Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jelang Liburan Akhir Tahun Harga Sayur Mayur Naik!

25 Desember 2023   20:33 Diperbarui: 26 Desember 2023   15:05 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lama saya tidak berbelanja sayuran dan lauk pauk di depan kompleks rumah. Mungkin ada lebih dari sebulan. Saya memang sedang malas masak. Mungkin karena kondisi kesehatan yang kurang fit sehingga memengaruhi mood saya untuk memasak.

Stok yang ada di dapur itu paling telur ayam, nugget, sosis, dan mie instan. Saya sendiri tidak terlalu suka dengan nugget dan sosis. Aneh saja rasanya. Jadi, paling buat anak-anak dan suami saja.

Biasanya untuk sarapan pagi, saya sudah siapkan roti dan sereal ditambah susu, yang biasa saya beli di warung depan masjid Al Ihsan Permata Depok selepas salat subuh berjamaah di masjid. Tinggal saya olah-olah tergantung request anak-anak. Terkadang juga nasi goreng dan bubur dengan memanfaatkan nasi sisa semalam.  

Sedangkan untuk makan siang atau malam, saya lebih sering beli makanan jadi. Suami sih yang beli. Belinya ya di sekitaran kompleks juga. Kalau tidak di warung nasi Sunda, ya di warung nasi Padang, atau kadang ke warung nasi Tegal. Pokoknya prinsipnya "makan saja yang ada di meja makan".

Kalau dipikir-pikir beli masakan jadi jauh lebih ekonomis dan tidak ribet karena tinggal makan. Kalau masak sendiri kan banyak proses yang harus dilalui. Beli sayuran atau lauk, belum masaknya yang harus pakai gas dan minyak goreng. Itu kan membutuhkan tenaga dan waktu. Belum lagi mood. Lha, iya kan?

Nah, tadi, saat liburan Natal, tiba-tiba saja saya ingin berbelanja sayuran dan lauk pauk untuk stok seminggu. Mungkin karena hujan dari dini hari sudah reda bawaannya lapar. Saya ingin tahu juga kabar terbaru dunia persayuran dan kawan-kawannya. Apakah melonjak naik? Terlebih sebentar lagi liburan akhir tahun.

Diantar anak kedua saya, kami pun ke depan kompleks rumah. Jaraknya mungkin sekitar 500 meter dari rumah. Penjual sayuran di depan kompleks rumah kalau dihitung ada 8 gerobak sayur. Empat di sisi kanan, empat lagi di sisi kiri. Kalau penjual berbagai ikan segar hanya satu lapak.

Saya pun mulai memilih sayuran, yang tentu saja yang juga disukai anak-anak. Ternyata, kata si mbak penjual sayuran, harga-harga sayuran merangkak naik sekitar 100 persen. Tomat, cabai, bawang merah, sayuran-sayuran harganya naik semua. 

Tomat yang biasa Rp8000 per kilogram, menjadi Rp18.000 - Rp20.000. Cabai merah biasanya Rp35.000 per kilogram menjadi tembus di angka Rp120.000. Cabai rawit hijau sebelumnya hanya Rp35 ribu kini menjadi Rp45 ribu per kilogram.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Bawang merah yang semula Rp20.000 per kilogram menjadi Rp35.000 - Rp40.000. Bawang putih dari Rp28 ribu kini mencapai Rp32 ribu per kilogram.

Ia menambahkan harga sayuran juga naik. Buncis yang biasanya paling Rp10.000 per/kg, sekarang Rp20.000. Kacang panjang, sayur-sayuran yang lain juga pada naik. Wortel yang biasanya Rp10.000 - Rp12.000 per/kg, sekarang Rp 15.000.

"Kentang, tomat juga. Pokoknya sekarang harga-harga pada nggak normal. Sayuran hijau seperti timun naiknya hampir 100 persen. Sayuran lagi naik terus tiap hari, dijual juga lagi susah," ucap ibu pedagang sayur yang bernama Marni.

Kalau untuk tempe tahu harganya masih normal. Sempat harga naik tapi itu sudah setahun lalu. Kalau tahun sekarang belum ada kenaikan lagi, katanya.

Menurut analisisnya, mahalnya harga sayur mayur karena di sekitar Jawa masih musim kemarau, belum musim hujan. Kalau di sini hujan kan sudah hampir setiap hari, kalau di sana masih jarang.

"Ini bukan karena liburan natal dan tahun baru. Kayaknya karena musim kemarau panjang jadi baru nanam sayuran," ucapnya.

Ia juga menduga kenaikkan sejumlah kebutuhan pokok dan sayuran bisa jadi karena stok pengiriman sedikit dan harga beli sudah pada naik dari distributor di pasar induk.

Meski harga-harga sayuran merangkak naik, namun ia mengaku tidak mendapatkan untung. Ia mengatakan omzetnya turun hingga 50 persen. Kendati pembeli diakuinya masih tetap ada, namun keuntungan yang biasa ia peroleh sebelum harga-harga naik malah berkurang.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

"Sekarang mah boro-boro untung, modalnya aja kadang kagak balik. Kembali modal aja sudah syukur jadi bisa buat modal dagang lagi. Kalau dagangan habis semua baru ada untungnya. Kalau nggak habis semua ya nggak ada untung," ucapnya tertawa getir.

Saya pun mulai berbelanja. Diawali dengan mengelilingi gerobak sayuran sambil berpikir kira-kira belanja sayuran apa saja. Tidak lupa juga bertanya pada anak saya. Biar anak saya tahu jenis-jenis sayuran. Meski anak saya ini SMA terkadang masih salah menyebutkan nama sayuran. 

"Mbak beli cabai merah setan," pinta saya.

"Mau berapa? 5000?" tanyanya.

"Coba lihat 5000 seberapa banyak," kata saya. 

Eh ternyata cuma sejumput tangan saja. Sedikit amat. Mana cukup itu buat bikin sambal secara kami suka makan sambal. Akhirnya, saya minta ditambah Rp10.000. Ah ini mah tidak sampai seminggu habis. Ya sudahlah, nanti tinggal beli lagi.

Selesai berbelanja sayur mayur, lanjut belanja lauk pauk. Ikan adalah kesukaan anak saya, apalagi jika dipanggang dan dicocol sambal kecap dengan nasi yang masih panas. Bisa boros nasi itu. 

Ada udang, cumi, ikan kakap, gurame, kepala ikan, bandeng, patin, dan banyak lagi. Ternyata, kata abang penjualnya, untuk harga-harga ikan tidak mengalami kenaikan. Masih relatif normal. Saya pun membeli udang, cumi, ikan patin, kepala ikan kakap.

Kalau harga telur malah di warung depan masjid, turun. Kemarin saya beli setengah kilogram harganya Rp14.000, yang biasanya Rp15.000. Turun seribu rupiah sih. Katanya sempat naik sekilo Rp30.000, terus turun lagi. Entah apa penyebabnya. Dia tidak tahu, katanya.

Meski harga kebutuhan pokok naik, Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, memastikan stok pangan aman. Harga naik, namun masih relatif terjangkau. Karena itu, masyarakat diminta untuk tidak perlu khawatir. Begitu berita yang saya baca di laman resmi Pemkot Depok.

Kawan saya yang juga tinggal di kompleks yang sama mengeluhkan harga-harga kebutuhan pokok yang naik. Terutama cabai merah mengingat dirinya pelaku UMKM yang memproduksi rendang dan sambal yang notabene memerlukan cabai. 

Ia bingung bagaimana menyiasatinya. Harga produk dinaikkan tidak mungkin juga khawatir akan memberatkan pelanggannya. Mengurangi berat produk juga tidak mungkin karena khawatir akan dikeluhkan. Katanya, sudah tidak bisa dikurang-kurangi lagi.

Jadi, untuk sementara ia pun menghentikan memproduksi rendang dan sambal sampai harga dinilainya benar-benar cukup kondusif. Daripada sudah mengeluarkan effort yang cukup besar eh ternyata pelanggannya malah beralih ke jenis lauk lain yang harganya lebih terjangkau.

Entah sampai kapan harga-harga sayur mayur dan kebutuhan pokok lainnya kembali normal. Februari tahun depan ada pemilihan presiden, bulan berikutnya memasuki bulan puasa ramadhan, dan sebulan kemudian idul fitri. Momen-momen yang pastinya juga akan memengaruhi kenaikan harga kebutuhan pokok.

Semoga saja harga-harga kembali normal dan semua bisa kembali "tersenyum".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun