Mohon tunggu...
Nico Andrianto
Nico Andrianto Mohon Tunggu... -

Bersyukur dalam kejayaan, bersabar dalam cobaan......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Puzzle 14: Tahafutul Falsafah al Libraliyah(51)

6 Januari 2016   13:12 Diperbarui: 6 Januari 2016   14:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemikiran Plotinus mengatakan segala sesuatu di jagad raya ini saling terhubung sebagaimana sebuah organisme tunggal dengan pusat pada satu yang mistis. Darinya semua berasal dan kepadanya semua akan kembali. Perdebatan epistemologis para filosof muslim abad pertengahan, meliputi; Apa sifat Tuhan, Jika Tuhan abadi, apakah ciptaannya juga kekal, Hubungan takdir dengan kehendak bebas manusia, Apakah kebangkitan di akhirat hanya meliputi jiwa atau tubuh juga, apakah al Qur’an itu kekal, bagaimana manusia mengetahui kebenaran, apakah akal saja cukup atau harus pakai wahyu, dan seterusnya.

Perdebatan ontologis berabad-abad lamanya juga terjadi diantara para pengikut Al Ghazali dan Ibn Rusyd. Tentang apakah alam ini seawal Tuhan, apa ciptaan Tuhan semata. Dalam bukunya Tahafut al Falasifah sang hujatul Islam mengkritik pendirian Ibn Rusyd yang dikatakan terlalu terpengaruh oleh Aristoteles dan Plato. Menurut Al Ghazali, muslim telah memiliki dasar akidah yang kuat berupa tauhid, sehingga tidak perlu filsafat yang banyak merusak pemahaman itu. Banyak pengamat menuduh Al Ghazali sebagai penyebab mundurnya sains muslim karena penolakannya terhadap filsafat Yunani itu.

Perdebatan yang dilakukan oleh Al Ghazali dan Ibn Rusyd tentang penciptaan alam semesta. Apakah ia azali apa fana. Tuhan yang bagaimana dalam konsep islam. Relativitas seperti pada kejadia Isra’ Mi’raj, dimana Nabi melakukan perjalanan melintasi jagad raya hanya dalam hitungan detik. Beberapa tahun kemudian Ibn Rusyd menulis Tahafut al Tahafut sebagai jawaban atas pandangan al Ghazali itu.

Berlawanan dengan Barat yang mengadopsi pemikiran Averrous sehingga menjadi maju seperti sekarang ini. Averroes atau Ibn Rusyd, seorang filusuf dari Cordoba, Andalusia, merumuskan doktrin “the double truth” dimana kebenaran ilmu pengetahuan tak terpisahkan dengan kebenaran agama. Sedangkan saat ini Barat sejak renaissans melakukan talak tiga dengan agama, karena trauma dengan kekejaman gereja abad pertengahan. Pengaruh Ibnu Rusd dan Ibn Sina menyebar ke Barat, sedangkan Al Gazali ke Timur. Muslim menemukan penemuan-penemuan besar jauh sebelum ilmuwan Barat menemukannya, tetapi dampaknya berbeda diantara kedua peradaban. Barat melakukannya saat tatanan sosialnya yang sejak lama hancur mulai pulih dengan kemerdekaan atas dogma gereja, sementara sebaliknya muslim melakukannya saat tatanan sosial mereka mulai runtuh. Kemunduran peradaban Islam atas ilmu-ilmu filsafat, kedokteran, geometri, geografi, matematika, astronomi, optik, kimia, inovasi sains dan teknologi militer akibat kejumudan pandangan dunianya berlaku sebaliknya pada peradaban Barat.

Lalu muncul negara bangsa di Eropa menciptakan sistem pemerintahan koheren yang menyebabkan sebuah perintah penguasa sampai pada tingkat terkecil, dimana warga negara menggantikan posisi rakyat jelata. Proses yang bersamaan dengan penjelajahan dunia baru dan kolonisasi di Dunia Timur ini menciptakan kondisi dimana negara bangsa yang keras dan tajam seperti pisau itu membelah kerajaan-kerajaan Timur layaknya roti yang lunak dalam bentuk kolonialisme. Masalahnya respon para pejabat kerajaan-kerajaan sasaran proyek kolonialisme itu biasanya tidak kompak, selalu ada yang mengkhianati perlawanan yang dilakukan bangsanya.

Respon kekalahan peradaban itu seperti sebuah lukisan lawas seseorang berbusana Jawa mengenakan blangkon, nampak sedang menyembah pesawat radio yang baru diperkenalkan oleh Kolonialis. Liberalisme Amerika Serikat seringkali ditiru mentah-mentah tanpa memahami konteksnya dan sejarahnya. Liberalisme coba disebarkan kepada masyarakat dengan dosis yang over, dari masalah politik, ekonomi sampai sosial budaya. Maka yang terjadi kemudian adalah benturan-benturan di dalam masyarakat, karena pertarungan “ideologi-ideologi” baru dan lama ini. Siapa yang bermain-dan dimainkan, tentu terkait dengan dana yang digelontorkan melalui berbagai lembaga think tank. Bisnis ini terus berlanjut karena melibatkan uang besar, meskipun harus membunuh perasaan dan merusak tatanan masyarakat Nusantara.

#

Sebuah permainan kecil menunjukkan kelemahan logika manusia dalam menangkap sebuah realitas. Otak manusia seringkali meloncat jauh pada konklusi berdasarkan memori yang dimiliki, padahal fakta yang sebenarnya jauh dari sangkaan otak. Logika memiliki kelemahan, seperti citra visual yang kadangkala menipu, mirip fatamorgana.

Apakah yang tertulis di kertas ini”, kata Lawe sambil menyodorkan sebuah tulisan di kertas putih:

Sudah pasti JUMP TO THE CONCLUSSIONS, anak SD saja bisa kawan”, jawab Sadrach menjawab dengan ketus.

Ok, Sadrach, aku akan buka penutupnya, .............dan inilah sebenarnya tulisan di kertas: IUMB TQ THE SQNCLUSSJQNC, anda keliru!”, kata Lawe sambil tersenyum penuh kemenangan. Kesimpulannya, logika yang diagung-agungkan kaum filsafat memiliki kelemahan bawaan, karena memiliki keterbatasan terkait dengan tangkapan visual dan memori yang ada dalam otak manusia.

Kekacauan pemikiran filsafat Barat, apalagi yang berakar pada epistemologi materialisme termasuk liberalisme mirip orang yang terkena turbulensi ditengah lautan. Kapal yang berhari-hari diombang-ambingkan arus lautan besar dan ombak yang saling bertabrakan menyebabkan perahu bergoyang-goyang. Jika ombak sangat besar bahkan mungkin bisa membalikkan perahu pemikiran kita. Orang di dalam perahu itu akan kehilangan kemampuan untuk mengenali sebuah keteraturan. Mereka kehilangan kesadaran dan pegangan, sehingga semua menjadi terasa relatif. Seperti orang yang lupa daratan, karena berbulan-bulan berada di lautan. Seolah mereka tidak tahu bahwa daratan itu datar, mereka berjalan dengan bergoyang-goyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun