Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Difitnah, Bu!

3 Oktober 2024   05:01 Diperbarui: 3 Oktober 2024   08:28 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bel tanda masuk berdentang. Selesai berbaris dan diperiksa kebersihan kuku, anak-anak pun masuk kelas. Kegiatan rutin dimulai dengan berdoa bersama. Entah mengapa, aku merasakan suhu udara sangat panas, padahal hari masih pagi.

 Kuberanjak membuka jendela kelas, tetapi tak kudapat hembusan angin sejuk seperti dahulu. Hm, bumi kita benar-benar telah berubah! Pikirku.

"Bu, Upi nangis!"

Lamunanku buyar oleh teriakan Aska. Spontan kubalikkan badan. 

Benar saja! Upi yang duduk tepat di depanku, menangis sesenggukan. Aku terheran-heran. Biasanya Upi ceria dan selalu banyak mengobrol di kelas.

"Kenapa, Nak?" kuhampiri mejanya.

Bukannya berhenti, tangis Upi malahan bertambah keras. Air matanya bercucuran, membasahi tangan dan mejanya. Segera kuberikan tisu, dan diterimanya dengan posisi tetap menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Keadaan kelas menjadi hening, semua menunggu tangisan Upi mereda.

"Apakah ada yang menjahilimu, Nak?" tanyaku lembut.

Upi menggeleng.

"Ada yang memukulmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun