Pendidikan Berbasis Moral: Mengapa Teori Kohlberg Penting dalam Pendidikan Kita?
Oleh Neni Trinovita
"Bagaimana pendidikan dapat membantu siswa memahami nilai-nilai moral di tengah derasnya arus informasi dan globalisasi?" Pendidikan berbasis moral menjadi salah satu jawaban untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter kuat.
Di tengah era globalisasi dan kemajuan teknologi yang serba cepat, tantangan moral seperti korupsi, kekerasan, hingga radikalisme semakin marak. Pertanyaan besar yang harus kita jawab adalah: bagaimana pendidikan kita bisa menanamkan nilai moral yang kuat pada generasi muda?
Pendidikan berbasis moral hadir sebagai jawaban penting. Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami apa yang benar dan salah, tetapi juga melibatkan mereka dalam proses berpikir kritis terhadap dilema etis. Salah satu tokoh yang gagasannya relevan adalah Lawrence Kohlberg, seorang psikolog perkembangan yang menawarkan teori tentang bagaimana moralitas seseorang berkembang seiring waktu.
Apa Itu Teori Moral Kohlberg?
Kohlberg menyatakan bahwa moralitas individu dinilai bukan berdasarkan apakah keputusan itu benar atau salah, tetapi dari alasan di balik pengambilan keputusan tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa perkembangan moral seseorang mengikuti tiga tingkat utama, yang masing-masing memiliki dua tahap. Berikut adalah penjelasan setiap tingkat dan tahapnya:
Tingkat 1: Prakonvensional (4--10 Tahun)
Pada tingkat ini, individu menilai moralitas berdasarkan konsekuensi langsung, seperti hukuman atau hadiah. Tahapan ini sering terlihat pada anak-anak kecil.
Tahap 1: Orientasi pada Hukuman dan Ketaatan, moralitas didasarkan pada menghindari hukuman. Jika suatu tindakan dihukum, maka tindakan tersebut dianggap salah.
Tahap 2: Orientasi pada Kepentingan Pribadi, keputusan moral dibuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Individu mulai memahami bahwa orang lain juga memiliki kepentingan, tetapi perhatian terhadap mereka hanya terjadi jika itu memberikan keuntungan bagi diri sendiri.
Tingkat 2: Konvensional (10--13 Tahun)
Individu mulai mempertimbangkan norma sosial dan harapan kelompok dalam menilai moralitas.
Tahap 3: Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal, fokus pada hubungan sosial dan menjaga harmoni. Keputusan moral dibuat untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain.
Tahap 4: Orientasi pada Hukum dan Ketertiban, moralitas didasarkan pada ketaatan terhadap aturan dan hukum demi menjaga ketertiban sosial. Pelanggaran dianggap merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Tingkat 3: Pascakonvensional (13 Tahun ke Atas)
Pada tingkat ini, moralitas didasarkan pada prinsip universal dan nilai-nilai etika yang melampaui norma sosial.
Tahap 5: Orientasi pada Kontrak Sosial, individu memahami bahwa hukum dan aturan dibuat berdasarkan kesepakatan sosial, tetapi dapat diubah jika tidak adil atau tidak relevan.
Tahap 6: Orientasi pada Prinsip Etis Universal, keputusan moral didasarkan pada prinsip keadilan dan etika universal, seperti hak asasi manusia. Tahap ini jarang dicapai oleh kebanyakan individu.
Teori Kohlberg ini memberikan kerangka kerja yang relevan untuk memahami bagaimana seseorang berpikir dan membuat keputusan moral, serta bagaimana pendidikan dapat membantu individu mencapai tingkat pemahaman moral yang lebih tinggi.
Bagaimana Pendidikan Moral Diterapkan di Sekolah?
Mengintegrasikan teori Kohlberg dalam pembelajaran bukanlah hal yang sulit, tetapi membutuhkan kreativitas. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
Diskusi Dilema Moral: Guru dapat memancing siswa untuk berdiskusi tentang kasus nyata yang melibatkan dilema moral. Misalnya, "Apakah mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa keluarga itu benar atau salah?"
Cerita atau Kasus Nyata: Menggunakan cerita-cerita yang memuat konflik moral membantu siswa memahami konsekuensi dari setiap keputusan.
Refleksi Nilai: Memberikan tugas refleksi melalui jurnal pribadi atau diskusi kelompok memungkinkan siswa merenungkan nilai-nilai yang mereka pegang.
Pentingnya peran guru dalam pendidikan moral tidak bisa diremehkan. Guru adalah teladan bagi siswa, bukan hanya melalui pengajaran, tetapi juga dari perilaku sehari-hari yang menunjukkan integritas dan empati.
Mengapa Pendidikan Moral Relevan Hari Ini?
Di Indonesia, pendidikan moral sebenarnya sudah menjadi bagian dari kurikulum nasional, seperti yang diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, pelaksanaannya sering kali kurang optimal. Dengan memahami teori Kohlberg, pendidik dapat mengembangkan metode yang lebih efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam diri siswa.
Moralitas bukan hanya soal mematuhi aturan, tetapi tentang bagaimana kita hidup dengan prinsip yang adil dan bertanggung jawab. Pendidikan berbasis moral adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.
Referensi
Kohlberg, L. (1984). The Psychology of Moral Development. Harper & Row.
Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books.
Hanafiah, M. (2024). Perkembangan Moral Anak dalam Perspektif Pendidikan. Ameena Journal, 2(1), 75--91.
Ryan, K., & Bohlin, K. (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. Jossey-Bass.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H