Ketika kami sampai di sini, pintunya yang seperti teralis itu tergembok. Mungkin maksudnya untuk berjaga-jaga jangan sampai ada pasien yang melarikan diri. Perawat menanyakan maksud kedatangan kami. Setelah mengetahui tujuan kami, perawat membuka gembok dan mempersilakan kami masuk.
Terus terang ini menjadi pengalaman pertama saya memasuki ruang rawat inap pasien kejiwaan. Belum ada gambaran sama sekali selain melihatnya di film atau di layar televisi.Â
Beragam gangguan kejiwaan ada di sini. Saya perhatikan di ruangan yang cukup luas ini pasien-pasiennya adalah berusia remaja. Ya Allah di usia masih muda begini mereka mengalami gangguan kejiwaan. Mereka tengah berkumpul.
Di dalam ruangan ini bercampur laki-laki dan perempuan. Tetapi untuk kamar pastinya dipisah. Pasien laki-laki dengan laki-laki, pasien perempuan dengan perempuan.Â
Dalam satu kamar rawat inap ada yang berisi satu pasien, dua pasien, tiga pasien, empat pasien. Tergantung kondisi kejiwaan pasien. Ditempatkan sendiri jika dikhawatirkan akan melukai pasien lain. Pasien-pasien ini memakai seragam yang sama.
Baca juga: RSJ Marzoeki Mahdi, RS Jiwa Tertua di Indonesia, Peninggalan Zaman Belanda
Ketika kami masuk, anak kawan saya dan beberapa pasien "menyambut" kami. Ada yang menyalami kami, ada yang mengajak bicara, ada juga yang memeluk kami sambil berucap ingat ibunya. Kalau dihitung-hitung ada sekitar 13 pasien atau lebih berusia remaja, bahkan ada yang masih kelas IV SD.
Saya agak terkaget ketika ada satu pasien laki-laki dan satu pasien perempuan menyalami saya lalu memeluk kaki saya. Ia memohon kesediaan saya untuk menelepon ibunya agar ibunya menjemputnya. Ia menyebut nomor teleponnya sudah ia berikan kepada anak kawan saya.
Tentu saja permohonan ini tidak bisa saya penuhi karena bukan kewenangan saya dan harus seizin perawat. Kasihan juga sih, tapi kalau saya memenuhi keinginannya berarti saya sudah melangkahi prosedur rumah sakit.
"Ab (sebut saja begitu) nggak boleh ya. Kamu masuk, jangan diganggu," kata perawat seraya mendekati pasien. Ab berjalan mundur tapi tetap menatap saya dengan wajah memelas. Wajah yang terlihat jelas memang mengalami gangguan kejiwaan.