Menurut Yusril, ketentuan itu berpotensi menghilangkan hak konstitusional seorang terdakwa. Bahkan, rentan diselewengkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebab keterangan saksi tersebut tidak bisa dibantah oleh saksi-saksi yang lain, tidak bisa dikonfrontir dengan keterangan yang lain, tidak bisa ditanya oleh terdakwa, bahkan hakim pun tidak bisa bertanya dan melihat ekspresi ketika orang tersebut memberikan kesaksiannya.
"Akibatnya, bisa timbul kesewenang-wenangan," kata Yusril.
Lebih dari itu, menurut Yusril, pasal tersebut tidak lagi relevan. Teknologi saat ini sudah berkembang pesat. Jika pun ada seorang saksi tidak bisa datang ke persidangan karena alasan sesuai dengan pasal tersebut, maka dapat dilakukan via komunikasi visual, misalnya teleconference.
Secara nyata berlakunya pasal tersebut telah merugikan Emir pada kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, tahun 2004. Saat itu, Emir berkali-kali meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafi yang berkewarganegaraan asing, namun tidak pernah didatangkan.
Lalu untuk apa Emir tetap berjuang lewat jalan hukum walau sebenarnya bukan dia yang akan memanen hasilnya jikalau gugatannya diterima MK?
Hitung-hitungan begini: Jika uji materi ini dikabulkan, ia bisa mengajukan PK atas pidana yang dijatuhkan kepadanya. Dan ini sekaligus membuka tabir apa yang dituduhkan kepada Emir, dan ini bisa melebar kemana-mana.
Yang jelas, pasal itu terkesan memang rawan diselewengkan. Pada kasus persidangan Dahlan Iskan misalnya. Pada tingkat pengadilan pertama, tidak ada satu pun saksi yang hadir di pengadilan membenarkan dakwaan jaksa tehadap Dahlan Iskan. Tapi ada satu orang yang BAP-nya dibacakan berkali-kali, Â diminta dihadirkan tapi tidak datang dengan alasan sakit. Dengan satu BAP saksi yang tak dihadirkan itulah Dahlan Iskan dihukum, walau belakangan pengadilan tinggi menganulir putusan itu. Namun pasal itu telah memakan korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H