Bagian ini mengajarkan kepada masyarakt NTT untuk bangkit dari sebuah tangisan. Kita tahu bahwa NTT merupakan provinsi yang darurat perdagangan manusia (Human Trafficking). Trafficking di NTT sepertinya diartikan sebagai sebuah kata kerja dalam penggunaan Tenses The Simple Present Tense yang berearti peristiwa yang menyatakan fakta (expressing facts), menyatakan kebiasaan (expressing habits) menyatakan masa lalu dan menceritakan sesuatu yang terjadi. Artinya bahwa, NTT identik dengan hal tersebut. Dalam tulisannya NTT: Nasib Tergantung Tetangga di Harian Pagi Timor Express, 12 April 2018, Ebith Lonek mengatakan bahwa Human Trafficking menjadi predikat untuk disematkan bagi masyarakat NTT.
Diharapkan bagian dari adegan ini mengajarkan kepada kita untuk turut berperan dalam pencopotan predikat yang telah disematkan bagi NTT. Kita yang bukan korban jangan berdiri sebagai penonton atau akan berperan sebagai pelaku dan menari di ladang orang sementara mereka yang lain dalam tangisan dan teriakan minta tolong.
TITIK KEEMPATÂ
Bagian yang paling unik terdapat pada titik ini. Para pemeran berasal dari Agama Katholik. Titik ini dibuatkan sebuah lopo dekat salib. Lopo yang merupakan rumah adat Orang Timor selain tempat penyimpanan atau lumbung makanan juga merupakan tempat musyawarah adat yang biasanya diawali dengan makan sirih pinang atau budaya mamat yang memiliki arti sebuah kebersamaan (Baca: Mengenal Mamat, Budaya Orang Timur Makan Sirih Pinang).
Selain itu, ada juga penyebuatan Uis Neno dan Uis Pah (Dianut oleh suku Boti sampai saat ini). Tujuannya adalah menghadirkan Uis Neno dan Uis Pah agar dalam musyawarah yang terjadi, dapat menghasilkan suatu mufakat atau sesuatu yang bermanfaat dan berlangsung dalam suasana aman, penuh persaudaraan, kerukunan, keterbukaan dan kejujuran.
Sebuah narasi yang manis didengar disampaikan oleh seorang petinggi gereja Katholik yang mengajak seluruh umat beragama yang ada di Kecamatan Amanuban Timur untuk hidup dalam kerukunan dan penuh toleransi. Bahkan dalam penyampaiannya, ia mengatakan secara tegas bahwa ego dan intoleransi yang masih dijunjung tinggi oleh beberapa kelompok harus dikuburkan bersama kematian Yesus dan bangkit dengan sebuah kehidupan baru yaitu kehidupan bertoleransi.