Mohon tunggu...
Neny Isharyanti
Neny Isharyanti Mohon Tunggu... lainnya -

Pengajar di Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia. Peneliti di bidang Computer-Assisted Language Learning. Ibu dari 2 anak yang luar biasa. Suka menulis puisi dan bermain permainan komputer. Karya yang lain bisa dilihat di http://nenyizm.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Takkan Salah

26 November 2011   13:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:10 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan beberapa menit kemudian aku terdiam. Tidak tahu mau omong apa, karena aku sendiri tak tahu kenapa motorku bisa begitu saja melaju kemari. Lalu dia mulai bicara, dan aku menjawab, menimpali, tertawa pada leluconnya, terinspirasi oleh idealismenya. Dia bicara soal musik yang digemarinya, soal puisi-puisi yang ditulisnya, soal buku-buku yang dibacanya, soal proyeknya mengajar anak-anak desa, soal politik negeri ini, soal mimpinya membuat perpustakaan keliling. Aku bicara soal film yang kusukai, soal kuliahku yang mentok entah kemana, soal proyek penulisan naskah dramaku yang macet, tentang perjalanan-perjalanan yang kulakukan di masa lalu ke berbagai kota dengan mengendarai motor. Dan tentang keluargaku, ayahku si perantau yang tak segan-segan merotan anak-anaknya yang nakal, ibuku yang lembut hati dan selalu khawatir kalau aku naik gunung atau pulang larut, tentang adik-adikku yang sibuk dengan dunia mereka sendiri. Dan tentang kisahku dengan Via yang hingga kini aku masih tetap terluka. Soal film, kuliah, proyek menulis naskah, dan perjalanan mungkin adalah hal-hal yang aku anggap wajar untuk kuceritakan, terlebih untuk mengatasi kekakuan pembicaraan dengannya. Tapi entah kenapa, aku ringan saja berbagi tentang keluargaku. Dan rasanya nyaman saja bicara dengannya soal Via.

Enam jam berlalu secepat angin. Hingga tengah malam.

Masa Depan

Aku menginginkan dia. Tak pernah ada yang lain sejak pertemuan terakhir kami. Dan malam ini aku akan menyatakan bahwa aku mencintai dia. Bukan sebagai Ibu Rena, tetapi sebagai Rena saja. Perempuan yang kukagumi. Perempuan yang mengertiku. Perempuanku.

Malam ini akan kuakhiri segala keragu-raguan yang kujalani selama lima tahun belakangan. Aku bahkan tak perduli kalau perasaanku tak berbalas. Itu urusan belakangan. Mungkin jawaban dia tak akan sama dengan jawabanku, tapi itulah hidup, sebagaimana dia katakan di kelas pertamanya denganku.

Aku tahu kau pasti berpikir bahwa aku telah gila. Ada jarak umur sepuluh tahun di antara kami. Belum lagi kau pasti mendebatku bahwa tak seharusnya seorang bekas mahasiswa mencintai dosennya. Tapi aku tak perduli.

Cinta takkan salah. Begitu dendang Band Kahitna. Begitu pula kumempercayainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun