Dengan empat orang anak yang masih kecil-kecil, kehidupan Ibu sangatlah sulit. Gaji pensiun janda yang ditinggalkan oleh almarhum ayah sebagai guru SD yang baru bertugas sepuluh tahun, tak mencukupi kebutuhan kami.
Untuk menambal kebutuhan keempat anaknya, Ibu biasa berjualan pecel dan pisang goreng pada sore hari.
A Bari, anak tertua, dan Teh Dini, anak kedua, dua-duanya masih duduk di kelas lima SD. Aku anak ketiga, baru kelas dua SD, dan Ati, adikku, baru bermur tiga tahun.
"Assalamu'alaikum!"
Tiba-tiba suara ibu terdengar. Kami berempat langsung menyambut kedatangannya,
"Wa'alaikumussalam warahmatullah!" pintu pun terbuka. Tatapan kami langsung tertuju ke tangan Ibu.
"Ibu, lapaar!" Ati menggelendot manja.
Ibu segera menggendongnya, dan membawanya masuk ke dalam rumah. Tangan kanannya, menjinjing kresek hitam, oleh-oleh dari yang punya hajat.
"Duh, kasian. Nih, Ibu bawa makanan," ujarnya sambil menurunkan si bungsu dari gendongan, dan mendudukannya di atas tikar yang sudah robek di sana sini..
Tanpa banyak bicara, Ibu bergegas ke dapur, dan segera kembali dengan menenteng pisau dan empat buah piring plastik.
A Bari, Teh Dini, aku dan Ati, merubung ibu dengan penuh suka cita.