Zuhud dalam arti paling sederhana dapat diartikan dengan menjadikan dunia hanya di pelupuk mata dan akhirat dalam hati, bukan sebaliknya. Bahwa kehidupan di dunia itu hanya sementara, yang abadi adalah kehidupan akhirat.
Salah seorang sahabat Rasulullah berkata, "Tunjukkanlah pada saya suatu amalan di mana apabila saya mengerjakannya maka Allah akan mencintai saya, begitu pula manusia pun akan mencintai saya." Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa pun yang ada di sisi manusia niscaya mereka akan mencintaimu." (buku al-Arba'in an-Nawawiyah karya Imam an-Nawawi Rahimahullah)
Bagaimana mengetahui seseorang zuhud? Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang memiliki harta, apakah dia zuhud? Beliau menjawab, "Apabila hartanya bertambah dan ia tidak bangga, dan jika berkurang (habis) ia tidak akan sedih, berarti ia zuhud."
Sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga, Abdurrahman bin Auf, dikenal dengan kezuhudannya.  Sebagai pedagang sukses, ia berlimpah kekayaan. Namun, kekayaannya selalu ia  sumbangkan demi menegakkan agama Allah SWT.
Semakin banyak keuntungan yang didapat, semakin besar pula yang ia sumbangkan di jalan Allah. Termasuk juga menyumbangkannya kepada anak-anak yatim, faqir miskin, janda-janda tua. Baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Meski selalu bersedekah, tidak lantas membuat Abdurrahman bin 'Auf seketika jatuh miskin, malah sebaliknya, kehidupannya terus meningkat. Abdurrahman bin Auf berharap ia bisa memiskinkan dirinya dengan selalu bersedekah, tapi yang ada Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya, tiada habis-habisnya.
3. Melihat aib-aib dirinya
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS Al Hujarat ayat 12)
Kita harus bisa melihat aib-aib sendiri lalu memperbaiki kesalahan di masa lalu dengan memperbanyak amal kebaikan saat ini. Â Jangan seperti pepatah "Gajah di pelupuk mata tak tampak namun semut di ujung lautan tampak". Sibuk mengurusi aib orang lain dan gemar mencari kesalahan orang tapi tidak sibuk melihat aib sendiri.
Melihat aib diri sendiri akan menjadikan seorang muslim terus melakukan introspeksi dan bermuhasabah setiap hari. Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.