Aku mengiyakan apa kata Ibu.
Dalam guyuran sang hujan, aku berdoa, semoga bis kota tak meninggalkanku. Sebenarnya, agak takut juga aku pergi dalam suasana hujan begini.
Tiba di jalan raya, tak berapa lama, bis kota datang. Dengan langkah terburu-buru, aku segera berburu dengan para penumpang lainnya naik bis. Dan bis pun sudah agak penuh. Alhamdulillaah, aku masih kebagian tempat duduk.
Jalan agak macet. "Ahhh ... hooaamm ... aku menggeliat ngantuk. Rasa kenyang sarapan nasi goreng tadi seakan memberi tempat padaku untuk sekejap memejamkan mata. Pemandangan gelap pun tiba di mataku.
Berkali-kali aku terjaga, karena bis tiba-tiba berhenti, berkali-kali pula aku terlelap. Sambil mengucek mataku, kubungkukkan badanku untuk mengetahui bis sudah sampai di mana. "Aaahhh, masih lumayan jauh. Macet lagi", gerutuku dalam hati.
Hujan masih setia menemani perjalananku menuju sekolah meski tak sederas pagi tadi.
Aku ingin memejamkan mataku lagi, tapi ... tiba-tiba, aku teringat sahabatku, Keysa. Ya, Keysa. Kemana dia ya. Hampir dua minggu aku tak main dengannya. Itu pun karena hujan hampir setiap hari mengguyur langit rumahku. Kalau aku pulang sekolah pun, seringkali diguyur hujan. Jadi, mana sempat aku mampir ke rumahnya.
Sambil memandang jendela bis kota, aku perhatikan tetesan air hujan mengalir di kaca jendela bis ini. Aku ingat pada saat hujan-hujanan dan saling melemparkan kepalan lumpur dengan Keysa itu, pulangnya aku didiamkan Ibuku sampai berhari-hari. "Ah, sedih juga didiamkan Ibu gara-gara aku tak memegang janjiku pada Ibu. Padahal waktu itu, dia ingin aku mengajarinya naik sepeda. Eh, entah kenapa, jadinya malah main lumpur bekas gundukan tanah tempat pohon pisang tumbang. Kalau ingat kejadian itu, aku sedih. Sedih didiamkan Ibu, karena baju, celana pendek, kaos dan celana dalamku, nggak bisa dicuci yang akhirnya dibuang sama Ibu. Sedih juga karena sampai hari ini, aku nggak bertemu Keysa lagi. Dan, aku sampai lupa nanya ke Ibu, juga ke Bu Diah. Tapi kata teman-temanku juga, rumahnya selalu sepi. Bu Diah pun nggak pernah ada.
Dan kenangan itu silih berganti hadir di kepalaku. "Kemana yah Kekey. Sudah pergi sekolah atau belum yah. Apalagi hujan deras seperti ini. Dia masih tidur kali. Tapi, Kekey kan takut pada hujan yang diiringi petir, kalau hujan gerimis eh ... dia malah suka. Malah selalu asyik bermain hujan-hujanan seperti waktu itu. Ah Kekey ... ".
Cimindi ada turun?" teriak Pak Supir dengan lantang.
"Oh oh ... ada Pak!" jawabku terkejut.