Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Difitnah, Bu!

3 Oktober 2024   05:01 Diperbarui: 3 Oktober 2024   08:28 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi-lagi dia menggelengkan kepalanya.

"A...aku difitnah, Bu!" katanya di sela isaknya.

"Diftnah bagaimana, Nak?"

"Aku difitnah ngumpetin tempat pensil Hafis!" tangisnya meledak kembali.

"Oh, begitu, ya?" aku mengangguk-angguk. 

Kemarin saat pelajaran PAI, anak-anak heboh, karena tempat pensil Hafis tiba-tiba raib. Semua tidak ada yang mengaku, bahkan saat tas anak laki-laki digeledah, tempat pensil itu tak ditemukan.

Saat pulang sekolah, kudapati tempat pensil Hafis di bawah meja Ali! Dan anehya, Ali dan Ari hari ini tidak hadir. Sungguh mencurigakan!

Kudekati Upi yang masih menangis sedih.

"Jadi, Upi gak ngambil tempat pensil Hafis, kan?"

Upi menggeleng. Aku pun menjadi lega mendengarnya. Aku tinggal mencari anak yang memfitnah Upi. Sebelum niatku terlaksana, tiba-tiba Upi nyeletuk.

"Aku cuma dipaksa Ari, Bu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun