Tuan penulis merasa bersalah karena tanpa basa basi sudah mengemukakan apa yang sebenarnya ingin nash rahasiakan, ia lalu mengusapkan jari jempolnya tepat di titik nash berada…
“maafkan aku nash.. tidak sepantasnya aku mengatakan rasa hatimu yang sebenarnya ingin kamu rahasiakan pada otak mu sendiri” ucap tuan penulis pelan sembari terus mengusap layar laptopnya..
Nash menelengkupkan tangan nya dan dijadikan alas untuk wajahnya menunduk.. nash tak kuasa menahan tangis…
“maafkan aku nash” tuan penulis merasa bersalah karena telah mempermalukan nash
“tidak perlu meminta maaf tuan penulis.. rasaku yang salah..” ucap nash parau karena diselingi dengan isakan nya
“rasa mu tidak salah nash.. rasa itu anugerah, tidak bisa dipaksa untuk berhenti atau dilanjutkan… kita hanya harus memanagenya.. mengatur nya agar rasa mu itu sesuai dengan porsi yang diinginkan” jawab tuan penulis bijak
“dia sahabatku tuan penulis… bila ia mengetahuinya dan lalu tidak berkenan aku takut bila harus kehilangan sahabatku..” tangisan nash semakin deras
“entah apa yang akan terjadi nanti, mengungkapkan rasa itu akan membuatmu lebih nyaman.. Jika ia tidak ingin menjadi kekasihmu… bila ia benar-benar sahabat sejati ia juga tidak akan mau kehilangan kamu sebagai sahabatnya… ia pasti akan membantu mengatur rasamu nash..” tuan penulis panjang lebar menasehati nash
Beberapa detik nash terdiam meresapi nasehat tuan penulis, kini perempuan berambut sedikit bergelombang itu sudah mau menampakan wajahnya, meski pipinya kini basah tapi sinar keceriaan mulai muncul di matanya.
“lalu.. bagaimana cara aku untuk mengatakan nya?” tanya nash berbisik
“hahaha… jika kamu meminta pertolongan pada ku, maka aku sebagai penulis yang bijak akan membantumu untuk mengungkapkan nya” ujar tuan penulis membanggakan diri campur bahagia karena melihat nash yang berangsur ceria.