Mohon tunggu...
Tatang Tarmedi
Tatang Tarmedi Mohon Tunggu... Jurnalis - Untuk share info mengenai politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Hidup akan jauh lebih bernilai, jika kau punya sebuah tujuan penting.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahun 1986 Badai di SMA

1 Oktober 2023   04:07 Diperbarui: 1 Oktober 2023   07:10 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di lapangan itu, aku dan dia berduel. Namun, hasilnya draw. Keburu datang Pak Umar, guru matematika . Tampaknya, ada siswa memberitahukan  ada perkelahian di lapangan sepak bola.

" Kamu ini keterlaluan, Badai. Mau jadi apa kamu itu, " kata Pak Umar, Guru Matematika, pada suatu hari. Ia dikenal sebagai guru galak. Badannya tinggi besar, kulitnya hitam pekat. Siswa-siswa pada takut. Bahkan, ada beberapa siswa, memilih untuk tidak sekolah, bila ada pelajaran matematika.

 " Apa perlunya bapak ngomong begitu. Itu urusan aku pak, " kataku. Sama sekali aku tidak takut dengan nama besar Pak Umar selaku guru galak.  Bola mata Pak Umar seperti mau keluar. Ia menjambak kerah bajuku.

, " Oh, begitu ya, bisa-bisanya kamu melawan guru. Begini saja, nasib kamu akan aku tuntaskan hari ini, " katanya. Lantas ia menanyai satu-satu siswa-siswa di kelasku. Dari mulai barisan depan hingga belakang menyatakan setuju atau tidak  aku dikeluarkan dari sekolah.

Pada awalnya, teman-temanku menyatakan tidak setuju aku dikeluarkan dari sekolah
" Aku heran, kenapa kalian masih mempertahankan siswa seperti ini. Apa untungnya di sekolah kita ada siswa seperti dia. Aku akan ulang kembali, " katanya. Lalu ia memvoting kembali dari  mulai barisan depan hingga belakang. Hasilnya semua setuju, kecuali Mia.

Mia menangis di bangkunya. Dengan terisak, ia memohon agar aku tidak dikeluarkan dari sekolah. Sikap Mia itu membuat  Pak Umar seperti penasaran, " Kenapa kamu menangis ? Dia pacarmu ?" tanyanya.  Mia menggelengkan kepala, " Dia temanku, Pak, " jawab Mia.      

                           
Beberapa hari kemudian, aku mendapatkan surat panggilan orang tua. Ada niat untuk disobek dan dibuang saja. Tapi, bukan solusi. Bisa saja mereka akan datang ke rumahku, bila orang tua tidak hadir tepat pada waktunya.

Sesampainya di rumah, bapakku tampak terbaring di bale-bale reyot. Cukup lama ia menderita asam urat kronis. Selama bertahun-tahun ia tidak bisa menapkahi keluarga. Selama itu, ibulah banting-tulang jualan makanan gorengan untuk makan keluarga.

" Ada apa Nak, seperti ada kebingungan di wajahmu, "  tanya bapakku sembari berupaya untuk duduk. Aku bantu bapak untuk bisa duduk. Dia tampak sangat kesakitan.

" Ada surat dari sekolah, pak " kataku sambil memberikan surat itu. Bapak membuka surat itu. Setelah membaca isinya, wajahnya tampak marah.

" Jadi selama ini kamu suka berbuat nakal di sekolah. Keterlaluan kamu. Memalukan orang tua, " katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun