Aku pakai camera gadget'ku, aku foto semua hiasan Natal yang ada, termasuk pohon Natal hitam itu,
 "Jenar, ... kamu bisa bangkit dan kembali percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus, itu semua karena kasih'Nya yang nyata dalam hidupmu.
 Lihatlah, pohon Natal hitam ini, baikkah untuk hiasan sukacita merayakan keselamatan hidupmu?
 Mari, aku bantu mengganti semua ini dengan yang baru, semua kan indah dipemandangan mata dan hati kita.
 Dan, ...
 Kusengaja diam beberapa waktu sambil menatap Jenar yang sudah nampak cerah.
 "Dan apa mas?" dia tanya dengan tatapan mata berbinar.
 "Apa kamu bilang?"
 "Aku bertanya, 'dan apa mas'?"
 "Dan mas pastikan, luka sayatan didadamu, gambar 'salib' yang tergores dalam buah dadamu kini sudah bersinar pancarkan syukur dihatimu kepada Tuhan Yesus."
 "Ya mas, cukup hanya mas saja yang tahu dadaku, terima kasih yaa mas, mas kembalikan hidupku di Natal tahun ini." katanya dengan uraian airmata membasahi pipi cerahnya.
 "Ada satu pertanyaan lagi untukmu dik." kataku.
 "Besok saja mas, urusan dinas dikantor saja."
 "Tidak, ... ini justru pribadi banget."
 "Apa? katakan saja."
 "Aku mau gambar salib didadamu itu, hanya aku yang jadi pemiliknya, bolehkah dik?