Aku mengaca dalam kekeringan
Mengembun dalam pasir yang saling bersautan
Aku berbaur binar keindraan
Sedap dalam cawan-cawan tipis bertahta berlian
Awan panjang berserak memudar
Mengecap pucuk-pucuk candu yang tewas dalam pembaringan
Menebas hiruk pikuk dalam kabung haru
Seperti anai-anai yang menari merdu
Duhai kau penerima sabda...
Ku titipkan rinduku pada pandita
Biarkan luka hatiku menjadi beku...
Menerima bara yang padam dalam sekam batu
Wahai kau peniup ruh candu...
Belailah indah air mataku
Tampunglah...
Banyaknya butiran sakit yang sudah tak mampu lagi kutahan
hitunglah...
Banyaknya cinta yang ku pendam dalam kedalaman
Sebegitu juga banyak darah tumpah dari jiwaku
Aku terseok menghampirimu...
Aku putus asa melukis indah matamu...
biarkan aku mati dalam pembaringan api...
agar jasadku pun tak bisa kau kenali...
agar tulang dan jiwaku pun tak bisa kau miliki...
Biarkan aku putus asa dan mati...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H