Pagi ini, aku bangun cepat. Hari Minggu ini aku janjian mau nganter Ibu ke pasar.
Oh, senangnya! Tralala... Di pasar tersedia apa pun yang kita inginkan. Duh, pastinya menyenangkan.
Tentunya kalau ada uang! Hehe.
"Ana beneran mau ikut ke pasar?"
Pandangan Ibu menyelidik, melihatku sudah siap berangkat. Kak Dini dan A Bari sudah sibuk bersih-bersih rumah. Ati, adikku, masih tidur.
Aku mengangguk mantap.
"Iya, Bu!"
"Gak bakalan capek jalan kaki?"
"Enggak! Aku kuat, kok!" jawabku mantap.
Ibu menghela napas lega.
"Ayo, berangkat! Bismillahi tawakkaltu 'alallah..." Ibu membaca do'a.
"Jaga rumah, ya, A Bari, Teh Dini!" pesan Ibu.
A Bari dan Teh Dini mengangguk dan segera menutup pintu.
Udara segar menerpa wajahku. Dingin terasa menusuk. Kurapatkan jaket, dan tegap melangkah di samping Ibu. Kami keluar dari gang, dan menyusuri jalanan yang sepi. Beberapa tukang becak yang mangkal, menawari kami.
"Becaknya, Bu?"
Ibu hanya menggeleng.
"Enggak, Mang!"
Si Mang kembali duduk di becaknya, dan meringkuk berselimut kain sarung. Hanya satu dua motor yang melintas melewati kami. Suasana masih gelap dan sepi.
Duh, kasian sekali Ibu ke pasar berjalan seorang diri setiap hari. Demi kami!
Dari jalan Mohammad Hatta, kami menyeberang jalan di simpanglima. Jalan bersambung menuju jalan panglayungan 3. Kulihat bakso Ojo yang biasanya ramai pada siang hari, kini tertutup terpal biru.
Jejeran bus PO Suka, nampak masih membisu. Rumah-rumah berukuran besar dan mewah, nampak di sepanjang jalan ini. Kubanding-bandingkan dengan rumahku yang kecil!
Duh, alangkah senangnya bila punya rumah besari! Pikranku melayang.
Tak berapa lama, kami memasuki pasar Iceu, yang diterangi lampu-lampu neon. Pasar yang berada di jalan Kapten Naseh ini dinamai pasar Iceu, karena konon katanya ada rumah penyanyi dangdut terkenal dari Kota Tasikmalaya yang bernama Iceu Tresnawati di sini. Rumah besar yang selalu tertutup rapat.
Di pasar udaranya menjadi terasa hangat dan suasana nampak ramai.
Ibu mengajakku mendekati kios pisang. Pisang bertandan-tandan, beraneka rupa, tersedia di sana.
"Pisang nangka, Teh?" sapa penjual. Rupanya dia langganan Ibu.
"Yang ini sekilo!" Ibu menunjuk pisang berwarna hijau yang montok. Hm, pisang goreng buatan Ibu selalu enak dan wangi. Sangat disukai para pembeli. Oh, ternyata pake pisang nangka, ya?
Loh, kok, pisang namanya nangka, sih? Aku teringat nangka kuning kesukaanku. Apa pisang dan nangka digabung? Aku bertanya-tanya dalam hati. (Bersambung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI