"Wa'alaikumussalam, ya, Bunda Riki, semoga Riki cepat sembuh." (09.27)
"Ya, terimakasih, Bunda Bebi atas nasihatnya, saya terima dengan hati terbuka. Kemarin memang tidak pemanasan dulu. Maaf. Dalam kegiatan tidak ada paksaan untuk ikut lomba. Siapa yang bersedia, disilakan ikut lomba." (09.28)
"Lomba kemarin, kelas 1 dan 2 balapan kelereng pake sendok, sedangkan kelas 3-6 balapan karung."(09.34)
"Setelah lomba, siswa dipersilakan istirahat, sebelum pulang. Tetapi ada yang main bola, sampai terjadilah musibah nginjek pecahan kaca. Mohon maaf bapak ibu semuanya."(09.35)
"Saya dan seluruh rekan guru mohon maaf atas kejadian yang menyebabkan putra putri bapak ibu sakit. Mudah-mudahan yang sakit cepat diberi kesembuhan seperti sedia kala."(09.36)
Baru saja Bu Ratih membalas semua pesan, secepat kilat, muncul chat balasan dari Ibu Bebi,
"Saya maafkan, Bu. Hanya harus jadi perhatian untuk ke depannya. Kalau ada yang ikut balapan seperti balap karung harus dipimpin/disuruh pemanasan dulu. Terimakasih." (09.41)
Bunda Bebi lantas mengirim video Bebi sedang rebahan, berteriak-teriak kesakitan, sambil mengibas-ngibaskan selimutnya. Duh, Bu Ratih merasa heran dengan tingkah anak kelas enam itu. Sakit amatkah?
Selain di grup, semua chat yang belum sempat dibaca Bu Ratih saat off tadi, dikirim ulang bunda Bebi via wapri.
Saat jam istirahat, Bu Ratih sharing dengan guru lain, ternyata tidak ada satu pun siswa yang sakit dari kelas tiga sampai lima, khusus peserta balapan karung. Mereka tetap masuk sekolah, bahkan mereka sangat seru saat menceritakan lomba kemarin.
Selepas istirahat, anak-anak di kelas diajaknya untuk merenung, bahwa apa yang kita alami adalah semata takdir Allah yang harus disyukuri. Diberi kesehatan, bersyukur, diberi sakit pun harus bersyukur, tidak usah menyalahkan keadaan.