Azan subuh berkumandang. Tak seperti biasanaya, pak suami belum juga berangkat ke mesjid. Dari tadi, mondar-mandir, ke kamar, ruang tamu, dapur, kamar mandi, tak henti. Malah sempet kudengar meja kursi berderit, digeser kasar. Sepertinya, ada yang dicari!
Jadi penasaran! Kuurungkan shalat, segera kuhampiri.
"Nyari apa Beh?"
Pak suami hanya mendengus, wajahnya sangat gusar.
"Ada yang hilang?" tanyaku heran.
Kulihat dandanannya sudah lengkap, seperti biasanya jika ke mesjid, Kurang apa, ya? Heran!
"Huh, di mana, sih?" pak suami muncul dari arah dapur. Sarung diangkat tingg-tinggi, langkahnya tergesa-gesa! Jelas-jelas sangat marah!
"Nyari apa, sih?"
"Kopiah!'
Dengan suara marah, tak urung pak suami mau juga menjawab
"Keur hiji-hijina teh!" dengusnya.
Maksudnya, kopiah kesayangan! Kopiahnya ada beberapa, ngadaplok dina tembok, dan hanya satu yang disukainya.
Hah? Aku terlonjak kaget.
Kututup mulutku dengan tawa ditahan.
"Oh..., kirain apa! Pegang kepalamu, Beh!'" kutinggalkan pak suami, segera masuk kamar. Tawaku meledak di atas bantal,
"Astagfirullah!" kudengar pak suami berseru, lalu disusul pintu dan pagar yang ditutup dengan kencang. Lamat-lamat, kudengar suara iqamah. Pastinya pak suami tergopoh-gopoh kini.
Ah, ternyata dari tadi pak suami mencari kopiah, yang sejak tadi sudah bertengger di kepalanya.
(Tulisan pernah dimuat di jurdik)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H