dengan Barat yang mengadopsi pemikiran Averrous sehingga menjadi maju seperti sekarang ini. Averroes atau Ibn Rusyd, seorang filusuf dari Cordoba, Andalusia, merumuskan doktrin “the double truth” dimana kebenaran ilmu pengetahuan tak terpisahkan dengan kebenaran agama. Sedangkan saat ini Barat sejak renaissans melakukan talak tiga dengan agama, karena trauma dengan kekejaman gereja abad pertengahan. Pengaruh Ibnu Rusd dan Ibn Sina menyebar ke Barat, sedangkan Al Gazali ke Timur. Muslim menemukan penemuan-penemuan besar jauh sebelum ilmuwan Barat menemukannya, tetapi dampaknya berbeda diantara kedua peradaban. Barat melakukannya saat tatanan sosialnya yang sejak lama hancur mulai pulih dengan kemerdekaan atas dogma gereja, sementara sebaliknya muslim melakukannya saat tatanan sosial mereka mulai runtuh. Kemunduran peradaban Islam atas ilmu-ilmu filsafat, kedokteran, geometri, geografi, matematika, astronomi, optik, kimia, inovasi sains dan teknologi militer akibat kejumudan pandangan dunianya berlaku sebaliknya pada peradaban Barat.

Lalu muncul negara bangsa di Eropa menciptakan sistem pemerintahan koheren yang menyebabkan sebuah perintah penguasa sampai pada tingkat terkecil, dimana warga negara menggantikan posisi rakyat jelata. Proses yang bersamaan dengan penjelajahan dunia baru dan kolonisasi di Dunia Timur ini menciptakan kondisi dimana negara bangsa yang keras dan tajam seperti pisau itu membelah kerajaan-kerajaan Timur layaknya roti yang lunak dalam bentuk kolonialisme. Masalahnya respon para pejabat kerajaan-kerajaan sasaran proyek kolonialisme itu biasanya tidak kompak, selalu ada yang mengkhianati perlawanan yang dilakukan bangsanya.

Respon kekalahan peradaban itu seperti sebuah lukisan lawas seseorang berbusana Jawa mengenakan blangkon, nampak sedang menyembah pesawat radio yang baru diperkenalkan oleh Kolonialis. Liberalisme Amerika Serikat seringkali ditiru mentah-mentah tanpa memahami konteksnya dan sejarahnya. Liberalisme coba disebarkan kepada masyarakat dengan dosis yang over, dari masalah politik, ekonomi sampai sosial budaya. Maka yang terjadi kemudian adalah benturan-benturan di dalam masyarakat, karena pertarungan “ideologi-ideologi” baru dan lama ini. Siapa yang bermain-dan dimainkan, tentu terkait dengan dana yang digelontorkan melalui berbagai lembaga think tank. Bisnis ini terus berlanjut karena melibatkan uang besar, meskipun harus membunuh perasaan dan merusak tatanan masyarakat Nusantara.

#

Sebuah permainan kecil menunjukkan kelemahan logika manusia dalam menangkap sebuah realitas. Otak manusia seringkali meloncat jauh pada konklusi berdasarkan memori yang dimiliki, padahal fakta yang sebenarnya jauh dari sangkaan otak. Logika memiliki kelemahan, seperti citra visual yang kadangkala menipu, mirip fatamorgana.

Apakah yang tertulis di kertas ini”, kata Lawe sambil menyodorkan sebuah tulisan di kertas putih: “Sudah pasti JUMP TO THE CONCLUSSIONS, anak SD saja bisa kawan”, jawab Sadrach menjawab dengan ketus.

Ok, Sadrach, aku akan buka penutupnya, .............dan inilah sebenarnya tulisan di kertas: IUMB TQ THE SQNCLUSSJQNC, anda keliru!”, kata Lawe sambil tersenyum penuh kemenangan. Kesimpulannya, logika yang diagung-agungkan kaum filsafat memiliki kelemahan bawaan, karena memiliki keterbatasan terkait dengan tangkapan visual dan memori yang ada dalam otak manusia.

Kekacauan pemikiran filsafat Barat, apalagi yang berakar pada epistemologi materialisme termasuk liberalisme mirip orang yang terkena turbulensi ditengah lautan. Kapal yang berhari-hari diombang-ambingkan arus lautan besar dan ombak yang saling bertabrakan menyebabkan perahu bergoyang-goyang. Jika ombak sangat besar bahkan mungkin bisa membalikkan perahu pemikiran kita. Orang di dalam perahu itu akan kehilangan kemampuan untuk mengenali sebuah keteraturan. Mereka kehilangan kesadaran dan pegangan, sehingga semua menjadi terasa relatif. Seperti orang yang lupa daratan, karena berbulan-bulan berada di lautan. Seolah mereka tidak tahu bahwa daratan itu datar, mereka berjalan dengan bergoyang-goyang.

Intelektual yang mabuk oleh peradaban Barat tanpa memfilternya akan menjadi orang yang hanya bisa mem-foto copy tanpa memodifikasi atau memfilter pemikiran yang akarnya jauh berbeda itu. Sebab, ”ada atau tidak adanya bukti tidak harus bergantung pada anda”. Kerusakan peradaban akan membayangi negeri. Pertentangan-pertentangan yang tercipta dari pikiran nyleneh, akan menyita perhatian dan energi bangsa Nusantara, sehingga lupa dengan permasalahan yang lebih strategis seperti penjajahan ekonomi yang dilakukan asing atas kekayaan alam mereka yang kaya. Padahal islam berkembang pesat di dunia Barat karena keunggulan ajarannya yang terasa logis, menyentuh logika berfikir Barat tentang konsep Tuhan yang terasa jauh lebih masuk akal.

Hal-hal yang jelas dilarang dalam Al Quran dibela oleh kaum liberal; minuman keras, perkawinan sejenis, aliran sesat; sampai orang menyebut kucing sebagai Tuhan-pun, akan mereka bela mati-matian. “Kencingi sumur Zam-Zam, kalau kau ingin terkenal”, demikian rumus yang mereka pegang kuat-kuat. Kaum liberal mendekonstruksi sakralitas kitab suci. Bukannya kelakuan yang belum sesuai dengan Al Qur’an diperbaiki, namun justeru al Quran yang harus diubah, atau dicomot sepotong-sepotong untuk mendukung keinginan sang liberalis melalui cara penafsiran yang kacau, hermeneutika.

Menurut penulis Oxford, Inggris, Richard Webster, dalam buku A Brief History of Blasphemy (54), menyampaikan bahwa konflik yang terjadi menyusul terbitnya novel the Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) Salman Rushdie, bukanlah antara otoritarianisme dengan kebebasan – seperti dikampanyekan kaum Liberal di seluruh dunia saat itu. Tapi lebih merupakan benturan dua buah kekakuan sikap, yaitu dua bentuk fundamentalisme antara agama Islam versus agama Liberal.

Kalau jaman duhulu selalu ada batas yang jelas antara kejahatan dan kebaikan, sekarang ini batas itu mulai kabur. Bahwa kejahatan pun bisa menang dan menguasai, seperti film tentang kehidupan bandit, yang tanpa nilai kebenaran tapi memenangi kenyataan. Nilai-nilai telah bergeser, dan kebenaran menjadi relatif. Manusia diberikan keleluasaan untuk menggerakkan tubuhnya, berpikir, berperasaan, memerintahkan tangan dan kakinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk yang haram dalam ukuran agama.

Meski kelihatan sepele, tetapi sesungguhnya menggambarkan masalah yang besar. Pemikiran liberal merasuki kepala calon-calon pemimpin Nusantara, dan pemikiran itu tentu memiliki implikasi terhadap wacana ekonomi dan politik Nusantara. Liberalisasi ekonomi dan politik adalah tujuan besar yang coba didorong oleh bangsa-bangsa Barat melalui perang pemikiran. Perang yang tidak menggunakan mesiu dan roket, namun memiliki dampak yang luar biasa dahsyat. Penduduk negeri yang kalah akan meniru-niru budaya sang penakluk, dan menjajah mereka secara budaya.

Bahaya liberalisasi terkait kenyataan bahwa para pengusungnya hanya digunakan sebagai instrumen penjajahan ekonomi. Gerakan liberalisasi menciptakan kegaduhan sosial dan politik yang akan dimanfaatkan para liberalis ekonomi untuk menyelinap memaksakan aturan-aturan pembukaan pasar untuk keuntungan para kapitalis internasional. Pemikiran Liberal itu hanyalah ilusi, meski awal-awalnya menyilaukan dan menarik laron-laron pemikir, namun kemudian terlihat kecacatannya. Karena didasarkan pada pesanan, mereka menjadi tidak obyektif. Jika kepada musuhnya, maka tidak akan pernah dibela walaupun dengan parameter yang jelas-jelas telah dibuatnya sendiri.

Istilah yang diberikan kepada kaum liberalis adalah memakai pisau asing untuk menikam bangsa sendiri. Buktinya para pegiat liberal dalam posisinya yang hanya boneka akhirnya melakukan standar ganda atas parameter yang dibuatnya sendiri, misalnya dalam masalah penegakan HAM dan demokrasi di Mesir dalam kasus kudeta militer terhadap presiden yang terpilih secara demokratis bernama Muhammad Mursi. Bahkan kalangan liberalis Nusantara mendukung diam-diam pembantaian militer Mesir terhadap ribuan demonstran pro-demokrasi Mesir yang mendukung Muhammad Mursi.

NGO pengusung liberalisme, terutama yang dibiayai asing memang diarahkan oleh sponsornya untuk membidik sebuah Negara. Hal tersebut terbukti saat terjadi kejadian yang sama atau lebih parah di negara tetangganya, tak akan pernah ada sepatah katapun kritik terucap dari NGO liberal, padahal mereka berjaringan internasional. Mereka tidak mungkin berbeda pendapat dengan para pemberi funding apalagi kritis. Paling tidak, kulit mereka yang juga sawo matang memudahkan peran “data mining” yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan intelejen asing. Penyebutan terhadap mereka bisa terus berubah seperti ular yang selalu mengganti sisiknya, dari LSM (55), lalu NGO (56), CSO (57), Ornop (58), kemudian OMS (59), dan entah nama apalagi di masa depan. Yang paling berbahaya adalah, saat kaum liberalis bertindak sebagai broker asing untuk menguasai sumber-sumber daya alam Nusantara melalui perundingan yang menekan dengan sihir wacana “menarik investasi”, “pasar bebas”, “swastanisasi”, serta “liberalisasi ekonomi”.

#

Perjanjian kontrak karya masa lalu yang merampok kekayaan alam Nusantara harus direnegosiasi menjadi adil, sebagaimana saran seorang Joseph Stiglitz (60). Kekuatan ekonomi asing ingin menguasai perekonomian Nusantara dengan mendesakkan liberalisasi perekonomian, membuka pasar-pasar tradisional, dan membanjiri pasar dengan produk-produk mereka.

Di negeri ekonomi liberal Australia, rakyat diberikan jaminan sosial, diberikan tunjangan bagi penganggur, cacat dan mereka yang tua renta yang tidak mampu bersaing dalam pasar bebas. Padahal negeri Nusantara sudah menetapkan dalam konstitusinya; “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Jadi apa yang salah dengan pemerintah, sehingga tidak menaati konstitusi. Negeri Nusantara terus terjangkiti liberalisme ekonomi overdosis. Liberalisasi ekonomi adalah pintu masuk untuk menjarah kekayaan alam Nusantara. Memang tidak ada negara yang bisa maju tanpa berhubungan ekonomi dengan bangsa lain. Namun perdagangan itu harusnya adil, bukan melanggengkan penghisapan seperti yang terjadi di jaman penjajahan.

Dalam permainan demokrasi, semua harus berujung pada senyum-tawa bahagia rakyat. Tidak ada kelaparan, tidak ada ketakutan, tersedia rumah sakit bagi yang sakit dengan pelayanan terjangkau, tersedia sekolah dan universitas terbaik untuk para putera-puteri bertalenta. Merebut ilmu terbaik dan paling maju untuk memajukan Tanah Air tercintanya seperti dilakukan oleh para founding fathers Nusantara. Jadi format lembaga pemerintahan Nusantara haruslah di-reset untuk kembali menjadi pelayan masyarakat saat “besi masih panas”. Dengan segala keterbatasan, para pejuang kemerdekaan memulai mendirikan negara dengan modal hampir nol, namun mereka tetap berjuang. Akhirnya seluruh potensi itu harus digunakan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Nusantara, bukan menyebabkan kekayaan hanya berputar diantara elit-elit masyarakat saja.

Semuanya boleh mengambil hal-hal positif dari negeri-negeri maju, seperti Barat, Utara, Selatan dan Timur namun tanpa harus kehilangan jati diri sebagai bangsa muslim terbesar di dunia. Nilai-nilai seperti supremasi hukum, menaati aturan-aturan lalu lintas, membuat fasilitas umum yang ramah terhadap penyandang cacat, haruslah ditiru. Namun, nilai liberal, sekuler apalagi anti-agama seperti dipraktekkan di Barat haruslah dibendung sekuat tenaga. Sebab, liberalisme ekonomi murni itu bersifat sangat egois, seperti tertulis di tembok sebuah gedung perkantoran di Sydney, yang berbunyi: “Private property: No Sitting, No Trespassing, No Drinking”

@@@

 

Catatan kaki:

 

51 Kerancuan Filsafat Liberal

52 Penyembelihan hewan Aqiqoh dan sodaqoh perak atau emas seberat rambut bayi yang dicukur untuk dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Lantunan sholawat badar, barzanji dan ayat-ayat suci dilantunkan dimana orangtua akan menunjukkan bayi yang baru lahir berkeliling kepada para hadirin. Hal itu mengingatkan kepada Rasulullah yang berupaya membangun kesatuan ummah melampaui kebersamaan tribalisme di Jazirah Arab. Kaum Anshor adalah saudara kaum Muhajirin seperti ditandai dalam peristiwa hijrah yang agung.

53 Omar Dani, dibalik kawat berduri Nirbaya, Tempo, 21 Juni 2009

54 The Orwel Press, 1990.

55 LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat

56 NGO = Non-Government Organisation

57 CSO = Civil Society organisation

58 Ornop = Organisasi Non-Pemerintah

59 OMS = Organisasi Masyarakat Sipil

60 Tempo, 16 Agustus 2007.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun