Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengulas Status Perempuan sebagai "Ibu bagi Kehidupan" Suku Dawan (Timor)

15 Januari 2020   18:14 Diperbarui: 18 Januari 2020   00:15 3265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses menyulam benang | Dokumen Promosi Wisata Timor Tengah Selatan

Apa yang saya ulas dalam beberapa satuan kalimat ini mungkin akan menggelitik pembaca. Akan tetapi, saya tidak bermaksud menghapus anggapan budaya patriarki, atau mencoba memframing budaya Suku Dawan untuk mendukung budaya patriarki, atau tetap mensupport laki-laki untuk menempati posisi superior.

Dalam budaya patriarki, perempuan dipandang rendah atau dianggap memiliki status sosial yang sangat rendah dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki lebih diutamakan dalam kelompok-kelompok sosial bahkan dalam kehidupan bermasyarakat itu sendiri. 

Tidak sedikit orang menganggap perempuan sebagai kelompok yang lemah dalam sebuah proses interaksi sosial.

Suku Dawan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menganut sistem tersebut. Misalnya anak-anak yang dilahirkan dari sepasang suami-istri harus menyandang nama belakang suami atau bapak. 

Contoh lainnya adalah kesempatan bersekolah bagi seorang perempuan masih sangat minim dibandingkan dengan kesempatan yang dimiliki oleh seorang laki-laki.

Tidak sedikit orang mengecam budaya ini. Pegiat perlindungan perempuan, aktivis kesetaraan gender, dan berbagai organisasi yang berjuang bagi keadilan sosial dan kemanusian. Bahkan, saya sendiri mengecam sistem yang sementara saya anut ini.

Namun, Seiring berjalannya waktu, saya melihat ada nilai fundamentalisme yang mungkin tidak pernah diekspos. Saya mencoba menilik budaya Suku Dawan yang dianggap menganut sistem budaya patriarki ini dari perspektif yang berbeda. 

Karena budaya patriarki mengesampingkan perempuan dalam dimensi sosial masyarakat maka saya membangun argumen yang baru bahwa dalam budaya Suku Dawan mengakui bahwa perempuan memiliki kedudukan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial budaya.

Memang realita dalam budaya bercerita; perspektif kemanusian menganggap perempuan berada pada kasta terendah dalam status sosial. Akan tetapi, bagi saya ada paham yang sejatinya menyanjung dan menempatkan posisi perempuan sebagai central kehidupan dalam realitas berbudaya.

Paham ini perlu digali, dipahami, diekspos dan mungkin harus disempurnakan agar menjadi sebuah nilai yang bermakna dalam penegakan kesetaraan gender, agar budaya tetap ada pada tempatnya tanpa berkontradiksi dengan keadilan sosial, kemanusiaan dan kesetaraan gender.

Perempuan adalah Ibu bagi Kehidupan

Perempuan adalah sumber kehidupan. Inilah yang diyakini oleh Suku Dawan. Dasarnya adalah hanya perempuan yang bisa melahirkan seorang manusia. Memang tanpa seorang laki-laki, tidak mungkin seorang manusia tercipta.

Akan tetapi, perempuan bertanggung jawab menjaga kehidupan seorang manusia sejak sel sperma dan sel telur bertemu, menghasilkan janin yang hidup dari darah seorang perempuan selama sembilan bulan.

Terlepas dari adanya bayi tabung belakangan ini, apakah ada janin yang bertumbuh dengan baik dan normal menjadi manusia tanpa kesedian seorang perempuan? Bagaimana seorang ibu tidak bersedia memberikan rahimnya untuk pertumbuhan janin?

Saya pikir tidak perlu argumentasi untuk melemahkan perjuangan seorang perempuan selama sembilan bulan, menjaga seorang manusia tetap hidup.

Ibu saya pernah berkata: "Seorang perempuan antara hidup dan mati selama ia mengandung"

Pembahasannya tidak cukup sampai disini, perempuan rela darahnya diambil dalam bentuk Air Susu Ibu (ASI) untuk kelangsungan kehidupan seorang manusia. Sampai kapan kehidupan bayi tersebut stabil.

Perempuan berjuang dalam sebuah kesengsaraan untuk menghidupi manusia. Di telapak tangan seorang perempuanlah manusia akan hidup. Semua orang meyakini ini.

Suku Dawan percaya bahwa laki-laki tidak bisa menggantikan posisi seorang perempuan dan laki-laki bukan sumber kehidupan. Perempuan lebih pantas menyandang gelar itu.

Filosofi inilah yang menhasilkan sebuah kesepakatan sosial bahwa perempuanlah yang pantas mengurus dan mengelola sebuah rumah tangga. Bagi Suku Dawan, rumah tangga adalah Ume Kbubu (rumah bulat) atau Lopo (lumbung) sebagai tempat penyimpanan bahan makanan.

Suami akan bertani untuk menghasilkan padi dan jagung dalam jumlah yang banyak. Saat semua masih berada di kebun, ada kebebasan bagi suami untuk mengurusnya. Akan tetapi, proses penyimpanan dan urusan yang lebih lanjut bukan wewenang suami atau laki-laki. 

Bahkan, anak-anak tidak diizinkan mengeksplorasi lumbung makanan. Saya ingat betul, waktu saya masih kecil, suatu ketika ibu saya harus meninggalkan rumah karena beberapa kesibukan, ia lupa mengambil persediaan makanan dari lumbung untuk kami. 

Akibatnya, kami harus berjuang melawan rasa lapar selama seharian menunggu ibu pulang. Hanya ibu yang bisa mengambil makanan dari lumbung.

Jika suami atau anak-anak melanggar ketentuan ini maka persediaan makan terancam cepat habis dan kelaparan hanya menunggu waktu. Kepercayaan ini merupakan implikasi dari sumber kehidupan hanya ada pada perempuan, buka pada laki-laki. 

Karena itu, izinkan saya menyebut perempuan sebagai Ratu Penguasa kehidupan Suku Dawan.

Waktu saya masih kecil, ada sebuah pepatah yang sering dilagukan oleh teman-teman saya sebagai bentuk olokan kepada perempuan yang juga membuat saya ikut menyanyikan lagu tersebut.

Bunyinya demikian:

Isap (hisap) rokok tembakau cina
Asap naik terguling-guling
Biar nona (perempuan) sekolah tinggi
Pulang datang tugas di dapur.

Saya tahu betul bahwa lagu tersebut adalah bentuk olokan untuk merendahkan seorang perempuan. Dapur dianggap rendahan atau sebatas tempat masak. Akan tetapi, sejatinya makna lagu tersebut adalah menjunjung tinggi dan mengakui kehebatan seorang perempuan. 

Secara tidak sengaja, lagu ini mengakui bahwa tanpa perempuan, laki-laki tidak dapat melakukan apa-apa, jika disubjektifkan, laki-laki itu mati, hanya saja filosofi dapur (rumah bulat bagi Suku Dawan) dilupakan atau mungkin tidak dimengerti.

Rumah bulat (Ume Kbubu) adalah tempat perempuan (ibu) mengatur keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Selain sebagai lumbung makanan, sebelum wacana rumah bulat tidak layak atau tidak sehat sebagai tempat melahirkan sekaligus perawatan bayi, rumah bulat dikenal sebagai Rumah Sakit Ibu dan Anak atau Rumah Sakit Bersalin bagi para perempuan Suku Dawan.

Baca: Ume Kbubu, RSIA Orang Timor (Dawan) Tinggal Kenangan

Bagi saya, makna dalam lagu tersebut adalah perempuan yang bersekolah tinggi menambah ilmunya untuk kembali berkuasa bagi kehidupan; mengatur keberlangsungan hidup dalam sistem sosial dan budaya Suku Dawan.

Paham Feto-Mone

Paham feto-mone yang masih dianut oleh Suku Dawan hingga saat ini adalah bukti kedua perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan Suku Dawan. Feto berarti perempuan atau kelompok garis keturunan perempuan sedangkan Mone berarti laki-laki atau kelompok garis keturunan laki-laki.

Kelompok garis keturunan perempuan disebut sebagai tiang sandaran bagi kelompok garis keturunan laki-laki. Ketika sandaran yang dijadikan sebagai tumpuan itu tumbang maka semuanya selesai, kelompok garis keturunan laki-laki tidak dapat berbuat apa-apa.

Ada sebuah janji dari opa saya yang saya tidak pernah lupa bahwa "kita tidak memiliki emas dan perak untuk dibanggakan, kita hanya memiliki keluarga (garis keturunan perempuan) sebagai harta terbesar dan paling berharga dalam hidup." Kami percaya bahwa garis keturunan perempuan adalah anggota yang sangat penting dalam kelompok sosial budaya Suku Dawan.

Semakin banyak anggota dari garis keturunan perempuan, kaum laki-laki akan semakin dipuja-puji. Artinya bahwa, bukan keberadaan perempuan adalah kemuliaan bagi laki-laki tetapi laki-laki dipuja dan disanjung karena perempuan. Tanpa perempuan laki-laki tidak memiliki pengaruh dalam sistem sosial.
***

Laki-laki dan perempuan dalam budaya Suku Dawan memiliki kesetaraan. Kesetaraan itu terlihat dari pembagian tugas, laki-laki mencari nafkah dan perempuan mengatur keberlangsungan hidup.

Ada yang melihat tugas perempuan sangat berat dibandingkan dengan laki-laki tetapi sistem sosial itu tidak memandang perempuan sebagai kaum lemah tetapi berdasar pada filosofi perempuan adalah ibu bagi kehidupan.

Ketika perempuan tidak diberikan kesempatan untuk bersekolah, tidak berarti hal tersebut sebagai upaya melemahkan perempuan. Hanya saja, pemahaman terhadap pendidikan yang masih salah, ada kekuatiran yang berlebihan dari orang tua terhadap perempuan yang rentan terhadap kasus-kasus seksual.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap pendidikan perlu dikonstruksi ulang bahwa pendidikan tentang pengetahuan. Membawa manusia dari kegelapan menuju terang yang sejati dan kebodohan dilenyapkan.

Bagaimana dengan kekerasan yang terjadi pada perempuan? Tidak sepenuhnya budaya disalahkan, tetapi superioritas yang dimiliki secara lahiriah oleh laki-laki mendorongnya untuk berkuasa pada perempuan yang pada hakikatnya sebagai kaum lemah (dibandingkan dengan laki-laki) pun harus disoroti.

Soal ini, perlu pendidikan pada laki-laki, mengkonstruksikan pemikirannya bahwa tugasnya melindungi perempuan bukan untuk menguasai perempuan.

Sejatinya, perempuan memiliki peran central dalam budaya Suku Dawan begitupun laki-laki, juga tidak ada kaum yang superior atau inferior antara laki-laki dan perempuan, hanya saja banyak kasus yang terindikasi menempatkan posisi laki-laki pada yang terkuat.

Namun, tidak serta merta budaya dikambing-hitamkan dalam kasus-kasus ini. Kita perlu riset yang lebih lanjut, budaya tetap ada pada tempatnya dan disempurnakan tanpa menghilangkan nilai-nilai fundamentalya agar tidak berkontradiksi dengan kemanusiaan dan keadilan sosial.

Salam!
_______________________
Timor Tengah Selatan, 15 Januari 2020
Neno Anderias Salukh
________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun