Akibatnya, kami harus berjuang melawan rasa lapar selama seharian menunggu ibu pulang. Hanya ibu yang bisa mengambil makanan dari lumbung.
Jika suami atau anak-anak melanggar ketentuan ini maka persediaan makan terancam cepat habis dan kelaparan hanya menunggu waktu. Kepercayaan ini merupakan implikasi dari sumber kehidupan hanya ada pada perempuan, buka pada laki-laki.Â
Karena itu, izinkan saya menyebut perempuan sebagai Ratu Penguasa kehidupan Suku Dawan.
Waktu saya masih kecil, ada sebuah pepatah yang sering dilagukan oleh teman-teman saya sebagai bentuk olokan kepada perempuan yang juga membuat saya ikut menyanyikan lagu tersebut.
Bunyinya demikian:
Isap (hisap) rokok tembakau cina
Asap naik terguling-guling
Biar nona (perempuan) sekolah tinggi
Pulang datang tugas di dapur.
Saya tahu betul bahwa lagu tersebut adalah bentuk olokan untuk merendahkan seorang perempuan. Dapur dianggap rendahan atau sebatas tempat masak. Akan tetapi, sejatinya makna lagu tersebut adalah menjunjung tinggi dan mengakui kehebatan seorang perempuan.Â
Secara tidak sengaja, lagu ini mengakui bahwa tanpa perempuan, laki-laki tidak dapat melakukan apa-apa, jika disubjektifkan, laki-laki itu mati, hanya saja filosofi dapur (rumah bulat bagi Suku Dawan) dilupakan atau mungkin tidak dimengerti.
Rumah bulat (Ume Kbubu) adalah tempat perempuan (ibu) mengatur keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Selain sebagai lumbung makanan, sebelum wacana rumah bulat tidak layak atau tidak sehat sebagai tempat melahirkan sekaligus perawatan bayi, rumah bulat dikenal sebagai Rumah Sakit Ibu dan Anak atau Rumah Sakit Bersalin bagi para perempuan Suku Dawan.
Bagi saya, makna dalam lagu tersebut adalah perempuan yang bersekolah tinggi menambah ilmunya untuk kembali berkuasa bagi kehidupan; mengatur keberlangsungan hidup dalam sistem sosial dan budaya Suku Dawan.
Paham Feto-Mone