"Kata dokter, hidup mas tak lama lagi dik."
"Aah ... mas jangan begitu, mati hidup bukan ditangan dokter, tapi Allah yang menentukan, jangan percaya vonis dokter." sanggah istrinya. sambil mengusap airmata tak sadar membasahi pipi keriputnya.
"Ya dik, kapanpun, mas pasti akan meninggalkanmu. siapkanlah dirimu dik kalau sudah waktunya tak bisa menghindar." mereka diam, merenung.
"Ya mas, adik Fatimah siap dan percaya, mas akan bahagia di surga sana, aku istri mas juga akan bahagia, karena mas Karmani berhasil membuktikan arti cinta, kasih dan sayang sebagai suami yang setia punya istri hanya satu sampai akhir, bahkan disurga sana, mas tetap sendiri walau tidak dengan aku disurga sana, dan ... " Fatimah berhenti, tangisnya tak tertahan lagi.Â
Fatimah rebahkan kepala di diatas dada suaminya, yang masih terbaring di bed rumah sakit. Â
Karmani membiarkan istrinya menangis, sambil dibelai rambut kepala yang sudah memutih hampir semua.
"Dan apa dik? teruskan kalau sudah selesai menangis." pinta suaminya dengan lembut dan kesabaran.
"Dan aku lebih bahagia mas ... , karena disurga mas, tidak akan ada Bidadari surga disana, yang menggantikan posisi adik Fatimah sebagai istri."
"Oooh ... Fatimah istriku satu, seperti janji nikahku dahulu dihadapan Pastur dan Allah'ku, istriku satu kamu Fatimah didunia dan akherat." tangisan Fatimah kali ini tangis bahagia, suaminya membuktikan janji nikahnya, tetap setia dengan satu istri didunia dan di surga.
"Fatimah istriku, mas tidak meragukan cinta dik Fatimah, tapi ... "
"Tapi apa mas? katakan saja selagi masih ada waktu dan kesempatan." pinta istrinya.
"Bila waktunya tiba, dik Fatimah sampai disuganya adik disana, dik Fatimah yang sekarang kempot peyot, tua renta, akan berubah jadi cantik melebihi cantiknya Bidadari surga. Dan mungkin akan mendapat hadiah suami perjaka baru disurga sana." Fatimah diam, tidak tahu akan berkata apa.