Aku berlari secepat kakiku mampu mendorong tanah. Melarikan diri dari para perampas harta, menghindari pepohonan, bebatuan tajam, namun kakiku sudah tak mampu. Hujan, dingin, dan  kegelapan menyelimuti tubuhku. Aku tergeletak di tengah jalan, tidak jauh, nampak sebuah kereta kuda datang menghampiri tubuhku yang tidak berdaya. Kereta itu berhenti tepat didepanku. Seorang Pria bertubuh tinggi, berseragam Gubernur Inggris, menghampiriku. Dalam ketidakberdayaanku , aku tidak dapat berbuat apa-apa. Penglihatanku mulai buram, aku memejamkan mata, berharap semua yang aku alami hanyalah sebatas mimpi buruk.
Aku tak sadarkan diri namun, aku bisa merasakan kehangatan disekitar tubuhku. Aku terbangun, menatap sebuah perapian di hadapanku.
"Ini dimana? Apa yang terjadi? " Aku melihat sekelilingku, sungguh suasana yang tampak berbeda. Aku berada dalam sebuah kamar bertembok putih, berlantai keramik. Â
Bingung. Takut. Khawatir.
"Aku harus segera kembali ! Aku harus bergerak cepat demi menuntaskan objektifku." Suatu kegelisahan timbul dalam hatiku. Tak tahan menghadapi kenyataan, aku bergegas keluar kamar. Tampak sebuah lorong bertembok putih. Lorong yang berhiaskan lukisan tua dan lampu gantung yang tebuat dari kristal. Sesaat aku berpikir dan aku menyadari bahwa aku berada didalam Tempat Kediaman Sang Gubernur, Buitenzorg.
Tepat ketika aku berjalan menuju ruang utama, seorang pelayan berdiri didepan pintu. Â
"Anda sudah terbangun, mari ikut saya, Tuan Gubernur menunggu anda di ruangannya." Pelayan itu berjalan, menunjukan arah.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, aku  mengikutinya. Kami pun tiba di ruang Tuan Gubernur, ruangan itu sungguh megah. Terlihat sesosok Pria sedang duduk, membaca bukunya. Terkejut melihat kehadiranku, ia berdiri, berjalan menuju arahku. Sebelum sampai ke depan hadapanku, aku tersungkur, sujud dihadapannya.
"Ampun Tuan, saya tidak layak untuk berada di hadapan Tuan." ucapku merendahkan diri.
"Tidak, mari berdiri. Saya sendiri yang berbelas-kasih untuk menolong anda. Saya melihat anda, tidak berdaya semalam. " Ia mengankatku, menatapku dan tersenyum. Aku tak pernah menyangka bahwa ada seorang Gubernur yang bersikap sebaik ini. Pria itu mempersilahkan aku duduk di sofa dalam ruangannya.
"Siapa nama Nona? Mengapa semalam Nona bisa terkapar di jalan? Jarang sekali saya melihat ada wanita berkeliaran dimalam hari." tanyanya penasaran.
"Saya Nichole tuan, Nichole Andrea. Semalam saya sedang melarikan diri dari para penyamun. Nampaknya mereka mengejar sesuatu dari saya. Maaf, bagaimana dengan Tuan sendiri? Tuan adalah seorang Gubernur disini?" Dengan penuh hati-hati aku menuturkan perkataanku.
 "Goodness ! Nona tidak tahu siapa saya? Apakah Nona tidak berasal dari daerah ini? Atau mungkinkah Nona pendatang luar?"
"Betul Tuan, saya berasal dari tempat yang sangat jauh. "
"Saya adalah Raffles, Thomas Stamford Raffles, Gubernur di wilayah ini. Apa tujuan Nona datang kemari?"
"Tuan Raffles, saya kemari untuk mempelajari keunikan flora& faunadi wilayah ini. Saya melihat banyak keunikan di wilayah Jawa dan saya memutuskan untuk menjelajahinya, meski saya harus kembali ke masa................." Aku menghentikan ucapanku barusan, sepertinya aku bercerita terlalu banyak. Â Raffles tidak memperdulikan kalimat terakhir yang kuucapkan. Matanya berbinar ketika mengetahui bahwa ada seorang yang ingin mempelajari tentang keunikan flora& faunaJawa.
"Wah, benarkah begitu Nona? Dengan senang hati saya mengijinkan Nona. Saya sendiri senang juga dengan keunikan alam Jawa. Such beauty gifted from God. Jika Nona berkenan, saya ingin membantu Nona meneliti, berhubung saya sedang membuat tulisan mengenai alam Jawa." Nampak semangat yang berkobar dari dalam dirinya, dengan bantuan Raffles, objektifku di tempat ini akan menjadi lebih mudah.
"Tentu saja Tuan, tapi maaf, apakah semua hal ini tidak akan mengganggu pekerjaan Tuan?"
"Tentu saja tidak ! Saya memiliki jadwal kosong seminggu kedepan. Ini merupakan momen yang sangat penting dalam kehidupan saya. Splendid !" Aku bisa menilai betapa Raffles mencintai keunikan alam Jawa. Pilihanku memang tidak salah.
"Please come with me Miss. Mari saya jamu Nona dengan makan malam, Nona dapat tinggal disini selama Nona perlu." Ia berjalan keluar ruangan, memanggil para pelayan untuk mempersiapkan hidangan. Aku mengikutinya sampai ke ruang makan.
"Olivia ! Olivia !!" Raffles menghampiri seorang wanita yang sedang berdiri, mempersiapkan minuman untuk makan malam. Raffles membisikan sesuatu ditelinga wanita itu. Wanita itu tersenyum, tampak sangat bahagia.
"Nichole, ini adalah istri saya, Olivia Mariame. Semalam dialah yang membasuh dirimu dari kotoran tanah dan luka." Raffles memperkenalkan wanita yang berdiri disampingnya, yang ternyata adalah istrnya.
"Good day Miss Nichole. Bagaimana keadaanmu? Saya harap anda merasa nyaman disini." Olivia mengulurkan tangannya dan memberikan salam tangan kepadaku.
"Mari silahkan duduk, dan menikmati hidangan ini." Raffles memberi aba-aba untuk memulai jamuan makan malam.
Setelah makan malam, kami berkumpul di ruang tamu. Raffles mulai mendiskusikan mengenai eksplorasi yang akan kami lakukan.
"Kapan kita bisa memulai eksplorasi alam Jawa, Nona Nichole? Besok? Lusa?"
"Saya bisa memulainya kapan saja Tuan, Tuan saja yang memilih waktu dan lokasi." jawabku pelan.
"Baiklah kalau begitu, kita akan memulainya besok. Sebut saja apa yang Nona perlukan, kami akan mempersiapkannya." Raffles sungguh bersemangat, seakan akan ia telah melupakan pekerjaan utamanya disini sebagai Gubernur.
"Well then, I shall prepare for your lunch tommorow. Don't forget to brought some roses for me darling." ucap Olivia pada Raffles.
"Brilliant ! Kalau begitu sekarang kita dapat beristirahat dan mempersiapkan diri untuk esok hari." Semua orang meninggalkan ruang itu, Olivia mengantarkanku ke kamar tamu, tempat pertama kali aku sadar. Setelah mengucapkan selamat malam, aku bergegas menuju tempat tidurku. Aku mengeluarkan sebuah kompas digital yang tentunya bukan berasal dari era ini. Kompas ini akan menuntunku dalam menyelesaikan objektifku di era ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bayang cahaya menyinari tubuhku, kicauan burung terdengar, tanpa aku sadari fajar telah menyingsing. Aku membasuh wajahku di salah satu bilik kamar, air yang mengalir berasal dari sebuah keran yang baru saja kutemukan semalam. Setelah bersiap, Raffles sudah menunggu di ruang utama bersama dengan kedua rekannya yang akan mendampingi kami dalam perjalanan ini. Kami mengucapkan pamit kepada Olivia lalu Raffles memanggil kereta kuda untuk perjalanan kami.
"Tuan, kalau boleh tau, kemana kita akan pergi?"
"Kita akan melakukan observasi ke tengah hutan Darmaga, disana ada bangunan tempat saya biasanya mengamati alam. Ah, I almost forgot. Nichole, ini adalah Robert dan Peter. Mereka adalah rekan kerja saya dalam bidang pengamatan alam. Kami sungguh mencintai keunikan alam disini." Raffles memperkenalkan rekannya kepadaku, Robert dan Peter mengangguk dan tersenyum kepadaku.
Selepas itu kami melakukan perjalanan dan observasi alam. Banyak spesies unik dan jarang ditemui. Sekarang aku mengetahui kenapa Tuan Raffles mengaggumi alam disini. Raffles juga bersikap sangat ramah terhadap penduduk asli, ini benar-benar unik. Belum pernah ada Gubernur-atau penjajah yang mau bersikap ramah dan menghargai Negara yang mereka jajah.
Hal-hal itu membuatku terdorong untuk bertanya kepada Raffles "Tuan, mengapa Tuan bersikap sangat ramah terhadap penduduk disini? Tuan juga membuat banyak kebijakan yang membuat penduduk menjadi sejahtera. Apa alasan dari semua itu Tuan??" kemudian aku menundukan kepalaku, menunggu Raffles menjawab pertanyaan tersebut.
"Sederhananya begini Nona, saya menginginkan adanya kesejahteraan pada para penduduk dengan memberikan kebebasan dan kepastian hukum dari para penguasa agar tidak terjadi kesewenang -wenangan serta memberikan perbaikan kualitas hidup. We are the same, aren't we? Mereka adalah manusia, begitupula kita, walau saya adalah sebagai penjajah disini, tapi mereka tetap berhak atas kehidupannya. Kita tidak boleh seenaknya menggunakan sesama kita seperti binatang. Oleh karena itulah selama saya memimpin diwilayah ini, sistem pemerintahan saya akan didasarkan pada prinsip-prinsip liberal dengan dasar kebebasan dan kepastian hukum. Prinsip kebebasan meliputi kebebasan menanam dan kebebasan berdagang, keduanya akan dijamin oleh pemerintah Inggris. Dengan begitu semua orang akan merasakan kebahagiaan yang setara bukan?" Raffles tersenyum dengan perkataannya.
Aku terkejut melihat semua pernyataannya, sungguh, Raffles memang pemimpin yang berbeda, dan hal itu baik. Dengan adanya perbedaan maka perkembangan memungkinkan untuk terjadi.Â
"Begitukah Tuan? Pemikiran anda sungguh luar biasa, belum pernah saya menjumpai orang seperti Tuan." sahutku sambil sedikit tersenyum.
Hari berlalu, tak terasa aku hampir menuntaskan objektifku, Hutan Darmaga memang tempat yang tepat untuk menuntaskan objektifku.
"OBJECTIVE COMPLETE" -begitulah tampilan kompas digital yang terdapat pada genggamanku. Tugasku disini telah tuntas. Aku menghampiri Raffles dan berpamitan karena waktuku sudah habis.
"Tuan terimakasih atas bantuan anda, saya telah menuntaskan tugas saya disini, saya harap apa yang saya bangun disini dapat Tuan rawat sedemikian rupa dan ini.........." Aku memberikannya kompas digital-ku.
"Ini sedikit kenangan dari saya"
"Apa ini Nona?"
"Itu adalah kompas yang akan mendeteksi pertumbuhan tumbuhan disekeliling Tuan. Tolong rawat flora & fauna disini Tuan. " aku mengarahkan tanganku kesekeliling hutan.
"Nona sudah ingin pergi? Mari kembali sejenak, berpamitanlah pada istri saya." Raffles menahanku.
"Tidak bisa Tuan, saya harus pergi sekarang." Aku menjabat tangannya, lalu melangkah pergi dari Hutan Darmaga, bayangku menghilang ditengah pepohonan.
Memang itulah yang terjadi, eksistensiku di Buitenzorg, Bogor pada tahun 1813 tidak akan pernah tercatat dalam sejarah. Itu bukan asal muasal ku. Rahasia yang sampai detik ini belum terungkap adalah kisah seorang gadis muda yang rela menjelajahi waktu demi memperbaiki flora & fauna di Negerinya. Tahun 2050, di Indonesia, Â flora & fauna mulai menghilang namun kenyataan itu tidak akan terjadi lagi. Aku pergi menelusuri waktu, dan aku tidak dapat kembali karena syarat untuk menjelajahi waktu adalah penghapusan eksistensi, dengan kata lain, setelah aku menyelesaikan objektifku di masa lalu, aku akan menghilang, tidak lagi menjadi bagian dunia ini. Begitulah pengorbanan yang terjadi, semua demi Negeri tercinta, Indonesia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah semua berakhir, nama Nichole Andrea tidaklah lagi teringat dibenak Raffles maupun orang pada tahun 1813. Namun apa yang sudah Nichole lakukan, masih tersimpan baik dalam hati mereka. Raffles akhirnya menulskan buku mengenai flora & faunadi Jawa pada akhir pemerintahannya, tahun 1817.
"I believe there is no one possessed of more information respecting Java than myself." Â begitu tertulis dalam salah satu lembar dibukunya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI