Anak saya pun maju menuju meja surat suara. Petugas mengembalikan KTP kepada anak saya kemudian petugas menyerahkan lima kertas surat suara. "Ada lima ya, calon presiden, DPD, DPR Pusat, DPR Jawa Barat, DPR Kota Depok," sebutnya yang terdengar oleh saya.
Anak saya kemudian diarahkan ke bilik suara. Saya hitung ada lima bilik suara yang ukurannya selebaran satu orang saja. Ketika ada yang sudah menyelesaikan "misinya", petugas memberikan kode untuk satu pemilih masuk ke bilik.
Nama saya pun dipanggil. KTP saya dikembalikan, petugas lalu menyerahkan lima kertas suara yang tadinya terikat, kemudian dilepas. Saya lantas berjalan ke arah bilik suara. Nah, di bilik suara ini yang membuat pikiran saya mumet, seperti sedang ujian kelulusan saja.
Untuk kertas suara presiden dan wakil presiden sih gampang. Kandidatnya cuma tiga. Mereka sudah sering berseliweran di media sosial,sering tampil di layar televisi dan wajahnya ada di baliho-baliho atau spanduk-spanduk para caleg. Jadi sudah dikenali.
Beda dengan para caleg. Tidak ada gambar wajah, hanya ada nama caleg dari tiap partai. Tidak mengenali satu persatu caleg. Dari sekian caleg dari 19 partai peserta pemilu, saya hanya "mengenal" satu nama saja.
Okelah, daripada saya pusing tujuh keliling, akhirnya saya mencoblos caleg dari partai yang menurut pengamatan saya selama ini amanah. Setidaknya selama lima tahun terakhir ini selalu mengkritisi demi kesejahteraan rakyat.
Kalau di lembar surat suara DPD, memang ada nama dan gambar wajah tapi tanpa nama partai. Bikin saya pusing lagi karena tidak mengenalinya. Ada satu yang saya kenal, artis komedian Komeng. Selebihnya ya tidak kenal.
Setelah saya baca satu persatu nama-namanya, akhirnya saya memutuskan mencoblos satu nama. Selesai, kemudian saya lipat kembali kertas surat suara. Untuk mencoblos saja, saya sampai menghabiskan waktu 5 menit.
Saya lalu ke kotak suara, memasukkan surat suara sesuai dengan warna di surat suara, yang dibantu oleh petugas. Mulai dari presiden - wakil presiden, DPD, DPR Pusat, DPR Provinsi hingga DPR Kota Depok. Selesai, saya pun mencelupkan jari tangan saya ke tinta.
Tuntas sudah kami memberikan hak suara pada pemilu 2024. Kami pun pulang. Saya bertanya pada anak saya, siapa yang dia pilih? Anak saja menjawab, "Rahasia dong." Baiklah.Â