Namanya Ari.
Dialah anak yang paling cerewet di kelas. Suara tenornya saat berdoa atau berbicara, biasa terdengar sampai kelas paling ujung sekalipun. Apa pun yang dilakukan temannya, selalu dilaporkan kepadaku, meski pun dengan kata-kata yang kurang jelas.
"Bu, Iyus ngomong kasar!"
"Bu, Hafis mukul-mukul meja!"
"Bu, Ai ngobrol terus!"
"Bu, Adi nyemen (makan di kelas saat belajar)!"
"Bu, Aska ngambil pulpen Zaki!"
"Bu, Nisa ngaca terus!"
"Bu, Mila mendelik!"
"Bu, Zulpi nulisnya belum selesai!"
"Bu.....!"
"Bu.....!"
Dalam sehari, entah berapa puluh kali dia membuat laporan dengan suara tenornya. Dan dia tak pernah betah duduk di kursi. Lima menit, dia sudah nemplok di bangku temannya. Tugasnya, tak pernah selesai!
Kehidupan Ari sebetulnya bisa membuat trenyuh siapa pun. Dia berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga jarang membawa uang bekal. Dia juga mengalami speech delay, dan sampai detik ini belum bisa membaca. Saat duduk di kelas sebelumnya, dia sering berkelahi. Tak peduli lawannya bertubuh jauh lebih besar, dia akan sanggup menghadapinya.
Minggu kedua di tahun pelajaran baru ini, aku pun mulai mengajaknya belajar membaca. Ketika dia bisa mengenal huruf dan mengeja, kupuji dia.
"Ari, sekarang sudah pinter membaca, jadi jangan mukul meja, ya!"
Dia memandangku, dan mengangguk.
"Kalau diberi tugas, harus sampai selesai, ya, Nak!"
"Ya, Bu!" jawabnya.
"Masih suka berkelahi?"
Ari menggeleng.
"Bagus! Gak usah berkelahi lagi, ya!"
Dengan cepat, Ari mengangguk.
"Bawa bekal?"
Dia menggeleng. Kucari uang di tas, dan kudapati dua lembar uang dua ribuan. Maklum tanggal muda! Eh,
Segera kuberikan, dan dengan gembira, dia langsung melesat keluar untuk membeli makanan.
Sejak saat itu dia tak seliar saat hari pertama masuk kelas. Hanya kecerewetannya saja yang masih sama.
Dua hari ini dia tidak masuk sekolah. Ibuya mengabarkan dia sakit batuk! Kelas pun menjadi adem, tetapi, aku merasa ada sesuatu yang hilang! Hihi
Hari ketiga, dia masuk sekolah. Terlihat kurusan. Saat masuk, dia berjalan lunglai dan menyalamiku.
"Ari sudah sehat?" tanyaku.
Dia hanya mengangguk, dan bergegas menuju mejanya. Dia duduk di kursi, sedangkan kepalanya menggeloso di atas meja.
"Masih sakit, ya?" tanyaku.
Kupegang dahinya, ternyata masih agak panas.
"Kamu masih sakit, sebaiknya jangan masuk sekolah dulu, Nak!"
Ari terdiam. Tiba-tiba, butiran air bening, keluar dari kelopak matanya! Wah, sang Jagoan ternyata bisa nangis juga!
"Mau pulang? Ibu antar, ya?" ajakku dengan suara lembut.
Dia kembali menggelengkan kepalanya.
Hari itu, Ari berubah menjadi pendiam. Tak ada lagi laporan-laporan kepadaku dengan suara tenornya.
Sang Jagoan KO juga! Pikirku lega.
Tetapi, ternyata hal itu tak berlangsung lama, saudara!
Saat jam istirahat, Ari kembali ceria. Berlari ke sana ke mari, tertawa-tawa dengan suara tenornya. Suasana kelas telah kembali seperti semula!
Ya, ampun!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H