"Ya, ampun!" seruku kaget.
Kutatap Cici yang duduknya sudah berpindah tempat. Dia berpura-pura tak terjadi apa-apa.
"Kenapa sih, nyubit Dede? Kan, mainnya giliran Dede?" kataku dengan nada menyalahkan.
Kulihat kaki Dede memerah bekas jari Cici tergambar jelas.
Cici merengut kesal.
"Dede sih sengaja tiduran, biar Cici gak ngeliat!"
Aku tertegun.
Ooh..., karena kesal, makanya secepat kilat tangan Cici beraksi! Pikirku.
"Dikayu putih, ya?"
Dede mengangguk.
Sambil mengobati luka memerah di kaki Dede, tiba-tiba saja aku ingat kelakuan masa kecilku.