KPK menduga adanya kesepakatan fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos yang diterima oleh kementrian sosial, bahkan pada periode pertama Mathus dan Menteri Juliari diduga menerima fee sebesar Rp12 miliar sedangkan pada periode kedua, fee yang sudah diterima sebesar Rp8,8 miliar.
Oleh karena itu, sebagai penerima Menteri Juliari dijerat Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka Menteri Juliara dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Akan tetapi, kasus ini merupakan penyelewengan dana bantuan Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional maka Menteri Juliari berpotensi untuk dijerat dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor bahwa korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan monter maka koruptor dapat diancam dengan pidana mati.
Meski demikian, tuntutan hukuman mati berat untuk ditegakkan oleh penegak hukum karena terdapat beberapa Peraturan Perundang-undangan yang kontraproduktif dengan UU Tipikor dan perubahannya.
Oleh karena itu, nasib Menteri Juliari menarik untuk disimak karena sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri mengancam melakukan tuntutan hukuman pidana mati kepada mereka yang melakukan korupsi terhadap dana Covid-19.
Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima; Enam; Tujuh;Â Delapan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H