***
Dalam perjalanan menuju halte setelah percakapan singkatku dengan kak Rina, aku masih teringat kalimat yang disampaikan kak Rina. "Aku sendirian lagi, dek. Aku sendirian lagi. Setelah menikah hampir 10 tahun, aku sendirian lagi."
Apakah karena kesendirian lagi tersebut, kak Rina menyesal telah memutuskan menikah? Atau, kesendirian ini justru membuatnya bersyukur telah sempat menjalani kehidupan pernikahan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggantung dalam benakku.
"Kau tahu, sekalipun sekarang aku janda, aku pernah menikah. Aku sudah merasakan kehidupan pernikahan. Orang-orang tidak perlu meributkan statusku lagi. Dulu, aku muak dan bosan mendengar pertanyaan mereka kapan aku menikah. Aku menikah. Sudah menikah."
Aku menatapnya lekat. Apa maksud pernyataan-pernyataan itu? Nada apa yang terdengar olehku itu?
"Tidak seperti waktu masih lajang dulu. Seolah-olah, semua orang menyayangkan usiaku yang sudah tua namun belum nikah. Menyadang predit perawan tua itu berat."
Kemenangan? Kebanggaan? Atau kelegaan?
"Masih lebih baik janda dibandingkan perawan tua. Aku masih beruntung, ku rasa. "
Dan, dari manakah pemikiran datang, bahwa dia beruntung setelah mengalami keadaan ini?
***