Enong—yang kemudian lebih dikenal sebagai Maryamah Karpov—adalah pribadi istimewa yang tidak pernah mengasihani diri. Semangat belajar bahasa Inggris ia wujudkan dengan mengambil kursus ke kota yang jarak tempuhnya berjam-jam. Ia menjalaninya dengan penuh kegembiraan tanpa keluhan. Padahal, untuk itu seluruh penghasilannya nyaris habis tak tersisa. Tetapi ia tidak patah arang.
Hirata melukiskan secara menarik tentang Enong. ”Darinya Aku mengambil filosofi bahwa belajar adalah sikap berani melawan segala ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang bukan penakut” (Cinta di Dalam Gelas, h. 103).
Novel karya Hirata mengajarkan banyak hal kepada saya. Tentu bukan semua novel. Hanya novel-novel tertentu saja yang sudah saya seleksi. Salah satunya adalah novel-novel karya Andrea Hirata.
Pada sosok Enong, Hirata mengajarkan bahwa belajar itu berarti melawan pandangan sinis banyak orang. Harapan Enong untuk menguasai bahasa Inggris dianggap khalayak sebagai sudah terlambat dan tidak ada gunanya. Pada titik ini Hirata mengajak pembacanya untuk memahami bahwa belajar itu tidak melulu berkaitan dengan tujuan dan capaian tertentu. ”Belajar itu sendiri adalah perayaan dan penghargaan pada diri sendiri” (Padang Bulan, h. 197).
Hirata juga mengajarkan tentang pentingnya usaha dan kerja keras. Kunci sukses dalam bidang apa pun, termasuk dalam belajar, adalah dengan usaha dan kerja keras. Secara jenaka Hirata menulis, ”Jika kita selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, seseorang akan naik bukit lalu meniup sangkakala, dunia kiamat” (Padang Bulan, h. 202).
Jadi, ayo tetap tradisikan belajar karena itulah cara kita menghargai diri kita sendiri.
Spirit belajar Enong sungguh mengagumkan. Membaca ceritanya dalam memenuhi hasratnya belajar sungguh membuat hati berdecak sekaligus malu. Berdecak karena ia memiliki tekad yang sedemikian gigih. Malu karena rasanya spirit itu teramat jauh dari diri ini.
Secara heroik Hirata menulis, "Minatnya pada bahasa Inggris tak lekang-lekang. Ia bahkan meningkatkan kelas kursusnya dan tetap naik bus dua kali seminggu untuk kursus di Tanjung Pandan, dan tidak pernah membolos" (Cinta di dalam Gelas, h. 16).
Coba simak kutipan yang penuh energi tersebut. Semangat atau minat besar menjadi motivasi besar dalam studi. Motivasi itu kemudian diwujudkan dalam aksi yang sering tidak sejalan dengan dominasi nalar pragmatis. Pada diri Enong, kita dapat belajar untuk tidak mudah menyerah.
Konsep 'learning society' (masyarakat pembelajar) yang dulu pernah dikampanyekan kini kian redup. Semakin jarang warga masyarakat yang mengetahui dengan baik terhadap konsep tersebut. Hal ini berimplikasi pada semakin kurangnya gairah untuk belajar secara luas.
Saat dulu kuliah di Yogyakarta ada pamflet dan berbagai pengumuman yang menyebutkan bahwa pukul 19.00-21.00 adalah jam belajar masyarakat. Pada dua jam tersebut diharapkan masyarakat memanfaatkannya menambah ceruk pengetahuannya dengan belajar.